Selasa, 20 Juli 2010

Sekolah Bermasalah Dipanggil DPRD

Selasa, 20 Juli 2010 | 09:23 WIB

PROBOLINGGO - Komisi A DPRD Kota Probolinggo bakal menuntaskan masalah sejumlah sekolah terkait penerimaan peserta didik baru (P2DB) 2010. Sebanyak 3-4 sekolah bakal dipanggil terkait pungutan memberatkan siswa bersamaan dengan P2DB itu.

“Kami memang sudah menggelar hearing dengan Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama dan sekitar 30 kepala sekolah. Kali ini kami akan fokus memanggil 3-4 sekolah bermasalah,” ujar Ketua Komisi A DPRD, As’ad Anshari, Selasa (20/7) pagi.

Politisi PKNU itu mengagendakan, Jumat mendatang bakal mengundang kepala-kepala sekolah, yang P2DB-nya bermasalah dan diduga menarik pungutan relatif besar. “Harus diselesaikan per kasus atau per sekolah. Biar ke depan tidak ada masalah lagi,” ujarnya.

Kepala sekolah yang dipanggil di antaranya, SMAN 2, MTsN, dan SMAN 4. “SMAN 2 dinilai memungut siswa terlalu besar, Rp 3,6 juta, MTsN sebanyak 40 siswa yang lewat pintu belakang dikenai Rp 1,5 juta, SMAN 4 ada protes dua siswa yang seharusnya diterima tetapi tidak lulus,” ujar As’ad.

As’ad mengakui, kasus-kasus P2DB itu bakal diselesaikan Komisi A yang memang membidangi pendidikan. “Jangan sampai seperti di Malang, yang sampai dilaporkan ke kejaksaan,” ujarnya.

Dalam hearing sebelumnya, Kepala SMAN 2, Drs H Syafiuddin MSi mengakui, memang menarik pungutan kepada siswa baru. “Soal dana insidental itu memang sempat mencuat di koran. Padahal itu program sekolah dengan sepersetujuan walimurid,” ujarnya.

Syafiuddin menambahkan, program sekolah itu dipaparkan Komite Sekolah. Per item program pun terinci dananya. “Tahun ini dibutuhkan dana total Rp 690 juta, yang kemudian dipikul rata 192 siswa baru sehingga ketemu dana Rp 3,6 juta per siswa,” ujarnya.

Walimurid yang keberatan pun diminta menemui Komite Sekolah. Akhirnya sebanyak 40 walimurid mengaku meminta keringanan pembayaran dana Rp 2,6 juta tersebut. “Pak Wawali (Drs H Bandyk Soetrisno Msi, Red.) pun mengakui, sekolah tetap fleksibel dalam memungut dana kepada walimurid,” ujarnya.

Sementara itu Ketua Penerimaan Murid Baru (PMB) MTsN, Choirul Huda menjelaskan asal-muasal munculnya sumbangan Rp 1,5 juta bagi siswa yang tidak lulus tes itu. “Memang ada kesepakatan dari walimurid, siswa yang tidak masuk tes masih bisa diterima dengan membayar Rp 1,5 juta. Dana tersebut untuk membangun satu ruang kelas yang berisi 40 siswa,” ujarnya.

As’ad meyakini, penjualan “pintu belakang” itu tidak ada dasar hukumnya di Kementerian Agama (Kemag). “Lha kalau siswa sudah tidak diterima masih bisa masuk asal membayar Rp 1,5 juta, ini kan aneh bin ajaib. Lantas buat apa ada tes masuk segala,” ujarnya.

Seharusnya MTsN menempuh cara yang lebih elegan. Caranya, saat tes masuk jangan hanya menerima satu kelas, tetapi dua kelas sekaligus. “Barulah setelah diterima masuk, silakan saja dipungut dana Rp 1,5 juta untuk membangun ruang kelas yang kurang,” ujar mantan kepala sekolah swasta itu.

Terkait kasus yang membelit SMAN 4, As’ad mendapat laporan, ada dua siswa yang nilainya tinggi tetapi tidak diterima. “NEM-nya tinggi, 36 dan 37, hanya gara-gara kedua siswa dari luar kota itu terlambat menyerahkan NEM asli, padahal syaratnya hanya fotokopi, keduanya tidak diterima,” ujarnya.

As’ad menyayangkan, perilaku SMAN 4 yang terkesan mentang-mentang. “Mosok sekolah tidak bisa memberikan toleransi, kan kasihan ada dua siswa dengan nilai bagus tidak bisa masuk sekolah,” ujarnya. isa

Sumber: http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=8cba2025992666dcf229a5f783349b60&jenis=c81e728d9d4c2f636f067f89cc14862c


Tidak ada komentar:

Posting Komentar