Senin, 25 Oktober 2010

Komisi-komisi DPRD Balapan Kunker

Senin, 25 Oktober 2010 | 11:31 WIB

PROBOLINGGO - Dalam seminggu ke depan, tiga komisi di DPRD Kota Probolinggo berlomba-lomba melakukan kunjungan kerja (kunker) ke luar daerah. Komisi A bakal terbang ke Sulsel, Minggu-Kamis (24-28/10), Komisi B terbang ke Batam, Rabu-Sabtu (27-30/10), dan Komisi C melawat ke Bogor dan Jakarta, Senin-Kamis (25-28/10).

“Ini saya lagi benah-benah, jam 10.20 berangkat dari Probolinggo,” ujar Ketua Komisi A DPRD As’ad Anshari, Minggu (24/10) pagi. Menurut rencana, komisi yang membidangi hukum dan pemerintahan itu bakal mengunjungi Kota Makassar dan Kab Gowa, Sulsel.

Di Makassar, kata As’ad, Komisi A bakal melakukan studi banding soal pelaksanaan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW), penataan kawasan pesisir, dan stabilitas dan ketertiban berkenaan dengan ras dan agama. Mereka diterima DPRD Makassar pada Senin (25/10) hari ini.

Sementara itu pada hari kedua, Selasa besok, Komisi A bakal bertemu DPRD Kab Gowa. “Kami akan studi banding pendidikan gratis dan berkualitas, program wajib belajar, dan program bebas buta aksara Alquran,” ujar As’ad.

Politisi PKNU itu menegaskan, kunker DPRD tidak perlu dilakukan sembunyi-sembunyi.

Selama materi yang distudibandingkan itu bermanfaat bagi warga Kota Probolinggo, DPRD tidak perlu khawatir disoroti miring oleh media atau publik. “Mengapa harus kucing-kucingan, anggarannya dari APBD, untuk kepentingan publik. Apanya yang mau disembunyikan?” ujarnya.

Hal senada diungkapkan Ketua Komisi C DPRD Nasution yang dihubungi terpisah. “Komisi kami mau studi banding ke Bogor dan Jakarta, silakan kalau mau ditulis,” ujar Nasution.

Di Bogor, kata Nasution, Komisi C bakal studi banding soal penataan kota, hutan kota, dan penanganan limbah industri. “Dibandingkan Probolinggo, Kota Bogor jauh lebih besar, tetapi mengapa sukses menangani limbah industri. Sisi lain Probolinggo yang kota kecil sesekali masih disibukkan kasus limbah industri,” ujar politisi PDIP itu.

Di Jakarta, Komisi C bakal studi banding soal pengelolaan rumah susun sederhana sistem sewa (Rusunawa). “Probolinggo sudah punya satu Rusunawa, sebentar lagi bertambah dua lagi Rusunawa,” ujar Nasution.

Sekadar diketahui, sejak 2010 lalu, Rusunawa Bestari di kawasan Jalan Lingkar Utara (JLU) Kota Probolinggo dioperasikan (dihuni). Sisi lain, Pemkot Probolinggo belum mempunyai Perda yang mengatur soal Rusunawa itu. “Kami ingin belajar ke Jakarta yang telah lebih lama dan berpengalaman mengelola Rusunawa,” ujarnya.

Sementara itu Komisi B DPRD bakal terbang ke Batam, Rabu-Sabtu (27-30/10). Namun Ketua Komisi B, Yuni Sriwahyuningsih tidak berhasil dikonfirmasi soal keberangkatan komisi yang membidangi perekonomian itu.

Disinggung soal keberangkatan tiga komisi di DPRD yang terkesan “balapan” itu, As’ad Anshari mengatakan, memang agendanya seperti itu. Dengan agenda seperti itu praktis selama seminggu ini, 24-30 Gedung DPRD ditinggalkan anggota parlemen.

“Tetapi berangkatnya kan tidak bersamaan, saat Komisi A berangkat Minggu, dan Komisi B berangkat Senin, kan masih ada Komisi B yang belum berangkat,” ujar As’ad. Diakui, pada Rabu (27/10) ketika Komisi A belum datang, Komisi B sudah bertolak ke Batam.

Ketua Komisi C, Nasution yang dihubungi terpisah mengatakan, warga yang ingin mengadukan aspirasi ke gedung DPRD tidak perlu khawatir. “Masih ada unsur pimpinan DPRD yang piket, tidak ikut kunker,” ujarnya.isa

Sumber: http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=e1cc26bfb8f368fc50bae30b10f5f914&jenis=1679091c5a880faf6fb5e6087eb1b2dc

Masyarakat Tengger Rayakan Hari Raya Karo

Senin, 25 Oktober 2010 | 10:55 WIB

PROBOLINGGO - Masyarakat Tengger di lereng Gunung Bromo, Kab Probolinggo merayakan Hari Raya Karo. Di tiga desa, yakni Jetak, Wonotoro, dan Ngadisari di Kec Sukapura, Hari Raya Karo selalu diwarnai ritual Tari Sodoran.

Sesuai namanya, Hari Raya Karo digelar pada bulan kedua (karo) pada kalender Tahun Saka. “Pada tahun 1932 Saka sekarang yang menjadi tuan rumah Desa Jetak,” ujar Mbah Sutomo, dukun Tengger usai ritual Tari Sodoran di Balai Desa Jetak, Minggu (24/10).

Tuan rumah ritual Karo memang digilir di antara tiga desa, Jetak, Ngadisari, dan Wonotoro. Saat Jetak menjadi tuan rumah, warga Tengger dari Ngadisari dan Wonotoro pun pun berbondong-bondong datang ke Jetak.

Ratusan warga dari tiga desa itu tumpah ruah memenuhi Balai Desa Jetak sejak sekitar pukul 08.00. Anak-anak, remaja, hingga orang tua mengenakan pakaian adat Tengger berwarna hitam, termasuk ikat kepala dan kain kuning dililitkan di pinggang.

Mereka duduk berjajar “mengepung” takir kawung dari janur, yang berisi nasi berserta lauk-pauk dan jajanan tradisional. Di tengah-tengah balai desa sengaja dikosongkan untuk arena Tari Sodoran.

“Tari Sodoran menggambarkan asal usul penciptaan jagat dan manusia, selalu digelar saat Hari Raya Karo,” ujar Mbah Sutomo. Dimulai dari prosesi besanan, sehingga pengantin didudukkan di balai desa.

Ketika pengantin yang diwakili laki-laki, sudah bersanding, gamelan membahana, penari-penari Sodoran, yang semuanya laki-laki, dengan gemulai berjalan sambil melenggangkan tangan. Mereka menunjuk penari pengganti dengan cara memberi sarak. Mereka yang terkena sarak tak boleh menolak untuk melanjutkan tarian.

Ketika para laki-laki larut dalam gamelan dan gemulai Tari Sodoran, para perempuan Tengger berbondong-bondong menuju balai desa. Mereka berjalan beriringan sambil membawa rantang berisi makanan yang akan disantap usai ritual Karo.

Bupati Drs Hasan Aminuddin MSi bersama Dandim 0820 Letkol Inf Heri Setiyono menyempatkan hadir pada perayaan Hari Raya Karo. “Selain merupakan ritual adat Tengger, Hari Raya Karo merupakan sajian wisata yang menarik bagi wisatawan,” ujar bupati.

Menurut peneliti Tengger dari Universitas Jembber, Prof Dr Simanhadi Widya Prakosa, Karo merupakan ritual adat Tengger. Tidak ada kaitannya dengan agama Hindu Dharma yang mereka anut. Karo dirayakan untuk mengenang penciptaan jagat gede (alam semesta) dan jagat cilik (manusia). Prosesi penciptaan kedua jagat itu dilambangkan dalam gerakan-gerakan penari Sodoran.

“Namanya berhari raya, seperti halnya saudara-saudara kami umat Islam saat merayakan Idul Fitri, warga Tengger pun beranjang sana (silaturahmi, Red.) dari rumah ke rumah,” ujar Kades Ngadisari, Supoyo. Hari Raya Karo sudah diperingati diperingati masyarakat Tengger sejak tahun 1700-an Masehi. Indikasinya, bisa dilihat dari kepingan mata uang logam yang dimasukkan dalam celengan sebagai sesaji upacara beruap uang VOC tahun 1790. isa

Sumber: http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=dad3125a1f906d69e3f0df58fab41ae3&jenis=1679091c5a880faf6fb5e6087eb1b2dc

Bus Tewaskan 2 Orang

Senin, 25 Oktober 2010

Nenek Dilindas, Mahasiswa Ditabrak Lari

SIDOARJO - SURYA- Dalam sehari terjadi kecelakaan yang menewaskan dua orang melibatkan bus di sekitar Terminal Purabaya, Sidoarjo, Minggu (25/10). Pada pagi hari bus melindas seorang nenek, sore harinya terjadi tabrak lari.

Zaenab Ba’agil, 68, tewas seketika setelah ditabrak bus Mila jurusan Surabaya-Probolinggo.

Warga Dusun/Desa Pohjejer, Kecamatan Gondang, Mojokerto, itu tubuhnya terlindas bus saat berada di terminal kedatangan terminal Bungurasih, Minggu (24/10). Polisi menetapkan sopir bus sebagai tersangka.

Nasib apes ini menimpa korban, sekitar pukul 07.45 WIB. Informasi yang di himpun di tempat kejadian, korban Zaenab terlindas bus Mila saat menyeberang area penurunan penumpang bus antarkota.

Sedangkan tempat kejadiannya, berada di lajur area kadatangan kedua, atau sebelah lajur bus damri jurusan Bandara Juanda. Menurut Supardi, tukang ojek yang mangkal tak jauh dari lokasi, saat kejadian korban Zaenab berjalan sangat pelan.

Itu karena dia membawa tas hitam yang terlihat cukup berat. Sementara bus Mila Sejahtera juga berjalan pelan, karena baru saja menurunkan penumpang.

”Korban kelihatannya keberatan membawa tasnya itu. Jalannya terseok-seok, kemudian tersandung dan jatuh. Saat jatuh itulah, bus Mila juga jalan, meski pelan. Saat itulah dia terlindas,” lanjut Supardi.

Saat tahu Zaenab terjatuh, sebenarnya sudah banyak orang yang meneriaki sopir bus Mila Sejahtera ”awas-awas”. Tapi mungkin karena bus AC jurusan Surabaya-Jember-Banyuwangi itu tertutup rapat, sopirnya kurang mendengar. Begitu dia mendengar, langsung berhenti, tepat saat roda depan sebelah kanan telah melindas dada dan kepala Zaenab.

“Begitu ada orang teriak-teriak meminta bus berhenti, kami pun tahu ada orang terlindas,” kata M Yusuf, kenek bus Mila jurusan Surabaya-Probolinggo N 7497 US tersebut, Minggu (24/10).

Dia mengaku tidak melihat langsung kejadian itu. Hanya saja, bus melaju setelah menurunkan sekitar 40 penumpangnya.

Kejadian itu sontak memicu perhatian para penumpang yang kebetulan berada di terminal Bungurasih. Sejumlah petugas terminal Bungurasih langsung meminta bus minggir dan segera menghubungi pos polisi terdekat. Sopir bus Puro Basuki, 58, langsung diamankan dan dibawa ke Pos Lantas Waru dan diperiksa lanjut di Mapolsek Waru.

Menurut Yusuf, korban adalah salah seorang penumpang bus Mila yang naik dari kawasan Bangil Pasuruan. Sopir bus Puro Basuki, warga Desa Kalirejo, Kecamatan Driyu, Probolinggo mengaku busnya berjalan pelan dan tidak tahu ada yang melintas. Dia menduga jarak antara korban dengan bus yang disopirinya kurang dari satu meter.

Kapolsek Waru Kompol Agus Widodo menyatakan, pihaknya masih memeriksa sejumlah saksi, di antaranya kru bus Mila. Hanya saja, pihaknya telah menetapkan sopir bus sebagai tersangka dalam kejadian itu. Diduga kuat, sopir telah lalai, sehingga bus menabrak orang hingga tewas. “Tersangka dijerat pasal 359 KUHP tentang kelalaian, sehingga menyebabkan hilangnya nyawa orang,” ujarnya.

Mahasiswa Disenggol

Sementara kecelakaan lalu lintas melibatkan bus dan sebuah motor di Bundaran Waru juga menelan korban jiwa, Minggu (24/10) sore.

Faris Agustino Saputra, 22, warga Perum Wisma Permai tewas di lokasi kejadian dengan cedera berat di bagian kepala. Korban yang saat itu berboncengan motor dengan rekannya, Taufik Restu, 21, warga Perum Merpati, Sidoarjo, diduga jadi korban tabrak lari sebuah bus yang belum diketahui identitasnya.

Kecelakaan lalu lintas yang merenggut nyawa Faris terjadi di sisi selatan Bundaran Waru, tepatnya di jalur sisi kiri. Korban yang tercatat sebagai mahasiswa UPN itu terlempar dari motor Yamaha Mio warna hitam dengan nopol W 6139 PX.

Pada saat kejadian, korban duduk di jok belakang dibonceng rekannya, Taufik. Taufik sendiri selamat dari kecelakaan.

Kecelakaan terjadi saat mereka melaju dari arah Selatan (Sidoarjo) ke arah Surabaya. Ketika memasuki bundaran Waru, Taufik yang masuk tikungan dari jalur sebelah kiri mencoba memacu motornya lebih kencang untuk segera memotong ke kanan masuk jalur ke arah Surabaya.

Tapi naas, pada waktu bersamaan, sebuah bus juga melaju cukup kencang di belakang mereka dan diperkirakan mengarah ke jalur tol Waru. Karena motor Mio yang dikemudikan Taufik memotong ke kanan sedangkan bus berbelok ke kiri, terjadi benturan antara motor dan bagian depan bus sebelah kiri. “Sepertinya bagian depan bus kena bagian belakang motor Mio dan badan Faris, jadi mereka terjatuh,” tambah Refi yang pada saat kejadian posisinya di belakang dua rekannya. ain/rey/rie

Sumber: http://www.surya.co.id/2010/10/25/bus-tewaskan-2-orang.html

Butuh bandeng, udang, kepiting

Senin, 25 Oktober 2010


Kraksaan(25/10) Butuh ikan, bandeng, udang, kepiting.?yang masih seger-seger salah satu UKM di kota kraksaan datang saja kerumah arroby, di dusun gilin desa kebonagung - kraksaan .1 kilometer ke utara dari Glora merdeka. Dan usaha pemasaran Arroby ini sampai gending, leces , mayangan dan bangil bila anda berminat silakan hub 085236999585


gambar kepiting telur



gambar kepiting telur



gambar kepiting super



gambar udang windu

Sumber: http://www.kraksaan-online.com/2010/10/butuh-ikan-bandeng-udang-kepiting.html

Nenek Tewas Dilindas Bus

Senin, 25 Oktober 2010

SIDOARJO – Pemberhentian penumpang bus di Terminal Bungurasih kemarin pagi tiba-tiba geger. Sebab, Zainab Baagil, 68, warga Poh Jejer, Gondanglegi, Mojokerto, tergeletak dalam kondisi bersimbah darah setelah terlindas roda depan PO Mira yang baru saja menurunkan penumpang.

Berdasar data yang dihimpun Jawa Pos, bus N 7497 VS itu tiba di Terminal Bungurasih sekitar pukul 07.43 dengan memasuki jalur tiga. Bus yang dikemudikan Puro Basuki, 58, warga Kalirejo, RT 01, RW 01, Dringu, Kabupaten Probolinggo, itu pun menurunkan sekitar 40 penumpang.

Berdasar catatan Polsek Waru, korban adalah penumpang bus itu sendiri. Korban turun dari pintu depan dan langsung berjalan ke arah dalam terminal dengan melewati depan moncong bus. Diduga, korban terlalu dekat dengan bus sehingga tidak terlihat. ”Kalau jaraknya satu meter di depan saya, masih terlihat. Ini saya sama sekali tidak lihat,” ucap Puro.

Kapolsek Waru Kompol Agus Widodo menyatakan, pihaknya sudah menetapkan Puro sebagai tersangka. Dia dijerat dengan pasal 359 KUHP. ”Intinya, kelalaian yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia.” (eko/c13/ib)

Sumber: http://www.jpnn.com

Kencan yang gagal

Monday, October 25, 2010

Maksud hati ingin menyambut kehadiran saudara sesama biker dari Evergreen-Lumajang yang akan melaju di wilayah kami.

Maka minggu tanggal 17 Oktober kita berangkat agak siang, supaya waktunya tepat bisa bertemu di titik yang telah ditentukan.

Dimulai start jam 7.30, karena Hudha harus berganti tunggangan akibat masalah pada disc brake, kemudian meluncur dari Leces Permai melaju menujuk Pondok Wuluh, Kedungrejo, Besuk hingga Bantaran.

Sampai Legundi, masih tidak ada masalah, meski tanjakan sudah mulai menyapa. Karangnyar, Kedawung terus digowes padahal beban semakin berat.

Masuk Kuripan, jarak antar kami semakin menjauh, namun jalan aspal mulus membuat beban berat seakan tak dirasakan.

Namun menjelang akhir kecamatan Kuripan sudah mulai nampak ujung hutan sudah mulai beruntunan, dan mengingat jarak yang ditempuh masih jauh, maka diputuskan mencari tumpangan sampai masuk di hutan kecamatan Sumber.

Alhamdulillah sebuah pickup L300 yang masih baru rela mengangkut kami sampai melewati tanjakan pinus dengan gratis.

Rencana kita akan stand by di Pasar Tempuran, namun ternyata kendaaraan tumpangan sudah sampai ke tujuannya 2 KM sebelum tempat yang kami tuju.

Akhirnya kita gowes sambil sesekali TTB, mengambil jalan pintas diantara rerimbunan hutan pinus yang cukup rapat dan licin.

Butuh waktu hampir 1 jam untuk melalui jarak 2 KM ini, karena "nikmat"nya rute yang dilalui.

Sesampai di pasar Tempuran, waktu sudah hampir jam 10, kita mengisi perut terlebih dahulu, karena rute selanjutnya tak akan menemukan warung makan.

Tandas, nasi sepiring, dilanjutkan ke jalanan menurun tajam ke arah timur, dan seperti biasa, dimana ada turunan pastik diikuti saudara kembarnya yaitu tanjakan.

Sampai masuk ke desa Cepoko, istirahat sejenak sambil mencari plastic untuk proteksi perlengkapan elektronik yang dibawa diantaranya handphone, camerda digital & GPS, karena semakin menanjak mendung semakin gelap.

Setelah pertigaan pertama belok kiri ke arah timur menuju ke stasiun pemancar ulang TVRI yang berada di ketinggian 1200 mdpl.

Sempat bercengkerama dengan petugas penjaga, yang sudah puluhan tahun dinas di daerah terpencil yang tak bertetangga ini, sambil mencari informasi jalur alternatif yang layak untuk dijelajahi.

Akhirnya diperoleh petunjuk untuk mencoba rute Ramba'an - Jatisari, meski informasi dari petugas tersebut jalan tak layak dilewati, namun bagi kami ini sebuah tantangan.

Berpamitan dengan sang petugas yang sempat menyuguhi kami dengan air hangat sehangat sapaannya kepada kami, sungguh terasa nikmat ketika cuaca dingin dan gerimis mulai membasahi jalan.

Keluar dari area stasiun relay TVRI, masih ditemani aspal yang sudah tua tak sampai 500 meter, setelah itu jalan belok kiri, sesuai arahan yang kami terima.

Dan tantangan yang maha berat ada di depan mata. Tidak hanya cuaca gerimis yang mengguyur, jalanan yang turun terlalu tajam dan panjang, menjadi ciri khas jalan baru hasil karya anak negeri sendiri.

Tidak sama dengan jalanan tanjakan hasil karya penjajah Belanda yang mementingkan faktor kenyamanan dan keamanan bagi pengendara.

Sepertinya desain jalan ini, hanya menarik garis lurus saja, beda dengan jalanan karya jaman dahulu yang dibuat berkelok-kelok, agar diperoleh sudut yang aman meski mungkin jarak tempuh sedikit lebih jauh.

Yah.. apa boleh baut... mereka mampunya seperti ini....

Kembali ke jalur yang dilalui, ternyata amat licin membuat perjalanan agak melambat, bahkan lebih lambat daripada penduduk lokal yang kita temui sambil memanggul rumput serta kayu bakar.

Beberapa kali ada yang terjatuh, bahkan tulang kering memar maupun luka gores sampai di pertigaan dukuh Napulo yang terdapat masjid cukup besar namun belum selesai direnovasi.

Sempat sholat di masjid ini, namun menggunakan sarung pinjaman kependuduk sekitar, dan hebatnya.. sarung yang mereka pinjamkan masih baru dan terdapat cap/stiker merk ternama.

Terima kasih untuk pinjaman sarungnya.... semoga amal ibadah orang tersebut diterima Allah SWT.

Perempatan ini menghubungkan kebun teh desa Cepoko di selatan yang jalannya menanjak tajam, dari barat yang kami lalui menghubungkan ke kecamatan Sumber, arah timur menuju Rambaan yang nantinya bisa tembus ke Klakah/Gunung Tengu, dan ke arah utara, terdapat turunan tajam ke arah desa Jatisari.

Dan jalanan masih saja berhiaskan batu yang tertutupi tanah liat. Beruntung turun dari perempatan ini ternyata jalanan mengering, karena curah hujan hanya turun di puncak gunung.

Melalui track ini seakan tanpa hambatan namun ekstra hati-hati karena dibeberapa tempat terdapat lubang yang cukup besar dengan kecepatan maksimum bisa mencapai 50 KM/jam.

Memasuki desa Jatisari lembah tempat tinggal kami tampak di sisi kanan, terasa indah dilihat dari ketinggian.

Jalanan aspal mulai menemani meski awalnya banyak berlubang sampai akhirnya aspal halus mulus terus hingga pertigaan Karang Anyar, Kedawung, Legundi, Bantaran sampai akhirnya tiba dirumah pukul 15.00.

Alhamdulillah perjalanan ini meski sedikit luput dari tujuan, namun bisa menemukan track baru yang menguras ketahanan fisik terutama otot paha di saat tanjakan, dan melelahkan lengan dan punggung disaat turunan.

Sumber: http://gss-leces.blogspot.com/2010/10/kencan-yang-gagal.html

Derita Kakak-Adik Korban Ledakan Elpiji di Kota Probolinggo

Wajah Menghitam, Operasi Tak Ada Biaya

Jumaadi dan Rohim harus menjalani perawatan di RSUD Dr Moh. Saleh, Kota Probolinggo. Kakak dan adik warga Jalan KH Hasan Genggong, Wonoasih, itu mengalami luka serius karena ledakan elpiji. FAMY DECTA M., Probolinggo

PANAS... panas.... aduh...,’’ keluh Jumaadi sambil berbaring tak berdaya di bed kelas III ruang Bougenvile RSUD Dr Moh. Saleh.

Di depannya, si adik Rohim duduk di bed menempel tembok. Liana Hasyim, ibu Jumaadi dan Rohim, sibuk mengipas-ngipasi tubuh Jumaadi yang terkena luka bakar serius.

Jumaadi, 29, mengalami luka serius ketimbang adiknya. Wajah Jumaadi berwarna hitam dan melepuh.

Tubuh bagian dada, tangan, dan sedikit kaki terluka kena ledakan elpiji pada Kamis siang lalu tersebut. Sedangkan luka Rohim tidak separah Jumaadi. Muka Rohim pun menghitam alias gosong. Rambutnya masih kaku dan terbakar. Pemuda berusia 19 tahun itu masih bisa berbicara meski agak bergumam.

’Besok (hari ini) katanya disuruh operasi wajah (Jumaadi). Biaya lagi, kami dapat uang dari mana,’ tutur Eva Nurdiana, istri Jumaadi yang menemani suaminya di rumah sakit. Eva dan keluarga suaminya kebingungan soal biaya rumah sakit.

Biaya berobat Jumaadi dan Rohim selama penanganan di UGD (unit gawat darurat) belum terlunasi.

Paramedis menyarankan keluarga membeli kelambu untuk kedua pasien tersebut. Tujuannya, kelambu itu supaya luka Jumaadi dan Rohim tidak dihinggapi lalat.

Bila sampai itu terjadi, luka tersebut bisa membusuk. Karena biaya terbatas, keluarga baru beli sekelambu.

Mestinya, pembelian kelambu tidak perlu terjadi bila kedua pasien itu pindah ke kelas lebih bagus. Sebab, di ruangan itu tidak terdapat banyak pasien. ’Maunya kakak ini pindah saja. Tapi mau bagaimana lagi, biayanya tidak ada,’ ujar Musdhalifa, adik Jumaadi.

Musdhalifa dan Eva menceritakan, sejak setahun lalu Jumaadi berjualan elpiji ukuran 3 kg dan 12 kg di rumahnya di lingkungan RT 5/RW 1, Kelurahan Sumbertaman, Kecamatan Wonoasih.

Sejak memutuskan berdagang elpiji, sisi rumah paling barat dijadikan tempat menyimpan elpiji sekaligus toko.

Di situlah Jumaadi menyimpan elpiji kosong maupun yang ada isinya. Kamis siang (21/10) pukul 14.00 Jumaadi mencium bau elpiji bocor di sekitar rumahnya.

Pada saat bersamaan, ternyata Rohim sedang merebus air di dapur. Waktu itu Jumaadi belum menemukan tabung mana yang bocor. Tapi, ledakan keburu terjadi. Jumaadi terlempar hingga pintu tokonya ambrol.

Sedangkan Rohim yang baru saja mematikan kompor tiba-tiba dikejar api. Dia lari, tapi tetap tak lolos dari api.

Rohim yang saat itu berpakaian utuh menjadi telanjang. Pakaiannya habis terbakar dan hanya tersisa celana dalamnya. Dalam keadaan terbakar, Rohim masih bisa menyiramkan air ke sekujur tubuhnya.

Sedangkan Jumaadi hanya bisa gulung-gulung di pelataran rumah. ’Adik saya itu kena flu, Hidungnya punya polip. Jadi ndak bau kalau ada elpiji bocor,’’ kata Musdhalifah, saat kejadian sedang berada di rumah mertuanya.

”Kami benar-benar berharap ada bantuan dari dermawan, pemerintah atau Pertamina. Karena kami sungguh tidak memiliki biaya lagi,” ucap Eva dengan nada lirih diamini Musdhalifa dan mertuanya. (yud/bh)

sumber: http://www.jpnn.com