Senin, 11 Oktober 2010

Diusulkan Jalan ke Pelabuhan Senilai Rp 200 M

Senin, 11 Oktober 2010 | 10:12 WIB

PROBOLINGGO - Selesainya proyek dermaga baru Tanjung Tembaga, Kota Probolinggo belum disertai jalan akses ke pelabuhan yang memadai. Pemkot Probolinggo dan administrator pelabuhan (Adpel) pun mengusulkan jalan akses 5 km dari Ketapang-Mayangan. ”Sudah diusulkan ke pusat dana Rp 200 miliar untuk pembangunan jalan akses ke pelabuhan baru,” ujar Administrator Pelabuhan Probolinggo, Wiliyanto, Minggu (10/10) malam.

Jalan akses itu direncanakan melintasi sebagian jalan lingkar utara (JLU) di Kel Mayangan terus ke barat hingga tembus di sebelah utara Pos Polisi Pilang, Kota Probolinggo. Dengan demikian, jalan akses itu keluar-masuknya langsung menyambung ke jalan nasional jurusan Probolinggo-Surabaya. ”Melihat gambar rencananya, sebagian ruas jalan bakal menembus kawasan hutan mangrove hingga tembus di Ketapang,” ujar Wiliyanto.

Jalan akses ke pelabuhan, kata Adpel, diperlukan agar lalulintas secara umum tidak terganggu arus barang dari dan ke pelabuhan. ”Tanpa akses jalan memadai, kelancaran bongkar-muat barang di pelabuhan bakal terganggu,” ujarnya.

Soal jalan akses pelabuhan itu, sebelumnya juga sempat diungkapkan Walikota HM Buchori SH MSi. Begitu dermaga pelabuhan baru Tanjung Tembaga senilai Rp 90 miliar selesai dibangun, pemerintah pusat bakal membangun jalan akses pelabuhan. ”Jalan akses pelabuhan dananya sekitar Rp 200 miliar. Jalan milik Pelindo dinilai sudah tidak layak lagi karena terlalu sempit,” ujar walikota.

Kelak, jalan akses ke pelabuhan itu dibangun di sisi barat jalan milik Pelindo. “Jadi nanti tidak lagi melalui jalan Pelindo, langsung dari pelabuhan ke JLU,” ujarnya.

Jalan akses pelabuhan bakal dikerjakan PT Adhi Karya. ”Syukurlah yang mengerjakan BUMN sendiri, yakni PT Adhi Karya. Kalau yang mengerjakan kontraktor lokal bisa ruwet,” ujar walikota.

Keberadaan jalan akses pelabuhan sangat diperlukan mengingat ruas JLU di Mayangan dinilai tidak akan kuat menahan beban berat kendaraan petikemas. ”JLU memang diperuntukkan kendaraan angkutan barang bertonase besar, tetapi tetap tidak kuat menahan beban kendaraan pengangkut petikemas,” ujar Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Drs Ec H Sunardi Msi.

Dishub mencatat, berat maksimum muatan kering petikemas 20 kaki mencapai 24.000 Kg (24 ton). ”Dan untuk 40 kaki yang termasuk high cube container mencapai 30.480 kilogram,” ujarnya.

Sehingga berat muatan bersih yang bisa diangkut petikemas adalah 21.000 Kg untuk 20 kaki dan 26.600 Kg untuk 40 kaki. Karena itu kondisi jalan akses menuju pelabuhan harus dipersiapkan agar kuat menahan beban berat petikemas.

Yang jelas, hingga kini, terdapat 4 perusahaan yang bakal menggunakan petikemas melalui Pelabuhan Tanjung Tembaga, Kota Probolinggo. ”Sedangkan kapasitasnya mencapai 5.664 petikemas per tahun atau rata-rata 472 petikemas per bulan,” ujar Sunardi.

”PT Kertas Leces (PT KL) bakal membongkar batubara asal Kalimantan di pelabuhan Probolinggo, November atau Desember 2010 mendatang,” tambah Adpel Wiliyanto. Pabrik kertas milik BUMN itu bakal mendatangkan 38.000 ton batubara dalam sekali angkut. Selanjutnya bahan bakar untuk boiler batubara itu diangkut dengan truk ke pabrik PT KL di Desa Leces, Kec. Leces, Kab. Probolinggo. isa

Sumber: http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=80de47d7309654c8de0fd54726cab0fd&jenis=1679091c5a880faf6fb5e6087eb1b2dc

Jagung Semiorganik Probolinggo Tak Mendapat Apresiasi

Senin, 11 Oktober 2010 | 10:12 WIB

PROBOLINGGO - Dibandingkan beras semi organik, jagung semiorganik di Kota Probolinggo bernasib lebih jelek. Karena diorientasikan untuk pakan ternak, jagung semiorganik dihargai sama dengan jagung nonorganik.

“Beras semiorganik yang kami hasilkan masih laku keras meski dijual lebih mahal Rp 1.000 per kilogramnya dari beras nonorganik atau beras biasa. Tapi harga jagung semiorganik sama dengan jagung nonorganik,” ujar Saiful Badri, ketua Kelompok Tani Harapan Jaya, Kel Jrebeng Lor, Kec Kedopok, Kota Probolinggo, Minggu (10/10).

Saiful mencontohkan, ketika beras nonorganik (mutu sedang) di pasaran harganya sekitar Rp 5.000, beras semi organik yang dijual Rp 6.000/kg laku keras. Bahkan ketika ada pengusaha dari Malang yang memesan beras semiorganik 1,5 ton per minggu, Saiful pun kaget. “Terus terang kami kewalahan, dapat dari mana beras semi organik sebanyak itu,” ujarnya. Sejumlah hypermarket di Surabaya juga menanyakan produk pertanian organik mulai beras, sayuran, hingga buah-buahan di Probolinggo.

Anehnya, ceruk pasar yang tinggi itu tidak berlaku bagi jagung semiorganik yang dihasilkan kelompok tani di Probolinggo. “Tetapi saya dan teman-teman petani tetap menerapkan pertanian semiorganik karena lebih hemat biaya,” ujarnya.

Saiful mengakui menanam jagung 0,3 hektare hanya butuh biaya Rp 200 ribu. Karena masih semiorganik, digunakan pupuk nonpabrikan. Lahan jagung dipupuk dengan 1 ton pupuk organik dari kotoran sapi (tlethong). “Hasilnya lumayan, 2 ton jagung gelondongan (kering sawah) atau setara 4 kuintal pipilan kering,” ujarnya.

Melalui pertanian semiorganik pula, Saiful tiap tahun bisa menanami sawahnya 1 kali padi dan 3 kali jagung. “Saat menanam jagung, tanah tidak kami olah. Sisa batang jagung kami benamkan ke tanah untuk pupuk,” ujarnya.

Diakui, hasil pertanian organik atau semiorganik sebanyak pertanian nonorganik. “Tetapi dihitung-hitung, pertanian organik biayanya sangat murah. Selain itu masalah kesehatan menjadi pertimbangan utama,” ujar Saiful.

Padi organik misalnya, paling-paling dalam 1 hektare hanya menghasilkan 6 ton. Padahal padi nonorganik bisa 9-12 ton per hektare. “Tetapi beras organik di Surabaya, saya dengar harganya Rp 23 ribu per kilogram,” ujarnya.

Ditanya harga jagung semiorganiknya, Saiful mengatakan, jagung gelondongan (kering sawah) dihargai sekitar Rp 130 ribu/kuintal (Rp 1.300/kg). Sementara jagung pipilan kering dihargai Rp 2.600/kg. “Jagung semiorganik atau nonorganik sama saja harganya. Mungkin karena untuk pakan ternak, peternak atau pabrikan tidak membeda-bedakan lagi mana jagung yang sehat,” ujar Saiful.

Dinas Pertanian (Disperan) Kota Probolinggo mencatat, sebagian besar produksi jagung petani memang terserap untuk pakan ternak. “Hanya sebagian kecil yang dikonsumsi orang,” ujar Kabid Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) pada Dispertan Probolinggo, Gogol Sudjarwo.

Gogol mengatakan, pada musim kemarau (MK) I ini areal jagung di Kota Probolinggo terhampar sekitar 1.200 haa. Sementara pada pada MK II (Juni-Agustus) petani yang menanam jagung lebih banyak lagi, 2.000-2.500 ha. Sehingga selama 2010 ada hamparan 5.000 ha tanaman jagung. Produksi jagung di Probolinggo tergolong bagus, 8,5-8,9 ton jagung pipilan kering per hektare.

Pada 2009, petani Kota Probolinggo membuka lahan tanaman jagung 4.245 Ha. Dengan rata-rata produksi 8,1 ton/hektare (pipilan kering) produksi total mencapai 34.484 ton. Gogol mengatakan, semua produksi jagung petani bisa terserap pasar. “Sebagian besar diserap pabrik pakan ternak melalui sejumlah pedagang pengepul,” ujarnya.isa

Sumber: http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=086384a62184db7d4749dda82410dec6&jenis=1679091c5a880faf6fb5e6087eb1b2dc

Tak Kalah seru dengan Mancing Mania

Senin, 11 Oktober 2010

Kraksaan(11/10) Pulau Gili Ketapang, sejarah dan keunikannya Gili Ketapang merupakan pulau yang indah, terletak 5 mil lepas Pantai Utara Probolinggo. Butuh waktu 30 menit naik perahu motor Dibagian timur dan selatan pulau tersebut membentang pasir putih yang lautnya belum tercemar dan nampak kebiru-biruan. Saat laut tenang, pengunjung bisa melihat bunga karang yang indah dan berbagai jenis ikan hias berwarna-warni. Pulau seluas 68Ha dihuni 8000 jiwa, sebagian besar warganya Suku MAdura dan hamper 90% menjadi nelayan yang menggantung hidupnya di langit.





Keunikan lain dari pulau ini adalah kepercayaan masyarakat setempat tentang asal-usul nama Gili-Keatapang, bahwa pulau ini mempunyai kekuatan ghaib yang bergerak lamban ke tengah laut. Semula pulau ini menjadi satu dengan daratan desa Ketapang kecamatan Sumberasih. Ketika gunung Semeru meletus terjadilah gempa bumi yang sangat dahsyat sehingga sebagian daratan desa ketapang terpisah ketengah sejauh 5 mil dari Kota Probolinggo. Sebagian daratan menjadi sebuah pulau yang bergerak. Oleh sebab itu masyarakat setempat menyebut pulau tersebut dengan nama “Gili-Ketapang” yang berasal dari bahasa Madura yang artinya “mengalir” adalah nama desanya.



Jajaran perahu nelayan yang tengah beristirahat menunggu waktu melaut dimalam hari menandakan 8000 jiwa penghuni pulau ini adalah keluarga nelayan. Bau khas ikan dijemur dan deru mesin perahu nelayan yang kadang berubah fungsi menjadi kapal penumpang mempertegas suasana perkampungan nelayan pulau itu.



Jika cuaca cerah dan angina tampak bersahabat, tampak bersahabat, jasa angkutan kapal nelayan itu selalu bersedia mengantar anda di kapal penumpang, logat osing (dialek bahasa madura) terdengar akrab ditelinga. Memang duduk menunggu diatas geladak perahu sambil berdesak-desakan merupakan hal biasa. Tapi jangan harap menikmati jasa perahu eksekutif.

Jika hari sedang ramai tak kurang tiap 15 menit kapal akan beranjak dari pelabuhan menuju pulau Gili. Setelah perjalanan kurang lebih 30 menit, anda juga akan menemukan keindahan pemandangan dasar laut yang tersaji begitu jelas di dasar perairan.

tentu anda dapat menyalurkan hobi memancing di sekitar perairan pulau. Kalu mau, anda bisa menyewa kapal nelayan sebesar 50 ribu untuk tiga sampai empat jam. Disana anda juga bisa membeli hasil tangkapan laut yang dijual penduduk pasar, untuk sekedar oleh-oleh.

Sumber: http://www.kraksaan-online.com/2010/10/tak-kalah-seru-dengan-mancing-mania.html