Selasa, 20 Juli 2010

Jika gagal, 10.000 MW bisa perbesar subsidi listrik

Senin, 19/07/2010 15:55:02 WIB
Oleh: Rudi Ariffianto

JAKARTA (Bisnis.com): Kekurangan subsidi listrik diperkirakan membengkak apabila proyek 10.000 MW tahap pertama gagal memenuhi target untuk menuntaskan sekitar 2.700—3.000 MW pada tahun ini.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh mengatakan ketika menghitung kekurangan subsidi Rp4,8 triliun, yang diputuskan untuk dikompensasi dari kenaikan tariff dasar listrik (TDL) per 1 Juli lalu telah memperhitungkan masuknya pembangkit 10.000 MW tahap pertama.

Darwin sebelumnya mengatakan pada semester I 2010, diharapkan PLTU batu bara yang dibangun perusahaan-perusahaan China itu akan tuntas dan masuk sistem sebanyak 50% dari total rencana proyek. “Ketika menghitung kekurangan subsidi listrik itu, pemerintah memasukkan rencana masuknya beberapa pembangkit 10.000 MW,” katanya hari ini.

Dirut PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Dahlan Iskan mengatakan sejauh ini proyek percepatan pembangkitan tahap I itu baru menyelesaikan satu pembangkit saja, yaitu PLTU Labuan. Hingga akhir tahun, PLN masih berupaya untuk mengejar penyelesaian PLTU dengan kapasitas total 2.700—3.000 MW.

“Paling sedikit 2.700 MW, diusahakan 3.000 MW masuk pada kuartal ketiga dan empat tahun ini. Pembangkit-pembangkit itu meliputi Rembang [600 MW], Indramayu [600 MW], Paiton 3 [600 MW], Suralaya 8 [600 MW], dan Lontar [300 MW],” ungkapnya.

Dahlan mengatakan apabila target penyelesaian proyek itu meleset, akan berkonsekuensi pada pembengkakan kebutuhan subsidi. “Waktumenghitung kebutuhan subsidi Rp4,8 triliun yang dananya dicarikan lewat kenaikan TDL itu kami sudah perhitungkan masuknya pembangkit baru dengan kapasitas 2.700 MW. Jadi, kalau telat bisa bengkak beban subsidinya.”

Dia menjelaskan keterlambatan penyelesaian proyek 10.000 MW tahap I tersebut disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, proses administrasi pinjaman dari China yang lamban. Kedua, pembebasan tanah yang sulit sehingga timbul masalah baru berupa keterlambatan desain.

“Sebab desain tidak bisa muncul kalau tanahnya belum ada. Terakhir adalah masalah manajemen proyek, karena selama ini proyek-proyek itu ditangani oleh General Manager. Tapi persoalan lainnya masih banyak dan ruwet, tetapi fokus kami sekarang bagaimana melihat kedepan agar proyek-proyek itu tidak makin terlambat.”

Pada tahapan awal, Dahlan mengatakan telah memutuskan untuk merombak sistem manajemen 10.000 MW. Setiap proyek, tuturnya, akan diawasi oleh seorang kepala proyek, yang dulu fungsinya dirangkap oleh General Manager.(msb)

Sumber: http://web.bisnis.com/sektor-riil/tambang-energi/1id194115.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar