Jumat, 24 September 2010

40 Tahun Menunggu Lepasnya Tanah Bandha Desa

Jumat, 24 September 2010 | 10:27 WIB

OLEH IKHSAN MAHMUDI

KASUS tanah bandha desa (tanah kas desa/TKD) Desa Jati, Kec Mayangan, Kota Probolinggo ditempati 14 rumah warga sejak 40 tahun silam itu ibarat bisul menahun. ’Bisul’ itu pecah dalam voting Pansus DPRD, kemarin. Hasil voting, 7 anggota Pansus Kasus Tanah Bandha Desa DPRD Kota Probolinggo setuju pelepasan tanah. Sedangkan 6 orang minta ruilslag ditunda.

Pelepasan tanah yang dimaksud adalah, TKD seluas 3.650 meter persegi itu ditukar guling (ruilslag) oleh 29 KK (kepala keluarga) penghuni 14 rumah di TKD itu, dengan tanah sawah di Kel Kareng Lor. Namun, warga masih utang Rp 30 juta karena iuran beli sawah itu masih terkumpul Rp 50 juta, sementara harga sawah Rp 80 juta.

Kasus ini bermula tahun 1970. Jati yang kini menjadi keluruhan, saat itu masih berstatus desa dan memiliki TKD seluas 3.650 meter persegi. Kini, TKD itu berubah menjadi permukiman Jl MT Haryono Gang VB. Tanah itu ditempati 24 rumah dengan 29 KK.

“Syukur alhamdulillah, akhirnya DPRD mau menyetujui pelepasan tanah bandha desa. Terus terang kami ingin kejelasan status tanah yang kami tempati sejak 1970,” ujar Soewondo (70), tokoh warga Gang VB Kel Jati.

Pensiunan TNI AL berpangkat terakhir sersan mayor (Serma) itu tampak berkaca-kaca mendengar berita DPRD menyetujui pelepasan bondhodeso. “Sudah lama warga menunggu. Sebagian besar warga pemula kampung ini sudah meninggal, tinggal beberapa yang masih hidup, termasuk saya,” ujarnya.

Soewondo menceritakan, tanah bondhodeso di dekat rel kereta api (KA) itu awalnya berupa rawa. Pada 1970, sejumlah tentara mengajukan izin menempatinya. Warga harus menguruk dengan material tanah. “Saya sampai menghabiskan 10 dump truk, ditambah 15 pikap tanah uruk,” ujar Soewondo.

Selang 7 tahun, warga penghuni kampung rawa itu diminta membuat surat pernyataan. Intinya, pihak desa tak keberatan TKD ditempati warga karena tidak bisa diambil manfaatnya lagi oleh desa. Selain itu, warga bersedia membelinya jika kelak desa menjualnya. Jika kelak warga tak mampu beli, rumahnya bisa dibongkar tanpa ganti rugi.

“Ini salah satu pernyataan yang ditandatangani Kiai Toerijati dan ditandatangani Kades Soeparno pada 5 Januari 1977,” ujar Ketua Pansus DPRD HM Yusuf Susanto. Surat pernyataan juga menyatakan, warga tidak bakal menjual tanah itu kepada orang lain.

Sejarah tanah terus menggelinding. Warga RT 1/RW 3 Kel Jati menginginkan kejelasan status tanah yang mereka tempati. Dengan dikoordinasi Ketua RT 1 Subiyantoko, warga siap menukar guling (ruilslag) tanah yang mereka tempati dengan tanah pengganti.

Selaku Ketua Panitia Penyelesaian Tanah Bandha Desa, Subiyantoko menyurati Walikota HM Buchori SH MSi pada 21 Mei 2007 soal kesediaan warga me-ruilslag tanah di Gang VB dengan tanah pengganti. Akhirnya DPRD membantu Pansus kasus ini.*

Sumber: http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=a1fd7136ae21c5ad3aa9d5d3873825a1&jenis=1679091c5a880faf6fb5e6087eb1b2dc

Pupuk Organik Makin Diminati

Jumat, 24 September 2010 | 09:05 WIB

PROBOLINGGO - Tren pertanian organik dan semiorganik juga berpengaruh terhadap kebutuhan pupuk jenis organik. Permintaan pupuk yang dibuat dari sampah organik dan kotoran ternak (tlethong) pun “laris manis”.

“Kami sampai kewalahan melayani permintaan pupuk organik dari Sidoarjo, belum lagi di Probolinggo sendiri,” ujar Saiful Badri, pembuat pupuk organik di Kel. Jrebeng Lor, Kec. Kedopok, Kota Probolinggo.

Dikatakan pengusaha pupuk di Sidoarjo meminta kiriman 8 ton pupuk organik/dua minggu. “Saya dengar di Sidoarjo, pupuk organik kiriman saya diolah menjadi pupuk granule (butiran, Red.) yang kemudian dijual lagi ke Makassar, Sulsel,” ujarnya.

Saiful yang juga Ketua Kelompok Tani Harapan Jaya menambahkan, tren pertanian modern mengarah ke organik. “Sebenarnya, kami membuat pupuk organik untuk melayani anggota kelompok tani sendiri sebanyak 50 orang dengan lahan 60 hektare,” ujarnya.

Dengan 40 ekor sapi yang dimiliki anggota kelompok tani, Saiful memproduksi pupuk organik. “Ternyata banyak petani dan pengusaha dari luar daerah juga membeli pupuk organik kami,” ujarnya.

Selain dibuat dalam bentuk padat, pupuk organik “made in” Jrebeng Lor itu berupa cairan. Pupuk padat dibuat dengan bahan baku tlethong sebanyak 1 ton dicampur air 200 liter dan zat pengurai. “Zat pengurai ini saya peroleh dari I Putu Kamyang dari IPB Bogor,” ujarnya.

Pupuk organik padat itu dijual dengan harga Rp 425/kg. Selain itu Saiful mengaku membuat pupuk organik cair dari air seni (kemih) sapi, air kelapa, dan limbah cair tahu. “Komposisinya, kemih sapi 40 liter, air kelapa 40 liter, dan 120 liter limbah cair tahu,” ujarnya.

Untuk menampung kemih sapi, kandang ternak disemen (dicor) dan dilengkapi saluran drainase. “Kalau air kelapa gampang dicari di pasar, tinggal pesan ke pedagang yang jual kelapa kupas. Air kelapa biasanya kan dibuang percuma,” ujar Saiful.

Banyaknya permintaan pupuk organik juga diakui Ir H Suhadi MM, pemilik peternakan sapi di Tegalbero, Kel. Wirogunan, Kec. Purworejo, Kota Pasuruan. Peternak yang mempunyai 140 ekor sapi pedaging Australia, 200 kambing dan domba berbagai jenis (ettawa, morino, samben, ekor gemuk, dan Garut) dan juga ratusan kelinci itu mengaku, kotoran ternaknya laris manis.

Tlethong di peternakan saya tidak terbuang percuma, setelah diolah menjadi pupuk organik, laku dijual Rp 425 per kilogram,” ujarnya, Jumat (24/9) pagi tadi. Alumni Fakultas Pertanian (FP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu mengaku kewalahan melayani permintaan pupuk organik.

Tlethong juga bisa diolah menjadi gas methane. “Gas methane dari tlethong digunakan menggerakkan gen-set yang menghasilkan 1.200 Watt listrik, gratis untuk warga sekitar,” ujarnya.

Sementara itu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengolahan Sampah dan Limbah di bawah Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Probolinggo setiap bulan melempar 200 sak pupuk organik ke pasaran. Setiap sak berisi 20 Kg pupuk yang berasal dari sampah organik ang kemudian dihancurkan dengan zat pengurai. Pupuk dari sampah buangan rumah tangga itu dijual dengan harga Rp 750/Kg.

Dinas Pertanian mencatat, dari luas total wilayah Kota Probolinggo, 25.000 hektare, sebagian besar (62,47%) merupakan lahan pertanian. Dominasi lahan pertanian ini menuntut ketersediaan pupuk yang tinggi untuk pengelolaan pertanian.

Setiap tahun, petani di Kota Probolinggo membutuhkan pupuk sekitar 3.000 ton pupuk pabrikan dan sekitar 12.000 ton pupuk organik.

Kepala UPT Pengolahan Sampah dan Limbah, Lucia Aries menduga, naiknya permintaan pupuk kompos yang diproduksi di kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Sukabumi dan TPS Ungup-Ungup itu karena dipicu mahalnya pupuk pabrikan.

Dari total sekitar 40 ton sampah yang masuk TPA Sukabumi setiap harinya, sebagian besar didominasi sampah organik (70%), sementara sisanya adalah sampah non-organik (30%). Dikatakan tidak semua sampah organik yang masuk TPA bisa kami olah menjadi kompos.

Yang menjadi permasalah, sampah yang dihasilkan rumah tangga dan pasar, bercampur baur antara sampah organik dan non organik. Sehingga pengelolaan sampah harus melalui pemilahan. ”Sampah organik dan non organik dipisahkan. Organik untuk bahan pembuatan kompos dan non organik didaur ulang,” ujarnya.

Unit pengolahan sampah di TPA Sukabumi setiap bulan menghasilkan sekitar 7 ton kompos. Sementara itu di TPS Ungup-Ungup, sekitar 600 Kg - 1,5 ton ton sampah bisa diolah menjadi 180-450 Kg kompos per hari.

Selain banyak dibeli petani sayur dan tanaman hias di lokal Probolinggo, kompos made in Probolinggo itu dijual hingga Jember dan Banyuwangi. isa

Sumber: http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=5ba89750fea7cde97dc87aa129befe40&jenis=c81e728d9d4c2f636f067f89cc14862c

Siswa MTs Polisikan Guru MAN

Jumat, 24 September 2010

Probolinggo - Surya- Ilham Effendi, 14, siswa Kelas IX MTsN Pajarakan dengan diantar ayahnya, Didik Pujiadi, 42, melaporkan Sudarto, guru MAN Pajarakan ke Polres Probolinggo, Kamis (23/9).

Laporan itu dipicu persoalan sepele. Ilham mengaku dipukul Sudarto di sela-sela jam kosong mapel biologi. Lokasi bangunan MTsN dengan MAN Pajarakan memang bersebelahan. Pada waktu, Sudarto tengah duduk santai di kantin bersama rekan-rekannya. Tiba-tiba dia mendengar ada suara memanggil namanya dengan suara lantang berkali-kali. Setelah ditelusuri, ternyata itu suara Ilham.

Merasa tidak nyaman dan dilecehkan, Sudarto memanggil Ilham mendekat di pagar pembatas antara lokasi MTsN dan MAN. Tapi, Ilham langsung menuding Sudarto dengan jari telunjuknya. Tak pelak, Sudarto memukul wajah Ilham dengan punggung telapak tangan.

Ilham lari terbirit-birit dan langsung pulang. Dia melaporkan kejadian itu kepada ibunya, Ny Siti Maimunah. Ayahnya, Didik, ngeluruk ke kantor MAN Pajarakan. Ketegangan berakhir dengan laporan ke Polres Probolinggo.

“Awalnya memang dia saya ejek. Tapi, saya kok ditampar,” ujar Ilham kepada Surya.

Sementara, Sudarto ketika dikonfirmasi di sekolahnya, tidak menampik soal kejadian itu. Tapi, dia mengaku tidak memukul dengan keras. Melainkan sebatas ngeplak pipi Ilham dengan punggung telapak tangan.

“Saya ini masih waras. Wong dia itu bukan siswa saya. Yang saya kesal, dia kok bersikap kurang ajar melecehkan orang tua di depan umum,” katanya.

Terkait laporan Ilham ke polres, Sudarto mengaku tidak mau ambil pusing. “Nanti saya akan laporkan balik, karena yang bersangkutan kerap merusak tanaman di MAN,” katanya. n tiq

Sumber: http://www.surya.co.id/2010/09/24/siswa-mtsn-polisikan-guru-man.html

Saksi Ahli Ringankan Terdakwa

[ Jum'at, 24 September 2010 ]

PROBOLINGGO - Kasus dugaan korupsi dana perjalanan dinas (perdin) DPRD Kota Probolinggo kemarin (23/9) kembali disidangkan di pengadilan negeri setempat. Sidang dengan terdakwa Direktur CV Indonesia Makmur (IM) Indah Wilujeng dan Nanang Koentjahjono itu memasuki tahap akhir pemeriksaan saksi. Yang dihadirkan kemarin adalah saksi ahli dari Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang.

Yang dihadirkan adalah seorang saksi ahli di bidang pengadaan barang dan jasa. Yakni Syaifu L. Unas, dosen Fakultas Teknik di Universitas Brawijaya (Unibraw). Saksi ini dihadirkan oleh kubu terdakwa Nanang Koentjahjono.

Karenanya dalam sidang yang dipimpin oleh Sih Yuliarti itu, saksi ahli banyak memberikan pernyataan yang meringankan terdakwa. Menurut saksi, dia berpendapat sesuai apa yang diatur Kepres 80 tahun 2003.

Penasihat hukum terdakwa Nanang mempertanyakan kaitan penawaran penyedia jasa hingga jenis kontrak. Syaiful menjelaskan, sesuai pasal 30 Kepres 80 tahun 2003, perjanjian kontrak antara CV Indonesia Makmur dan pihak DPRD adalah jenis kontrak lumpsum.

Dalam kontrak disebutkan jumlah anggaran dari APBD yang digunakan untuk perdin senilai Rp 90 juta, sesuai dengan SPK (surat perintah kerja). Pencairan dana bisa dilakukan setelah pelaksanaan kegiatan (perdin).

Apabila dalam kontrak tidak disebutkan harus ada rincian dalam pengajuan penawaran, maka daftar rincian itu tidak dapat menjadi dasar. "Rincian tidak dapat menjadi dasar," katanya. Untuk melengkapi prosedur pencairan dana, maka rekanan harus menyertakan rincian pertanggungjawaban kepada bendahara.

Menurutnya, lampiran bukti (pertanggungjawaban) tidak diatur dalam kepres tersebut. Saat evaluasi penerimaan terdapat daftar hadir, saksi ahli justru menegaskan jika daftar hadir sebenarnya tidak ada.

"Jika terdapat kelebihan anggaran dalam pelaksanaan, menurut saksi ahli itu menjadi hak rekanan atau bagaimana?," tanya salah satu penasihat hukum Nanang. Dosen yang punya sertifikat pengadaan barang jasa itu menuturkan jika yang mengetahui adanya selisih, untung atau rugi adalah penyedia jasa. "Perlu dilihat dari sisi mana kelebihan anggarannya itu," jawab dia.

Diketahui, CV Indonesia Makmur adalah rekanan DPRD Kota Probolinggo dalam perdin tahun 2007 silam. Tapi, dalam perdin yang ditangani CV ini dianggap ada masalah dalam keuangannya.

Dalam dakwaan sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) menyebutkan seluruh biaya perdin 4-8 November 2007 peserta dari DPRD dan satker Rp 174 juta. Sedangkan anggaran yang bisa dipertanggungjawabkan Rp 73.702.000. Sehingga negara dalam hal ini pemkot dirugikan Rp 100.298.000. Nanang dan Indah, mantan pasangan suami istri yang mengelola CV itu pun dijerat UU pemberantasan tipikor.

Nah, dalam sidang kemarin, Syaifu juga mendapat pertanyaan dari penasihat hukum Nanang tentang adanya rekanan yang saling kenal untuk ikut mengajukan penawaran. Yang ditanya apakah ada larangan untuk itu? Katanya tidak ada larangan itu kecuali ada pertentangan kepentingan dalam proses pengajuan penawaran.

Rekayasa dalam pengajuan penawaran bisa terjadi jika ada sanggahan dari kompetitor yang ikut mengajukan dokumen. "Rekayasa kalau terjadi KKN. Kalau tidak ada sanggahan, unsur rekayasanya dari mana?" ujar Syaifu balik bertanya ke penasihat hukum terdakwa.

Mengenai administrasi pencairan dana, saksi ahli berpendapat tidak perlu ada rincian secara detail karena tidak tercantum dalam kontrak. Bukti pertanggungjawaban pelaksanaan cukup dengan berita acara penyerahan pekerjaan.

Padahal, mekanisme pencairan dana harus disertai dengan SPJ (surat pertanggungjawaban) berupa kuitansi atau bukti pelaksanaan lainnya. Setelah SPJ lengkap atau sesuai dengan pelaksanaan maka diajukan ke keuangan untuk diproses lebih lanjut.

JPU Surya Yunita sempat menanyakan hal itu ke saksi ahli tersebut. CV IM harus menyertakan bukti bill hotel sebagai SPJ, tetapi dalam prosesnya, JPU mengindikasikan ada bill hotel dan stempel palsu yang sengaja dibuat sendiri oleh terdakwa. Sehingga terdakwa melebihkan pembiayaan dan berbeda dengan pelaksanaan perdin.

Yang mengejutkan, saksi ahli berpendapat untuk apa semua rincian berupa bill atau stempel karena tidak diatur dalam kontraknya. Soal rekanan yang ikut penawaran ternyata adalah CV fiktif yang dibuat oleh terdakwa, saksi ahli mengatakan tidak ada larangan (mengenai hal itu).

Sih Yuliarti kembali menekankan, saksi ahli menyatakan jika untuk pencairan dana cukup dengan berita acara saja. Pertanyaannya berita acara itu hanya satu lembar surat yang menyatakan sudah dilaksanakan atau semua bukti pertanggungjawaban?

"Karena ini dalam bidang jasa, maka yang dicek itu waktu pelaksanaan, tujuan dan jumlah pesertanya. Berita acara itu untuk surat pencairan dana. Contohnya kalau fisik cek satu-satu barangnya, tim pemeriksa tidak perlu mengecek detail kuitansi," jawab Syaifu.

Menurutnya, sepanjang semua kegiatan sudah terlaksana, tepat waktu dan peserta sesuai maka tidak ada masalah. Isi berita acara untuk menjelaskan jika kegiatan sudah dilaksanakan. "Kalau memang tidak sesuai (antara pelaksanaan dan kontrak) maka di berita acara itu ada catatannya," katanya.

Usai mendengarkan keterangan saksi ahli, terdakwa Indah dan Nanang tidak memberikan pendapat apapun. Majelis hakim pun akhirnya menyepakati agenda sidang dilanjutkan Rabu (29/9) dengan agenda pemeriksaan terdakwa. (fa/yud)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=180770

Mayat di Sungai

[ Jum'at, 24 September 2010 ]
PROBOLINGGO - Warga Desa Roto dan Desa Kertosuko, Kecamatan Krucil Kabupaten Probolinggo kemarin (23/9) siang gempar. Ada sesosok mayat lelaki di sungai pinang pahit yang jadi batas dua desa tersebut.

Mayat lelaki itu mulai ditemukan warga sekitar pukul 13.00 WIB. Posisinya telentang di antara batu-batu tepi sungai. Kaki hingga perut mayat itu masih bisa kelihatan. Sedangkan kepalanya tak kelihatan. Diduga, kepala mayat itu tenggelam karena sengaja diberi pemberat.

Yang masih terlihat, korban mengenakan celana jeans berwarna gelap, lengkap dengan ikat pinggang. Sedangkan kaos yang dikenakan juga warna gelap, berlengan panjang.

Dari pantauan Radar Bromo, mayat yang belum diketahui identitasnya itu jadi tontonan ratusan warga sekitar. Namun, di antara warga yang berkerumun di tepian sungai siang kemarin tak ada satupun yang berani turun menyentuh mayat itu. "Mulai tadi memang begitu," kata Fauzi, 40, salah satu warga.

Hujan lebat yang turun tidak menyurutkan warga untuk mengetahui lebih dekat keadaaan dan posisi mayat. Sebagian mereka mengenakan jas hujan, ada pula yang membawa payung bahkan daun pisang untuk berlindung dari guyuran hujan.

Petugas Polsek Krucil telah mendatangi TKP. Polisi sempat mengambil sampel bercak-bercak darah pada sebuah batu besar di samping mayat korban. Selanjutnya, polisi melarang warga mendekati mayat itu. Tak ayal, warga hanya berkumpul di kejauhan.

Rudi, seorang warga sekitar, menyatakan bahwa posisi tempat ditemukannya mayat itu merupakan tempat mandi bagi warga sekitar. Selain untuk mandi, tempat itu juga biasa dipakai untuk tempat cuci. Batu-batunya dijadikan tempat mengucek pakaian atau meletakkan sabun saat mandi.

Melihat kondisi mayat itu, beredar dugaan kuat bahwa lelaki tersebut adalah korban pembunuhan. Terlebih dengan adanya bercak darah pada batu besar di sisi korban. Diduga pembunuhan dilakukan beberapa jam sebelumnya. "Perkiraan kemarin atau tadi malam," kata Rudi menyelidik.

Sayangnya, sampai sekitar pukul 17.00 kemarin, mayat itu belum dievakuasi. Tubuh itu terus ketarik-tarik arus sungai yang kian lama kian besar karena turunnya hujan. Warga pun khawatir. "Oo..mareene klanyuk jeah (Oo...sebentar lagi hanyut itu)," ujar seorang warga di TKP.

Informasinya, evakuasi belum dilakukan karena menunggu unit evakuasi dari Polres Probolingo yang sore itu masih meluncur ke TKP.

Lalu siapa sebenarnya mayat ini? Umumnya warga yang berada di TKP kemarin mengatakan tidak tahu-menahu identitas korban. Terlebih kepalanya tak terlihat. "Kalau kepalanya sudah diangkat baru diketahui," kata seorang warga. (qb/yud)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=180769