Rabu, 29 September 2010

Buru Rekor MURI

[ Rabu, 29 September 2010 ]
Butuh Dana, Pembatik Wadul Dewan

PROBOLINGGO - Memiliki ide dan konsep kreatif dirasa masih belum cukup bagi paguyuban pecinta dan pengrajin batik di Kota Probolinggo. Mereka harus berjuang mendapatkan dana puluhan juta rupiah untuk sebuah gawe besar yang direncanakan. Dewan pun menjadi sasaran pengaduan mereka.

Paguyuban pecinta dan pengrajin batik punya gawe luar biasa yaitu batik Kota Probolinggo menuju rekor MURI (Museum Rekor Indonesia). Rencananya acara tersebut bakal digelar Jumat (8/10) mendatang pukul 08.00. Start di depan rumah dinas wali kota berjalan ke halaman kantor pemkot.

Konsep acaranya bikin batik terpanjang di Indonesia dalam rangka hari batik nasional yang jatuh pada 2 Oktober sekaligus memperingati hari jadi kota Probolinggo ke-651 tahun. Pagelaran itu dibuat 11 orang pengrajin batik yang menuangkan ide desain batik di kain sepanjang 100 meter dengan 651 motif berbeda.

Untuk mendukung acara itu paguyuban bakal mendatangkan pihak MURI. Total anggaran yang dibutuhkan senilai Rp 42.467.000. Rp 25 juta diantaranya untuk pembiayaan akomodasi MURI. Nah, kendala inilah yang akhirnya membuat paguyuban harus mengadu ke dewan.

"Ada hal-hal yang bisa diambil manfaatnya dalam hearing ini. Komisi B bisa memberikan rekom kaitan ide dari masyarakat ini. Dimana kegiatan ini bentuk partisipasi aktif para pecinta batik serta wadah kreasi dan apresiasi," tutur Ketua Komisi B Sri Wahyuningsih kemarin dalam hearing dengan paguyuban pecinta dan pengrajin batik.

Ketua paguyuban pecinta batik Kota Probolinggo Nani Kastip menjelaskan kalau pihaknya sudah presentasi dihadapan MURI dan meyakinkan jika para pembatik bisa melakukan pagelaran dan mencetak rekor. MURI pun memutuskan untuk hadir pada hari Jumat nanti dan mengukur secara langsung kain batik serta motifnya.

"Pagelaran ini juga untuk menggerakkan pemasaran batik khas Kota Probolinggo. Kami memohon support dari pemerintah untuk membantu bisa mendatangkan MURI," ujar Nani Kastip dalam hearing.

"Kami mengharap belas kasihan dari pemkot dan DPRD untuk membantu masyarakat pengrajin batik," imbuh sekretaris paguyuban Kustiyana. Sedangkan Sri menegaskan kalau mengenai pendanaan bukan wewenang komisi B melainkan satker-satker terkait.

Mengenai kesiapan pembatik menjelang pagelaran batik terpanjang, para pembatik sudah mengatakan siap. "Kami sudah siap. Batiknya sudah selesai tinggal menunggu hari H. Setiap pembatik kebagian harus membuat 72 sampai 73 batik dengan motif yang berbeda-beda," ujar Wasis, salah seorang pengrajin yang mengikuti hearing, kemarin (28/9).

Dalam hearing itu, komisi B sengaja mengundang satker terkait yaitu Asisten Perekonomian dan Penanaman Modal Matalil, Kepala Diskoperindag Widiharto, Sekretaris DPPKA Medi, Kepala Dispobpar Endro Suroso dan Kabag Humas dan Protokol Rey Suwigtyo.

Menjawab keluhan paguyuban pecinta batik, masing-masing kepala satker tersebut diminta tanggapannya. Menurut Matalil, apa yang disampaikannya disebut atas nama wali kota, bahwa pemkot tidak akan menghambat kegiatan ini. Apalagi jika kegiatan itu berdampak ekonomi pada masyarakat akan didukung penuh.

Namun, yang diperhatikan adalah seberapa besar dampak tersebut bagi masyarakat. Bahkan wali kota sudah membuat imbauan satker tidak boleh ada pengadaan batik dari luar kota.

"Yang diperhatikan adalah skala prioritas. Batik (Kota Probolinggo) masih muda dan membutuhkan sosialisasi-sosialisasi. Kami mengapresiasi sekali. Tapi, apa tidak ada cara lain? Misalnya sehari laku seribu atau lima ribu. Boleh saja kan saya ucapkan begini, saya menyampaikan unek-unek. Tidak harus dengan 651 motif," kritik Matalil.

Sedangkan Widiharto menyatakan jika anggaran di eksekutif itu program dan terencana. Eksekutif menyetujui adanya gelaran itu namun mengenai anggaran belum memberikan kepastian.

"Ide ini sungguh luar biasa. Memang kalau ada kegiatan yang dilaksanakan harus ada prosedurnya. Kami tinggal melaksanakan, tinggal bagaimana kebijakan beliau (wali kota). Kalau wali kota oke, ya jalan," ucap Tiyok yang juga sekretaris hari jadi kota.

Ucapan Tiyok dibenarkan oleh Sekretaris DPPKA Medi. "Tergantung kepala daerah. Tapi, seharusnya tidak bergantung pada orang lain, tetapi mandiri," ujarnya. Anggota komisi B juga menyetujui dan mendukung ide paguyuban tersebut.

Komisi B merekomendasi agar kegiatan itu bisa dilaksanakan sesuai harapan. Yakni dengan koordinasi antara paguyuban pecinta batik dan pemkot melalui dinas terkait. "Supaya didukung demi peningkatan sektor UKM, perekonomian dan ujung-ujungnya demi peningkatan PAD (pendapatan asli daerah)," jelas Sri Wahyuningsih. (fa/yud)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=181924

Tidak ada komentar:

Posting Komentar