Selasa, 21 September 2010

Serunya Apel Hari Jadi Kota

[ Selasa, 21 September 2010 ]

PROBOLINGGO - Seru dan unik. Begitulah suasana apel memperingati hari jadi ke-651 Kota Probolinggo yang digelar kemarin (20/9) di alun-alun kota. Wali Kota Buchori dan jajarannya menggelar apel dengan busana adat. Bahasa dalam apel pun menggunakan bahasa Madura.

Tak ayal, apel ini jadi perhatian masyarakat kota. Sejak pagi, lalu lintas di seputar alun-alun kota padat merayap. Selain karena tumpukan kendaraan parkir, juga karena banyaknya orang yang ingin datang dan menyaksikan apel yang tidak jamak itu.

Sementara, sesuai rencana semula, dalam apel itu para pejabat, muspida dan pegawai pemkot menggunakan kostum adat yang telah ditentukan oleh panitia. Ada yang berpakaian adat Madura ala Sakera dan Marlena atau pakaian adat Jawa. Ada pula yang mengenakan pakaian etnis Tionghoa dan Arab.

Tapi, pemakaian pakaian khas Madura masih lebih banyak. Di antaranya adalah Wali Kota Buchori, Wawali Bandyk Soetrisno, Sekda Johny Haryanto, Kapolresta AKBP Agus Wijayanto, Dandim 0820 Letkol Inf Heri Setyono, Kajari Edi Birton, Ketua PN hingga anggota DPRD dan pimpinan satker (satuan kerja). Para istri pejabat, semisal istri wali kota Rukmini Buchori memakai pakaian Marlena.

Wali Kota tampil berbeda. Biasanya, Buchori tidak pernah memakai kumis. Tapi, kemarin (20/9) pemimpin kota seribu taman ini pakai kumis palsu. Kumisnya tebal dan terlihat sangar. Berjalan di sebelahnya Rukmini berkostum Marlena. Lengkap dengan klompen, gelang kaki besar, kebaya dan kerudung.

Sekira pukul 07.15 apel dimulai. Sebagai pembuka ada penampilan korsik asuhan Bakesbangpol Linmas yang membawakan lagu Madura, Tanduk Majeng dan Pajerlagu. Tak mau kalah dengan peserta apel, pemain korsik pun pakai kostum Madura dipadu dengan atraksi tarian.

"Toreh.. Pak-kopak tretan sadeje (ayo.. tepuk tangan saudara semua)," ajak pembawa acara menggunakan bahasa Madura. Setelah korsik dilanjutkan atraksi Barongsai dari Tempat Ibadat Tri Dharma (TITD) Sumber Naga Probolinggo. Hiburan kesenian lainnya ada penampilan 1500 penari dari siswa SD se kota yang menarikan tari Repang (perpaduan remo dan glipang).

Kegiatan inti apel hari jadi dimulai setelah acara hiburan. Bertindak sebagai protokol Lurah Kareng Lor Wahyu Hariadi. Sekretaris DPRD Abdul Hadi Sawie jadi komandan apel. Sedangkan inspektur apel Wali Kota Buchori.

Saat menerima laporan dari petugas apel, bahwa apel siap dimulai, Buchori langsung memberikan instruksi dengan bahasa Madura. "Terosaghi (lanjutkan)!" seru Wali Kota. Kemudian inspektur berjalan menuju ke mimbar apel didampingi ajudan yang juga berkostum adat Madura.

Cara berjalan Wali Kota berubah. Dibuat agak garang sambil nenteng clurit. Sesampai di mimbar celurit itu digebrak di atas meja. Teriakan pun terdengar dari tempat peserta apel di jajaran anggota dewan dan pimpinan satker. "Ajor!" teriak mereka lalu tertawa.

Sebelum memulai sambutannya, Wali Kota menyapa mereka yang hadir. "Bekel rakyat, pengrajeh aparat keamanan, pengrajeh e bantu ghuleh bhereng bininah.. sekelangkong se benyak. Klebun, dimma klebun? (para wakil rakyat, kapolresta, dandim, pimpinan satker dan para istri.. terima kasih banyak.. lurah, mana lurah?" tanya pengrajeh (wali kota) Buchori.

Lurah yang dicari ternyata berada di barisan peserta apel sambil mengangkat celuritnya. Para lurah juga berkostum Sakera. Dalam sambutannya wali kota menceritakan tentang asal muasal Kota Probolinggo. Dia juga mengkritisi Kali Banger yang zaman dulu jadi pusat perdagangan, banyak kapal-kapal besar berdatangan dengan luas sebesar 12 meter kini hanya tinggal 2 meter saja.

Menurutnya, apel dengan konsep Madura mulai dari pakaian dan pakaian untuk melestarikan budaya yang ada di Kota Probolinggo. Pemkot bekerjasama dengan 2.500 pedagang pasar yang menyediakan makanan gratis (menggunakan kupon).

"Acara neka dikemas bagus. Beneh cor ancoran (acara ini dikemas bagus. Bukan hancur-hancuran). Jok kelopaen bahasa ben budayanah dhibik (Kita jangan sampai lupa bahasa dan budayanya sendiri)," tegas Wali Kota yang keturunan Pamekasan, Madura ini.

Buchori mengingatkan kepada seluruh aparat pemerintah, bahwa saat ini harus mengedepankan pelayanan prima kepada masyarakat. Salah satunya bagi lurah, lurah harus bisa memberikan pelayanan kepada rakyat. Mendengarkan itu barisan lurah langsung mengangkat celurit dan berteriak. "Jangan angkat celurit saja, tetapi semangatnya juga dari dalam (hati)," celetuknya.

Dengan hari jadi kota ini, wali kota berharap agar Kota Probolinggo semakin sukses dan pembangunan terus berjalan. "Bagaimana membangun Kota Probolinggo demi mencapai masyarakat yang makmur dan sejahtera," harap Buchori.

Rangkaian apel tersebut juga menggunakan doa berbahasa Madura. Sebelum apel berakhir, komandan apel memberikan laporannya ke wali kota. "Apel ampon lestareh (apel sudah selesai dilaksanakan)," ujar Sawie.

"Bujaragih (bubarkan)," sahut Buchori. Lagi-lagi setelah mendengar kata itu peserta apel dibuat tertawa dan bergumam.

Masih dalam rangkaian dilaksanakan pemberian penghargaan kepada pegawai teladan dan PKL (pedagang kaki lima) teladan atau bahasa Maduranya e patut ditiru. Kemudian ada ocol manuk (pelepasan burung berkicau) yang sudah menjadi agenda di setiap pemkot punya gawe.

Wali Kota Buchori bersama istri, muspida dan pejabat sempat meninjau stand kuliner khas Madura, Arab dan China di kawasan alun-alun. Beranjak pergi meninggalkan alun-alun Buchori dan Rukmini menari diiringi alunan musik seronen serta kenong telok.

"Ini adalah semangat melestarikan budaya. Di era globalisasi tidak boleh melupakan budaya dan bahasa daerah," kata Wali Kota yang kerap berkomunikasi dengan bahasa Madura ini, sesaat sebelum pergi. (fa/yud)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=180221

Tidak ada komentar:

Posting Komentar