Selasa, 21 September 2010

Pengalaman Kiai Ramli Syahir Menjadi Narasumber di Acara Rossi bareng Sutradara Film Sang Pencera

[ Senin, 20 September 2010 ]
Bicarakan Pluralisme, Usulkan Gus Dur Difilmkan

Menjadi narasumber atau penceramah memang sudah jadi hal biasa bagi KH Ramli Syahir, pengasuh Ponpes Ulil Albab Desa Brumbungan Lor Kecamatan Gending Kabupaten Probolinggo. Tapi bila dihadirkan sebagai narasumber di acara televisi Rossi bareng sutradara dan aktor film Sang Pencerah, sungguh pengalaman baru baginya.

ABDUR ROHIM MAWARDI, Probolinggo

Pengalaman tersebut dirasakan Kiai Romli pada Senin (13/9) lalu. Ia dihadirkan dalam sebuah talk show gelaran salah satu stasiun televisi swasta. Tidak sendirian. Kiai Ramli dipanel dengan sutradara film Sang Pencerah Hanung Bramantyo, pemeran utama film tersebut Lukman Sardi, dan aktor senior Ikranegara.

Selain itu, di acara tersebut juga ditampilkan dosen Universitas Paramadina M. Novry Ilham. Menurut Kiai Ramli, oleh si host Rossiana Silalahi, dirinya dan Ilham itu disebut dari dua kutub berbeda. Sebab, Kiai Ramli adalah lulusan Universitas Saddam Hussein Baghdad Iraq. Sedangkan Novry Ilham alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo Mesir.

Kiai Ramli dan para tokoh itu diajak membincang satu tema menarik. Yakni pluralisme di Indonesia, bercermin dari film Sang Pencerah. Kiai Ramli ditampilkan sebagai representasi kalangan ulama muda.

Untuk tampil di acara itu, Kiai Ramli dihubungi manajemen Rossi pada awal Agustus lalu. Tanpa pikir panjang, ia menyanggupi undangan tersebut. Tapi, ia sempat terkejut. "Saya jadi bertanya-tanya dalam hati. Kenapa pembicaranya harus saya," ujar Kiai Ramli saat ditemui Radar Bromo di rumahnya, Kamis (16/9) lalu.

Di acara itu, Kiai Ramli tak hanya tampil mewakili golongan ulama muda. Tapi juga sebagai perwakilan dari The Wahid Institute. Kiai Ramli memang menjadi bagian dari lembaga itu. Yakni sebagai duta sosial budaya. "Sejak 2009 saya diminta bergabung di lembaga itu," sebut Kiai Ramli.

Sementara, untuk syuting talk show tersebut sebenarnya sudah dilakukan pada 25 Agustus lalu. Namun baru ditayangkan pada 13 September. Untuk keperluan syuting acarai itu, Kiai Ramli harus berada di Jakarta selama tiga hari.

Sebelum syuting, Kiai Ramli sempat dibingungkan beberapa hal. Menurutnya, penata rias menanyakan apakah Kiai Ramli membawa baju koko. "Kebetulan saya memang tidak bawa baju koko," kenang Kiai Ramli.

Saat itu Kiai Ramli mengenakan hem lengan panjang warna putih. Praktis, baju itu yang dipakai saat syuting. "Cuma wajah saya mesti dirias dulu. Katanya biar kelihatan lebih ganteng dan bersinar," kata Kiai Ramli lalu terbahak.

Selama acara berlangsung, Kiai Ramli mendapat 5 pertanyaan dari Rossi. Semuanya terkait isu pluralisme dalam Islam. Pertanyaan yang sama juga dilontarkan kepada Novry Ilham. Pertama mengenai kendala dalam mewacanakan pluralisme kepada masyarakat di daerah.

Kiai Ramli lantas menjawab, pluralisme di daerah terkendala SDM. Yakni ketidakmampuan masyarakat untuk berubah. Padahal menurut Kiai Ramli, pluralisme bahkan sudah dipraktikkan oleh Nabi Muhammad SAW. "Masyarakat kita itu ada yang sulit menerima pembaharuan," ujar Kiai Ramli.

Rossiana juga menanyakan praktek radikalisme untuk syiar Islam. Merujuk pada tindakan sebuah kelompok Islam yang bahkan dianggap meresahkan. Kiai Ramli berpendapat, radikalisme dalam menyiarkan agama Islam sebenarnya kontraproduktif. Pasalnya, hidayah itu tidak didapat dari kekerasan.

Kiai Ramli lantas menukil Alquran surat An-Nahl ayat 125. Yang isinya tentang ajakan dan syiar Islam kepada masyarakat. "Caranya dengan hikmah dan mauidloh hasanah. Bukan dengan kekerasan," kata pria kelahiran 3 Agustus 1971 itu.

Tak lupa Kiai Ramli menyebut nama KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Menurutnya, Gus Dur juga memberikan pencerahan selayaknya KH Ahmad Dahlan. Hanya saja, di tempat, waktu, dan kondisi sosial yang berbeda. "Keduanya (Gus Dur dan KH Ahmad Dahlan) memiliki banyak kesamaan. Terutama mengenai konsep pluralisme," kata Kiai Ramli.

Terkait film Sang Pencerah, Kiai Ramli menilai film itu memiliki kualitas cukup baik. Apalagi film itu digarap Hanung yang memang berpengalaman. Selain itu kata Kiai Ramli, film itu sekaligus mematahkan mitos seks dan horor yang kental dengan film Indonesia. "Salah satu film yang mengusung tema non horor dan seks," sebut Kiai Ramli.

Ia menilai, Hanung dan Lukman Sardi adalah pemuda-pemuda yang produktif. "Saya malu, mereka lebih muda usianya dari saya. Namun kreasinya diakui oleh masyarakat. Mereka berdua enerjik juga produktif. Ini harus diapresiasi pemerintah," ujarnya.

Di akhir pertemuan, Kiai Ramli sempat bertukar nomor handphone dengan Hanung Bramantyo dan Lukman Sardi. Sedangkan Ikranegara meninggalkan kartu nama. "Ya. Mereka menyenangkan dan supel. Sosok-sosok yang luar biasa," kenang Kiai Ramli.

Bahkan Kiai Ramli sempat berbisik dengan Hanung dan Lukman. Kiai Ramli mengusulkan agar Gus Dur juga difilmkan. Responsnya? Baik Hanung dan Lukman sama-sama menanggapi positif. "Mereka senang dengan usul saya. Hanya masih akan dipertimbangkan dulu," tutur Kiai Ramli. (yud)

Sumber: http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=180065

1 komentar: