Jumat, 16 Juli 2010

Setahun Penjara untuk Sekretaris Dewan

[ Jum'at, 16 Juli 2010 ]
PROBOLINGGO - Pengadilan Negeri (PN) Kota Probolinggo tuntas menyidangkan kasus dugaan korupsi dana perjalanan dinas (perdin) DPRD setempat dengan terdakwa Abdul Hadi Sawie. Majelis hakim kemarin (15/7) menyatakan sekretaris dewan (sekwan) kota itu terbukti bersalah. Sawie kemudian divonis penjara setahun dan denda Rp 50 juta, subsider 4 bulan penjara.

Rangkaian sidang atas diri Sawie berlangsung selama lebih dari enam bulan. Tak ayal sidang putusan kemarin langsung menjadi pusat perhatian banyak kalangan. Ruang sidang utama PN dipenuhi pengunjung.

Sebagian pengunjung adalah para PNS yang menjadi anak buah Sawie di Sekretariat DPRD Kota Probolinggo. Tampak juga di antara mereka, mantan pimpinan DPRD periode lalu, Kusnan dan Banadi Eko. Berikutnya terlihat juga mantan anggota dewan, LSM serta sejumlah kontraktor.

Majelis hakim persidangan kasus ini diketuai Sih Yuliarti. Kemarin sebelum membacakan putusan, Sih Yuliarti menjelaskan apabila terdakwa tidak puas dengan putusan majelis, terdakwa bisa mengajukan upaya banding. "Nanti terdakwa silahkan mengajukan upaya hukum banding," tuturnya.

Dalam berkas putusan yang dibacakan bergantian oleh majelis hakim terungkap, terdakwa dibebaskan dari dakwaan primer. Yakni pasal 2 ayat 1 UU nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi.

Sesuai dengan fakta di persidangan, terdakwa adalah Sekretaris DPRD selaku PA (pengguna anggaran) pelaksanaan perdin di dewan. Khususnya dalam kasus korupsi yang menggunakan APBD tahun 2007, terdapat lima paket perdin tiga komisi, panggar (panitia anggaran) dan bimtek (bimbingan teknis).

Komisi I ke Palembang, komisi II ke Medan, panggar ke Jembrana dan bimtek ke Denpasar pelaksanannya PT Gilang Wisata Perkasa. Sedangkan perdin komisi III ke Jakarta ditangani oleh CV Indonesia Makmur. Saat ini dua pimpinan CV Indonesia Makmur sama-sama menghadapi proses hukum.

Majelis hakim menyebutkan ada anggaran yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dalam lima paket perdin. Yaitu Rp 65.671.000 (komisi I), Rp 68.758.000 (komisi II), Rp 41.100.000 (komisi III), Rp 82.194.000 (panggar) dan Rp 13.200.000 (bimtek). Total seluruhnya dari lima paket perdin yang tidak sesuai pelaksanaan Rp 270.923.000. Jumlah tersebut berdasarkan akomodasi selama perdin (hotel, transport, dan lainnya).

Selanjutnya dinyatakan, terdakwa sebagai pengguna anggaran telah mencairkan anggaran (APBD) yang diajukan oleh rekanan PT Gilang dan CV Indonesia Makmur. Padahal, SPJ (surat pertanggungjawaban) yang diajukan tersebut tidak sesuai dengan pelaksanaan. "Terdakwa dikenakan tindak pidana sesuai dengan dakwaan JPU," sebut hakim anggota Nendi Rusnendi.

Dalam kasus ini rekanan menunjukkan bukti tak sesuai dengan pelaksanaan. Lalu terdakwa sebagai pengguna anggaran tidak mengecek kembali bukti tersebut sebelum akhirnya menandatangani SPM (surat perintah membayar) yang dikeluarkan oleh PPK (petugas penatausaha keuangan). Jumlah yang dicairkan Rp 270.923.000.

"Terdakwa sebagai pengguna anggaran tidak meneliti SPJ saat dilakukan pencairan, sehingga tidak sesuai pelaksanaan. Dengan demikian menguntungkan pihak rekanan, unsur menguntungkan orang lain terpenuhi," ucap Nendi.

Sementara itu, dalam dakwaan subsider, terdakwa juga dikenakan unsur menyalahgunakan wewenangdalam jabatannya. Unsur tersebut terbukti karena PA tidak mengecek kesesuaian SPJ dengan SPK (surat perintah kerja) dan RAB (rencana anggaran biaya).

Terdakwa menyalahgunakan wewenang dengan tetap mencairkan dana yang tidak sesuai pelaksanaan. Akibat pemalsuan SPJ tersebut, biaya dari APBD untuk pelaksanaan perdin dewan lebih besar. Sesuai dengan fakta di persidangan, terdakwa Miendwiati Direktur PT Gilang sudah mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 158.722.000.

Hakim menyebut anggaran yang tidak dipertanggungjawabkan Rp 270.923.000 dikurangi pengembalian terdakwa Mien Rp 158.722.000. Sehingga kerugian negara akibat perbuatan terdakwa senilai Rp 112.121.000.

Lalu ada hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa Sawie telah merugikan keuangan negara. Sementara hal yang meringankan terdakwa sopan di pengadilan, belum pernah dihukum dan terdakwa memiliki tanggungan keluarga.

Hakim ketua Sih Yuliarti menegaskan, majelis mengadili terdakwa tidak terbukti melakukan dakwaan primair dan membebaskan terdakwa. "Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," tegasnya.

Atas keputusan tersebut, terdakwa Sawie divonis penjara satu tahun dengan denda Rp 50 juta. Apabila denda tidak dibayar diganti hukuman kurungan 4 bulan. Terdakwa yang mengaku sudah mengerti atas putusan hakim itu mengatakan pihaknya akan pikir-pikir.

Demikian juga dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU). "Kami pikir-pikir," tutur JPU Soegeng Prakoso yang didampingi Sugianto dan Makhmud. Usai persidangan, Sawie disambut cipika-cipiki dan jabatan tangan dari mereka yang hadir di sidang.

Tidak seperti biasanya, kali ini Abdul Hadi Sawie menghadapi pertanyaan wartawan sendiri, tanpa melalui penasihat hukumnya. "Saya menghormati putusan ini. Keadilan harus ditegakkan. Saya akan banding," ungkapnyaketika ditemui usai sidang. (fa/yud)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=170044

Tidak ada komentar:

Posting Komentar