Kamis, 23 September 2010

Order Beras Semiorganik Melimpah

Rabu, 22 September 2010 | 11:51 WIB

PROBOLINGGO - Petani di Probolinggo tidak mampu melayani derasnya permintaan beras semiorganik. ’’Terus terang, kami baru beberapa tahun mengembangkan pertanian semiorganik. Permintaan produk pertanian seperti beras organik dan semiorganik luar biasa besar,” ujar Saiful Badri, ketua Kelompok Tani Harapan Jaya, Kelurahan Jrebeng Lor, Kec Kedopok, Kota Probolinggo, Selasa (21/9).

Kelompok tani yang mempunyai 60 anggota dan lahan sekitar 50 hektare itu mengaku kewalahan memenuhi permintaan pasar. Beberapa waktu lalu, melalui pameran, Saiful mencoba menjual beras semiorganik 5 ton yang dikemas dalam plastik 5 kg. “Meski saya jual selisih Rp 1.000 lebih mahal dibandingkan beras nonorganik di pasar, 5 ton beras semi organik itu terjual dalam beberapa jam,” ujarnya.

Saiful juga mengaku kaget karena ada pengusaha dari Malang yang memesan beras semi organik 1,5 ton per minggu. “Terus terang kami kewalahan, dapat dari mana beras semiorganik sebanyak itu,” ujarnya. Sejumlah hypermarket di Surabaya juga menanyakan produk pertanian organik. Mulai beras, sayuran, hingga buah-buahan di Probolinggo.

Soal banyaknya permintaan produk organik itu juga diakui Kabid Teknik Produksi pada Dinas Pertanian Kab Probolinggo, Handaka Murwanto. “Kalau murni organik belum ada di Probolinggo, yang ada semiorganik,” ujarnya.

Dicontohkan sejumlah petani di Kec Krejengan, Kab Probolinggo, misalnya, sejak sekitar 10 tahun silam sudah menanam padi semiorganik. Mereka juga kewalahan melayani permintaan beras semiorganik dari sejumlah pembeli dari Surabaya.

Yang jelas, dua produk pertanian hortikultura (sayur dan buah) di Kab. Probolinggo sudah mengantongi sertifikat Prima 3 dari Dinas Pertanian. Yakni, alpukat produksi Kelompok Tani “Joko Tarub”, Desa Ranugedang, Kec. Tiris dan mangga arumanis produksi Kelompok Tani Sumber Bumi, Alaskandang, Kec. Besuk.

“Sertifikat Prima 3 mengharuskan produksi pertanian bebas dari pestisida,” ujar Handaka. Dikatakan, masih ada sertifikat yang lebih tinggi tarafnya yakni, Prima 2 dan Prima 1, dengan syarat yang lebih ketat terhadap produksi pertanian.

Korotan Sapi

Saiful dan kelompoknya yang mempunyai 40 ekor sapi sengaja memanfaatkan kotoran dan kemih sapi untuk pupuk organik. ’’Tlethong (kotoran) kami jadikan pupuk organik padat, kemih sapi diolah jadi pupuk organik cair,” ujarnya.

Caranya, tlethong seberat 1 ton dicampur 200 liter air, ditambah zat pengurai. “Kalau pupuk organik zair, bahannya 40 liter kemih sapi, 40 liter air kelapa, dicampur limbah cair tahu sebanyak 160 liter,” ujarnya.

Bertani dengan sistem organik atau semi organik, kata Saiful Badri, hemat biaya. “Selain itu menyehatkan lingkungan, dan yang lebih penting menyehatkan orang yang makan produk pertanian organik,” ujarnya.

Saiful mencontohkan, pertanian semi organik yang diterapkan kelompok taninya. “Saya misalnya, menanam jagung di lahan 0,3 hektare hanya butuh biaya Rp 200 ribu. Sangat murah,” ujarnya.

Selain masih menggunakan pupuk pabrikan, lahan jagung dipupuk dengan 1 ton pupuk organik dari kotoran sapi (tlethong). “Hasilnya lumayan, 2 ton jagung gelondongan (kering sawah) atau setara 4 kuintal pipilan kering,” ujarnya.

Melalui pertanian semi organik pula, Saiful bisa menanami sawahnya 1 kali padi dan 3 kali jagung/tahun. “Saat menanam jagung, tanah tidak kami olah. Sisa batang jagung kami benamkan ke tanah untuk pupuk,” ujarnya.

Diakui, pertanian organik atau semi organik hasilnya tidak sebanyak pertanian non-organik. “Tetapi dihitung-hitung, pertanian organik biayanya sangat murah. Selain itu masalah kesehatan menjadi pertimbangan utama,” ujar Saiful.

Padi organik misalnya, paling-paling dalam 1 hektare hanya menghasilkan 6 ton. Padahal padi non-organik bisa 9-12 ton per hektare. “Tetapi beras organik di Surabaya, saya dengar harganya Rp 23 ribu per kilogram,” ujarnya. isa

Sumber: http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=d2bd7e3bd6dc601ee4d792f650ca3434&jenis=1679091c5a880faf6fb5e6087eb1b2dc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar