Sabtu, 22 Mei 2010

Umur 30 Tahun, Berat 33 Kg

[ Sabtu, 22 Mei 2010 ]
PROBOLINGGO - Kondisi Nur Indah Lia, wRata Penuharga RT 3 RW 2 Jl Wilis Kelurahan Ketapang, Kecamatan Kademangan sungguh memprihatinkan. Tubuhnya kurus kering tinggal berbalut tulang dan kulit. Di usianya yang ke 30 tahun bobot tubuhnya hanya 33 kg.

Mulutnya selalu mengeluarkan air liur. Kemana-mana istri dari Mawardi itu membawa timba berukuran kecil yang didalamnya terdapat pasir. Di timba itu Iin, panggilannya, membuang air liur dan lendir yang terus keluar.

Ia masih kuat berjalan. Tapi, ia sudah tidak bisa lagi berbicara dengan jelas. Iin berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat dan sedikit nggremeng. Iin kesulitan berbicara karena lidahnya terkikis. Hanya tinggal seruas jari.

Tidak ada yang tahu apa penyakit yang diderita Iin. Keterbatasan kemampuan ekonomi membuat Iin berhenti berobat ke dokter sejak dua bulan lalu. Menurut cerita kakak ipar Iin, Rifa, keluhan penyakit yang dialami Iin dirasakan mulai Februari 2009 silam.

Anak ke empat dari tujuh bersaudara ini mengeluh sakit di lidah, dikiranya hanya sariawan biasa. Kemudian ia ikut suaminya di Situbondo. Ketika tinggal di Situbondo, Mawardi telah membawa istrinya ke dokter. Namun hasil pemeriksaan dokter tidak jelas, ia hanya dibilang sakit sariawan.

Beberapa bulan kemudian, sakit yang dialami Iin semakin parah. Ia pun diboyong kembali ke tempat asalnya di Ketapang, Kota Probolinggo. "Kami sudah membawanya ke dokter umum dan spesialis. Tapi ya itu, tidak tahu apa penyakitnya. Ada yang bilang kena sariawan atau amandel," tutur Rifa.

Ia pernah ke puskesmas di Triwung, ke dr Farida mengatakan Iin kena amandel. Tidak cukup ke dokter, keluarga membawanya ke mantri sekitar Juni 2009. Tidak ada yang berubah dengan penyakit Iin, ia lalu diperiksakan ke dr Muis. dr Muis bilang Iin kena sariawan.

Perjuangan memperoleh kesembuhan tdak berhenti disitu saja. Iin dibawa ke mantri, mantri itu menyarankan Iin dibawa ke dokter spesialis gigi dan mulut. Lalu keluarga ke dr Fenti, dokter tersebut tidak berani memastikan penyakit Iin. Dokter hanya memberi rujukan Iin segera dibawa ke rumah sakit di Jember atau Surabaya.

Tidak punya biaya untuk rujukan rumah sakit Iin kembali diperiksakan ke dokter di Kota Probolinggo. Diantaranya dr Taufik dan dr Sugianto. Pengobatan alternatif dan tradisional juga sudah pernah dicoba tapi nihil. Bahkan ada yang bilang kalau Iin kena santet.

"Kami memang ingin mengurus apa itu namanya, jamkesmas untuk rujukan ke rumah sakit di Surabaya. Tapi, yang kami pikirkan adalah biayanya. Walaupun biaya pengobatan katanya gratis, bagaimana dengan transportasinya? Biaya keluarga yang menjaga disana," tutur Rifa.

Tidak ada diagnosa jelas dari dokter dan tidak mendapatkan penanganan medis secara intensif, kondisi Iin semakin memburuk. Awal tahun 2009 lalu berat badanya masih 57 kg tetapi sekarang turun menjadi 33 kg. Sejak lima bulan terakhir Iin sudah tidak bisa berbicara. Dua bulan lalu pengobatan dihentikan karena keluarganya tidak mampu lagi.

Ishak, kakak Iin merasa heran karena jika adiknya sakit sariawan tidak akan memakan waktu yang lama. "Sariawan tapi lidahnya kok bisa habis? Lidahnya itu tidak ada lukanya, tapi tiba-tiba habis begitu. Ada dokter yang bilang lidahnya bisa begitu karena sakinya itu," ungkap dia.

Awalnya hanya lidah sebelah kanan yang terkikis. Lalu ganti sebelah kiri dan sekarang sudah menjalar ke tengah. Radar Bromo mencoba berkomunikasi dengan Iin, menanyakan apa yang ia rasakan dengan sakit yang dideritanya saat ini.

Anak pasangan Nasir dan almarhumah Halipah itu merasakan sakit sampai dibagian lehernya. Cenut-cenut. Tubuh Iin makin kurus kering karena ia tidak mengkonsumsi makanan yang bergizi. Untuk makan pun lidahnya sakit. Ia hanya mengonsumsi sereal energen setiap hari, sesekali makan bubur.

Iin sendiri tidak menyangka kalau ia bisa sakit. Ia menikah dengan Mawardi sejak tahun 1999 lalu, hingga kini belum dikaruniai anak. Mereka mengambil anak asuh. Pekerjaan Mawardi sebagai tenaga serabutan tidak bisa mendukung pengobatan yang layak untuk istrinya.

"Saya ingin segera sembuh, tapi tidak pakai operasi, takut," ujar Iin dengan bahasa yang kurang jelas. Rifa yang yang berusaha untuk menjelaskan apa yang dimaksud oleh Iin. Anehnya, Iin merasa kalau ia kena kanker. Saat ditanya bagaimana ia bisa berkesimpulan begitu, Iin langsung memberi isyarat kalau kepalanya selalu sakit dan rambutnya rontok.

Keluarga tidak tega saat sakitnya kambuh. Iin akan terus mengerang kesakitan dan memegang bagian kepalanya. Biasanya semua kakak dan adik Iin patungan sekitar Rp 5.000 sampai Rp 20 ribu kalau Iin mau dibawa berobat. Tetapi, sekarang keluarga sudah tidak mampu lagi.

"Kami harap ada bantuan berupa penanganan kesehatan sampai Iin bisa sembuh. Karena terus terang, selama periksa ke dokter Iin tidak pernah diminta periksa darah atau rawat inap. Semoga pemerintah bisa membantu adik kami," ujar Ishak diamini oleh istrinya, Rifa. (fa/yud)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=159851

Tidak ada komentar:

Posting Komentar