Rabu, 19 Mei 2010

Peluang Pariwisata Tertutup

[ Rabu, 19 Mei 2010 ]
Dampak Ditutupnya Breakwater

PROBOLINGGO-Kasus pungutan liar (pungli) di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Mayangan Kota Probolinggo menimbulkan efek domino. Keputusan pemkot untuk sementara menutup daerah breakwater itu mematikan peluang pariwisata di lokasi tersebut. Sebab, selama ini lokasi itu kerap dimanfaatkan warga sebagai tempat rekreasi dan memancing.

Menyikapi permasalahan itu, kemarin (18/5) komisi B DPRD setempat menggelar rapat dengar pendapat dengan Dinas Kelautan Perikanan (DKP). Dalam kesempatan itu dewan juga menyoroti adanya pungli yang sempat membuat masyarakat resah.

Kepala DKP Wirasmo diminta menjelaskan duduk persoalan pungli tersebut. Wirasmo menyatakan kalau pungli yang dilakukan oleh Aliansi Pedagang Ikan (Alpin) itu tidak berdasar alias bukan dari DKP. DKP juga tidak pernah menerbitkan karcis seperti yang pernah dikorankan.

Alpin hanya mengurus retribusi pasar dan parkir menggunakan karcis dari Dinas Pengelola Pendapatan Keuangan dan Aset (DPPKA). Setiap minggunya Alpin menyetor Rp 100 ribu ke kasda melalui DKP. Jadi, setiap bulan Alpin memberikan uang hasil tarikan retribusi Rp 400 ribu.

"Kami sudah memanggil BP4 (Badan Pengelola PPP) dan Alpin. Kami meminta karcis itu sudah tidak ada lagi. Soal breakwater kami tutup, karena dari sisi keamanan kami takut jebol. Karena breakwater bukan tempat rekreasi dan tempat mancing," ungkap Wirasmo.

Permasalahan yang muncul, lanjut Wirasmo, adalah semua pengunjung atau pemancing di pelabuhan, khususnya breakwater. "Di sisi lain menganggap kunjungan wisata. Dilarang itu susah, tidak dilarang ya susah. Dilema. Untuk sementara waktu breakwater di sisi timur dan barat ditutup," tegasnya.

Tapi, breakwater tidak sepenuhnya ditutup karena untuk aktivitas proyek pelabuhan. Bila ada pengunjung yang berhasil masuk, menyerobot ke breakwater, itu adalah kelalaian pihak pelabuhan.

Belum ada keputusan retribusi di dalam pelabuhan itu bakal diswastakan dengan sistem bagi hasil atau ditangani oleh Dinas Perhubungan (Dishub). "Untuk sementara waktu ditangani Alpin sampai ada MoU (memorandum of understanding). Menunggu hingga ada keputusan dari wali kota," ungkap Wirasmo.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi B Agus Riyanto menyatakan hearing tersebut untuk menindaklanjuti sidak beberapa waktu lalu. Pada prinsipnya terkait manajemen pengelolaan PPP untuk dimaksimalkan. Termasuk menyinggung soal pungli di kawasan PPP.

"Alpin sudah distop, tidak melakukan pungli karena tidak ada dasar hukumnya. Kalau diteruskan jadinya melanggar hukum. Bagaimana supaya manajemen PPP ini segera dioptimalkan karena masih dalam masa transisi," terang Agus kepada Radar Bromo.

Dewan juga berharap agar tarikan yang dapat meresahkan warga tidak terjadi lagi. DKP diminta betul-betul menangani operasional PPP itu sendiri. Komisi B melihat seakan-akan banyak sekali pengelola dalam PPP.

"Mau diswastanisasi ya monggo. Harus ada aturan yang jelas. Kami sangat menyayangkan adanya pungutan itu karena bisa merusak pariwisata. Mestinya bisa masuk, kan sekarang tidak boleh (masuk ke breakwater) gara-gara itu (pungli). Peluang pariwisata jadi tertutup," imbuh Agus.

Anggota FPDIP itu mengharapkan, ke depan breakwater bisa dibuka kembali dengan catatan masyarakat tidak boleh membongkar tatanan batu yang merupakan pengait antar bebatuan. "Aturan-aturannya saja yang lebih diperketat. Bukannya tidak boleh masuk," ujarnya, kemarin. (fa/nyo)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=159177

Tidak ada komentar:

Posting Komentar