Rabu, 19 Mei 2010

Sawie Dituntut 1,5 Tahun

[ Rabu, 19 Mei 2010 ]
Satu Lagi Rekanan Tersangka Perdin Disel

PROBOLINGGO - Sekretaris DPRD Kota Probolinggo Abdul Hadi Sawie yang jadi terdakwa kasus perdin dewan, mendapat tuntutan hukuman nyaris sama dengan terdakwa sebelumnya, Miendwiati. Dalam sidang tuntutan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) kota kemarin, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Sawie dengan hukuman 1,5 tahun penjara.

Tapi, tak cuma itu tuntutannya. JPU juga menuntut Sawie membayar denda Rp 75 juta dan pidana tambahan membayar uang pengganti Rp 12 juta.

Sidang kemarin terasa diliputi suasana tegang. Itu jelas terlihat pada air muka terdakwa Sawie. Termasuk beberapa pegawai sekretariat daerah yang kemarin terlihat duduk di kursi pengunjung. Ada juga mantan Ketua DPRD Kusnan, mantan Wakil Ketua DPRD Banadi Eko dan mantan anggota DPRD Musny H Lawado.

Sidang dimulai pukul 10.45. Tidak semua JPU hadir di persidangan. Hanya Makhmud, Sugiyanto dan Puji Purwaningsih. Mereka membacakan berkas tuntutan setebal hampir 100 halaman. Terdapat 105 barang bukti. Tak heran jika penonton sidang sampai ada yang kesirep, salah satunya staf di keuangan sekwan.

Dalam tuntutannya, JPU menyebutkan bahwa dalam perdin (perjalanan dinas) komisi II DPRD (tahun 2007) ke Jakarta Pusat dan Palembang, Komisi I ke Medan dan Serdang Bedagai, Panggar ke Kabupaten Jembrana, PT Gilang Wisata Perkasa mendapat pekerjaan dengan cara pemilihan langsung melalui rekayasa (pengadaan barang dan jasa secara formal dilakukan). Demikian pula dengan perdin komisi II ke Jakarta Utara dan Depok).

Terdakwa Sawie mengetahui RAB (rencana anggaran biaya) dari perdin semua komisi. Terdakwa mengikuti perdin panggar tanggal 18 sampai 20 November 2007 dimana pelaksanaan kegiatan tersebut menggunakan bus dari berangkat sampai kembali ke Kota Probolinggo.

Meskipun terdakwa mengetahui pengajuan pencairan dari saksi Direktur PT Gilang Wisata Perkasa Miendwiati tidak sesuai pelaksanaan kegiatan, akan tetapi terdakwa tetap menyetujui untuk dicairkan sehingga terjadi selisih Rp 60 juta. Hal tersebut atas pemintaan anggota DPRD dan terdakwa. Mien menyerahkan cashback peserta dari staf sekretariat DPRD Rp 12 juta.

Terdakwa sekwan (sekretaris dewan) Sawie sebagai pengguna anggara (PA) tetap mencairkan anggaran pelaksanaan masing-masing kegiatan perdin keluar daerah, meskipun pelaksanaan tidak sesuai dengan apa yang telah dipertanggungjawabkan.

Kegiatan perdin keluar daerah anggota komisi dan panggar sudah diatur dan direncanakan oleh anggota komisi dan panggar serta sekwan merupakan rekayasa semakin jelas. Karena dalam pemeriksaan/peneriumaan barang dan jasa juga tidak dilakukan, hanya secara formal saja seolah-olah sudah dilaksanakan pemeriksaan atau penerimaan barang jasa.

Selanjutnya, untuk dakwaan primernya disebutkan terdakwa melanggar pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 jo pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Unsur-unsurnya setiap orang, secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara, dilakukan secara bersama-sama.

Sedangkan dakwaan subsidernya, terdakwa disebutkan melanggar pasal 3 jo pasal 18 UU 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jo pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Unsur setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan. Yang dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara, secara berturut-turut melakukan perbuatan yang ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut.

Selanjutnya, JPU menuntut terdakwa Sawie dihukum selama satu tahun dan enam bulan dan denda sebesar Rp 75 juta subsidair empat bulan kurungan. Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Sawie untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 12 juta. Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka dipidana dengan pidana penjara selama empat bulan.

Usai mendengarkan tuntutan jaksa, tidak banyak yang berkomentar. Suasana persidangan juga masih tenang. Kepada majelis, penasehat hukum terdakwa Eries Jonivianto mengatakan bakal mengajukan pledoi pada 8 Juni mendatang.

"Terdakwa bisa mengajukan pledoi sendiri atau jadi satu dengan penasehat hukum," kata Sih Yuliarti. Tak banyak komentar dari terdakwa Sawie. Ia hanya tersenyum lalu bersalaman dengan para JPU.

Ditemui selesai sidang, Eries tetap bersikeras jika kliennya tidak bersalah. "Undang-undang sudah mengatur, kelembagaan yang bisa menghitung adalah BPK atau BPKP. JPU berdalih kalau kerugian bisa dihitung oleh JPU. Di pasal 2 dan 3 (UU 31 tahun 1999) kerugian negara harus jelas. Harus pasti dan jelas karena kaitannya dengan pembayaran," tegasnya.

Penasehat hukum terdakwa ini butuh waktu yang lama untuk menyusun pledoi, hingga tiga minggu mendatang. Pasalnya, ia masih butuh waktu menyusun dengan tim dan tidak diundur lagi (persidangan).

"Saya keberatan dengan tuntutan jaksa, akan saya lawan di pledoi. Tapi, apa boleh buat, itu sudah kewenangan dari kejaksaan. Kerugian negara ini tidak jelas dan unsur pasal 2 serta 3 tidak bisa sepotong-sepotong," tutur Eries.

Direktur Dijebloskan Lapas

Siang hari Sekwan Sawie dituntut, petang kemarin (18/5) satu lagi tersangka kasus perdin DPRD ini dijebloskan ke Lapas Kota Probolinggo. Dia adalah Direktur CV Indonesia Makmur Indah Wilujeng Liliawati yang jadi tersangka keempat.

Tersangka Indah ditahan setelah beberapa minggu lalu, tersangka ketiga yang juga pimpinan PT Indonesia Makmur Nanang Koentjahjono dijebloskan di lapas yang sama. Sedangkan dua terdakwa perdin lainnya tetap tidak ditahan, yakni Direktur PT Gilang Wisata Perkasa Miendwiati dan terdakwa Abdul Hadi Sawie.

Petang itu tersangka Indah digiring oleh tiga penyidik diantaranya Alvi Zuhroh, Makhmud dan Surya Yunita. Wanita berjilbab motif bunga dan berpakaian warna kuning itu langsung menutupi wajahnya menggunakan kertas. Mengetahui ada fotografer Radar Bromo yang memotretnya, ketika berjalan menuju pintu masuk lapas.

Keterangan yang berhasil diperoleh dari Kasi Pidsus Soegeng Prakoso, tersangka Indah sudah diperiksa sejak pukul 14.00. Tersangka didampingi pengacaranya saat diperiksa oleh penyidik. Bahkan tersangka menolak menandatangani BAP (berita acara pemeriksaan).

"Tadi (kemarin petang) dia (Indah) tidak mau tandatangan berita acara. Tapi, setelah salat diberitahu kalau tidak mau tandatangan penyidik membuat berita acara penolakan tandatangan. Dan akhirnya dia (Indah) mau," ujar Soegeng. Sekira pukul 17.30 Indah dibawa ke lapas.

Apa yang membuat tersangka ditahan? Tegas Soegeng memaparkan, bahwa selama pemeriksaan tersangka Indah tidak kooperatif. "Tidak memberikan keterangan yang sebenarnya, dari saksi lain sudah mengakui mengenal tersangka, tapi tersangka selalu menjawab tidak tahu," imbuhnya.

Indah sebagai Direktur CV Indonesia Makmur punya peran penting dalam perusahaannya, bekerjasama dengan tersangka Nanang. Untuk memenangkan tender travel, Nanang pun meminjam nama dua karyawannya mendirikan CV tandingan untuk maju ke lelang pengadaan barang dan jasa.

Kedua CV tersebut adalah CV Vira Berlian memakai nama Mujalal sebagai direktur dan Direktur CV Indah Cemerlang bernama Kusumandoko. "Direktur CV Vira Berlian dan CV Indah itu kenal dengan dia (Indah). Kenapa kok tetap saja tidak mau mengaku. Ditanya bilang tidak tahu. Di berkas-berkas itu ada tandatanga si Indah," jelas Kasi Pidsus.

Alasan seorang tersangka ditahan ada beberapa sebab, yaitu menghilangkan barang bukti, melarikan diri dan mengulangi perbuatannya. "Tersangka dikhawatirkan mempengaruhi saksi-saksi lain. Tidak mau berterus terang dan menghambat kerja penyidik," ungkapnya.

CV Indonesia Makmur melaksanakan perdin komisi III ke Jakarta dan Depok. Dari pelaksanaan perdin tersebut tersangka memark up uang penginapan di hotel La Grandeur mestinya Rp 475 ribu menjadi Rp 700 ribu per malam. Total mark up anggaran sebesar Rp 80 juta dari sewa hotel dan memalsukan SPJ (surat pertanggungjawaban). Mendapatkan pekerjaan perdin dewan dibuat seolah-olah ada lelang dengan menggunakan dua CV fiktif sebagai tandingan. (fa/yud)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=159187

Tidak ada komentar:

Posting Komentar