Senin, 14 Juni 2010

Jejak-Jejak Kalpataru yang Pernah Diraih Probolinggo-Pasuruan (2-Habis)

[ Senin, 14 Juni 2010 ]
Selama Masih Diberi Kesehatan, Saya Akan Tetap Menanam

Penghargaan Kalpataru telah diraih Mukarim pada 2005 lalu untuk kategori perintis lingkungan. Walau sudah berselang lima tahun, warga Nguling Kabupaten Pasuruan itu sampai kini tak surut dengan kegiatannya di bidang lingkungan hidup.

FANDI ARMANTO, Pasuruan

DI RUMAH sederhananya di Desa Penunggul, Nguling, Kamis (10/6) siang Mukarim dan istrinya, Satuha, menyambut kunjungan Radar Bromo. Mukarim tetap ramah walau air mukanya menunjukkan sejumput rasa lelah.

Maklum, saat itu dia baru saja pulang dari pantai untuk menanam mangrove. Sebuah aktivitas yang bertahun-tahun telah digelutinya hingga berbuah penghargaan Kalpataru.

Ya, di pesisir Desa Penunggu, Nguling yang berbatasan dengan Tongas Kabupaten Probolinggo, Mukarim menyulap areal itu menjadi kawasan mangrove. Daratan yang dahulunya sempat terkena abrasi, kini berubah menjadi daratan penuh tanaman mangrove. Kawasan itupun kini diakui sebagai hutan mangrove di Timur Pasuruan.

Hutan mangrove itu ada berkat sentuhan tangan Mukarim. Dialah yang merintis hutan mangrove itu atas dasar prihatin karena tiap kali hujan tiba, air selalu menggenangi Desa Penunggul. Dengan kata lain selama berpuluh-puluh tahun tinggal di Penunggul, Mukarim iba abarasi sudah melanda kampungnya. Dia pun bergerak dengan mengawalinya menanam mangrove.

Abrasi di kawasan pesisir itu pun berkurang sejak adanya hutan mangrove yang disebut sabuk hijau pesisir pantai. Dan pada 2005 silam, Mukarim diganjar penghargaan Kalpataru untuk kategori perintis lingkungan. Penghargaan itu diterima Mukarim langsung dari Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Negara Jakarta, persis di hari lingkungan hidup sedunia (5 Juni).

Sampai sekarang, piala Kalpataru itu masih tersimpan apik di rumah Mukarim. "Kalau ada tamu, biasanya piala itu saya keluarkan. Seperti kali ini. Selain Anda (Radar Bromo), baru saja beberapa mahasiswa dari APS Sidoarjo datang. Mereka ingin mengamati hutan mangrove yang saya tanam di Penunggul ini," kata Mukarim.

Sejak meraih Kalpataru, lelaki 62 tahun yang sudah memiliki enam anak itu memang kerap didatangi tamu. Tamu-tamu itu adalah pelajar, mahasiswa, dosen, pejabat, bahkan pemerhati lingkungan dari luar negeri. Mulai dari Polandia. Scotlandia, Belanda dan Australia.

Selain melihat langsung hutan mangrove yang dirintis Mukarim, tetamu itu umumnya datang untuk bertukar ilmu. "Dengan siapapun saya rela bertukar pikiran. Tidak memilih-milih. Asalkan tujuannya adalah sama-sama, ingin memperhatikan lingkungan," ujarnya.

Menurutnya, hampir setiap bulan pasti ada saja tamu yang datang kepadanya. "Mereka tahu tentang saya, karena saya sering menjadi tamu di suatu tempat untuk menjadi narasumber. Selebihnya mereka tahu dari media," kata Mukarim lalu menyedot rokok kreteknya.

Mukarim tak pernah mengeluh walau harus melayani tamu yang datang seperti tiada habisnya. Ia sudah diingatkan soal itu oleh Presiden SBY saat penyerahan Adipura pada 2005 lalu.

"Ketika itu Pak Presiden mengatakan, saya bakal kedatangan tamu banyak usai menerima kalpataru ini. Dan ternyata pesan Pak SBY benar. Sejak saat itu hampir setiap waktu saya diundang ke luar daerah, ataupun menerima kunjungan di Desa Penunggul," katanya.

Berkat Kalpataru pul Mukarim jadi bisa berkunjung ke beberapa bagian negara ini. Dari Aceh sampai NTT (Nusa Tenggara Timur). Istana Negara pun menjadi tempat yang biasa dikunjunginya.

Daerah-daerah itu ia datangi atas undangan untuk menyalurkan ilmu dan pengalamannya tentang mangrove. "Baik itu tentang menanam mangrove sampai sharing ilmu tentang bagaimana membuat sabuk hijau untuk mengantisipasi adanya abrasi," paparnya.

Apa yang dilakukan Mukarim tidak hanya dapat respons bagus dari masyarakat luar daerah. Bagi warga sekitar Desa Penunggul sendiri, apa yang dilakukan Mukarim, telah terbukti memberi kebaikan bagi mereka.

Hutan mangrove di pesisir tidak hanya mencegah abrasi, tapi juga menguntungkan warga. "Kini untuk mencari ikan, nelayan tidak perlu jauh-jauh. Mencari kepiting atau rajungan pun mudah. Yang paling nampak, kini Penunggul sudah tidak lagi mengenal banjir rob bila hujan tiba," ujarnya.

Karena dampak itu, warga pun rela membantu Mukarim menanam bibit-bibit mangrove. Bahkan pemkab setempat bersama sebuah yayasan, berniat menjadikan Desa Penunggul sebagai desa eko-wisata karena hutan mangrove itu.

Di saat apa yang dilakukannya sudah membawa pengaruh baik, Mukarim tak berhenti berbuat. Ia tetap tidak meninggalkan kebiasaannya menanam mangrove. "Seringkali di setiap undangan mereka juga mengajak saya untuk menanam mangrove. Tapi, menanam mangrove itu tidak seenaknya. Perlu sentuhan khusus karena tidak setiap bibit bisa tumbuh seperti yang diinginkan," jelasnya.

Bisa dibilang, mangrove kini telah menjadi bagian hidup tak terpisahkan dari Mukarim. Ia tidak hanya menanam, tapi juga membudidayakan bibit mangrove dan dijual. "Saya memang menjual bibit. Karena itu, pekerjaan nelayan sudah saya tinggalkan," katanya. Menurutnya, itu juga atas saran Presiden SBY.

Tapi, Mukarim tak mau dibilang mencari keuntungan dari aktivitasnya membudidayakan mangrove. "Tidak semua bibit saya jual. Terkadang, jika ada sekolahan yang meminta tolong, bibit itu saya berikan gratis. Asalkan bibit itu ditanam dan dirawat, saya rela memberikannya. Walaupun itu gratis," ujarnya.

Selain ditanam, mangrove itu juga kerap jadi bahan penelitian perguruan tinggi. Tapi, tak semua penelitian itu diterima Mukarim. Pernah suatu ketika ia disodori kerja sama pengembangan temuan baru, oleh suatu univesitas yang berhasil mengembangkan pakan ternak udang.

"Pakan itu terbuat dari daun mangrove. Intinya temuan itu bisa dibuat dengan memakai daun mangrove. Tentu saja saya tidak terima saran itu. Sebab kalau daun mangrove yang dipakai, lalu buat apa tanaman mangrove yang fungsinya mengantisipasi abrasi?" katanya.

Bagi Mukarim saat ini dia punya kewajiban untuk terus menjaga lingkungannya. Baginya, penghargaan kalpataru bukan hanya sekedar simbolis, kemudian dilupakan begitu saja. "Selama saya masih diberikan kesehatan, saya akan tetap menanam mangrove. Dan saya rela membagi ilmu saya tentang mangrove," katanya bersemangat.

Tahun ini Kalpataru jatuh pada dua warga asal Probolinggo dan Pasuruan. Dari Pasuruan peraih Kalpataru 2010 adalah warga Beji Cholifah. Mukarim mengaku ikut merasa sangat bangga dengan prestasi Cholifah. "Setidaknya kalau Bu Cholifah meraih Kalpataru, saya kan punya teman jika diundang kembali ke Jakarta," seloroh Mukarim. (yud)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=164324

Tidak ada komentar:

Posting Komentar