Rabu, 15 September 2010

Polres Gelar Pembunuhan Pendil

[ Rabu, 15 September 2010 ]
KRAKSAAN - Polres Probolinggo telah berhasil mengungkap kasus pembunuhan terhadap Abdul Rasyid, 30, warga Desa Pendil Kecamatan Banyuanyar Kabupaten Probolinggo jelang takbir lebaran lalu. Kemarin (14/9) polres menggelar barang bukti (BB) dan tersangka yang berhasil diamankan dalam kasus tersebut.

Gelar tersebut dipimpin langsung Kapolres AKBP Rastra Gunawan. Dimulai sekitar pukul 10.30, Kapolres didampingi Wakapolres Kompol Sucahyo Hadi, Kabag Ops Kompol Hadi Prayitno, serta Kabag Min AKP Bindriyo. Tampak juga Kasatreskrim AKP Heri Mulyanto, Kasatlantas AKP Dwi Agung Setyono, Kasat Reskoba AKP Didik Suhardi, dan Kasat Sabhara AKP Heri Suyanto.

Begitu dibuka, empat tersangka langsung dikeler menuju ruang depan mapolres. Mereka adalah SB, 29; NS, 42; W 30. Tiga tersangka ini adalah pelaku pembunuhan terhadap Rasyid. Sementara tersangka lainnya yakni Sahur, 19. Sahur adalah adik kandung Rasyid. "Ditangkap karena membawa sajam (senjata tajam) saat kejadian," terang Kapolres.

Sementara barang bukti sudah digelar di meja di tempat tersebut. Selanjutnya Kapolres melihat barang bukti tersebut. Yakni dua buah pedang, tiga buah celurit, serta baju yang dipakai korban saat dibunuh. Temuan ini berbeda dengan sebelumnya. Sebelumnya disebutkan, BB yang berhasil diamankan yakni sebuah celurit, sebuah tombak, 2 buah slontong celurit.

Menurut Rastra, itu merupakan hasil pengembangan. Pada Sabtu (11/9) pihaknya kembali mendatangi TKP. Yakni untuk mengamankan sejumlah BB tersisa. Keterangan lokasi ditempatkannya BB didapat dari 3 tersangka. "Mereka memberitahu di mana BB disembunyikan," kata Rastra.

Dari penyidikan, barang yang ditetapkan sebagai BB pun berubah. Tombak urung jadi BB, sebab tombak itu tak digunakan pada saat pembunuhan. Sementara pedang yang digunakan sebagai alat untuk membunuh sudah berhasil didapatkan. "Bahkan jumlahnya dua buah," sebut Rastra.

Selain itu, Polres juga berhasil mengamankan dua buah celurit lainnya. "Rupanya celurit ini yang paling banyak digunakan. Bahkan hingga (korban) tewas," terang Rastra sambil menunjuk sebilah celurit.

Diberitakan Radar Bromo sebelumnya, malam takbir lebaran (9/9) terjadi pembunuhan atas Abdul Rasyid. Ceritanya, sekitar pukul 14.00, Rasyid bersama sejumlah 7 orang temannya minum-minuman keras di depan rumahnya.

Tak hanya minum, Rasyid juga menyetel musik dengan keras dan menghisap rokok. Rasyid juga beberapa kali menantang SB untuk berduel sembari mengacung-acungkan celurit ke arah SB. Sementara SB sedang membenahi rumahnya.

Tak sabar, SB kemudian meladeni tantangan itu. Bahkan SB dibantu NS dan W. Terjadilah pertarungan tak seimbang. Apalagi SB, NS, dan W juga memegang sajam. Sehingga sekitar pukul 17.15, Rasyid terbunuh mengenaskan.

Dalam gelar kemarin, Kapolres AKBP Rastra mengajukan beberapa pertanyaan kepada para tersangka kasus itu. Pertama kepada SB. "Saya terpaksa melakukan (pembunuhan). Saya kan ditantang, jadinya panas," ujar SB.

"Saya ndak terima anak saya ditantang. Apalagi dia (korban) memang cukup menjengkelkan," tambah NS. W juga menyatakan hal serupa.

Akibatnya, tiga orang itu kemudian mengeroyok korban. Menurut SB, tak ada yang membantu korban saat itu. Bahkan NS berhasil merebut celurit yang sedang dipegang korban. "Saya ambil saja. Dia masuk ke dalam rumah, saya kejar," ujarnya dalam logat madura yang kental.

Dikatakan Kapolres, pembunuhan terhadap Rasyid sepenuhnya sudah tuntas ditangani. Yang akan dilakukan selanjutnya yakni proses hukum terhadap para tersangka. Menurut Kapolres, tiga tersangka bisa dikenakan hukuman penjara setidaknya 15 tahun penjara. SB, NS, dan W terbukti melanggar pasal 338 KUHP jo 170 KUHP.

Sementara Sahur terbukti melanggar UU Darurat 12/1951. Yakni tentang membawa senjata tajam. "Ini tersangka yang berbeda lho. Kasusnya lain. Bisa dihukum 10 tahun penjara," kata Rastra.

Kapolres berharap masyarakat tetap tenang menanggapi pembunuhan tersebut. Khususnya kasus yang terjadi selama Ramadan. Menurut Rastra, sudah terjadi dua kali pembunuhan selama Ramadan. Hal ini memang memunculkan banyak kekhawatiran di kalangan masyarakat. "Semoga tidak terjadi lagi," harap Rastra.

Sementara perkembangan terbaru dari masyarakat desa Pendil disampaikan H Saudi Hasyim, kemarin. Menurut Saudi, sebelum terbunuh, korban sempat cekcok dengan ibu kandungnya. Yakni di rumahnya di Desa Tarokan. "Bahkan kuburannya tak diberi pusara. Sepertinya ditelantarkan oleh keluarganya," ujar Saudi.

Dikatakan Saudi, warga Desa Pendil tak mau menerima jenazah Rasyid. Sehingga jenazah korban terpaksa dimakamkan di Desa Tarokan. Itu tak lain karena korban sering kali membuat ulah di desanya. "Saya pernah ditantang kelahi. Pak Kholik yang anggota DPRD juga pernah. Jadi keberadaannya memang meresahkan," ungkap Saudi. (eem/yud)

Sumber: http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=179287

Tidak ada komentar:

Posting Komentar