Senin, 09 Agustus 2010

Pasar Batik Tulis Lokal Lesu

[ Minggu, 08 Agustus 2010 ]
Kesulitan Hadapi Serbuan Batik Printing

PROBOLINGGO - Pembatik tulis lokal Kota Probolinggo tengah gundah. Mereka harus menghadapi membanjirnya industri batik printing dari luar kota yang menggunakan motif khas batik kota mangga.

Kemunculan batik printing motif lokal membuat para pembatik tulis sepi order. Imbasnya sampai pada pemecatan puluhan karyawan di UKM (usaha kecil menengah) batik.

Keluhan tersebut disampaikan para pembatik yang tergabung dalam Gachor. Menurut Wasis, salah satu pembatik, dari segi harga antara batik tulis dan printing yang sudah masuk ke Kota Probolinggo tidak jauh berbeda. Mestinya harga printing jauh lebih murah dibanding batik tulis.

"Lagi pula batik lokal Kota Probolinggo belum ada yang bisa printing. Sekarang sudah masuk printing tapi produksi luar daerah yang dijual di Kota Probolinggo," ujar Wasis diamini para pembatik yang lain.

Saat ini memang sudah masuk batik printing ke satker-satker di lingkungan Pemkot Probolinggo. Batik tersebut sudah banyak dipesan oleh PNS, termasuk Wali Kota Probolinggo sudah pernah memakainya di kegiatan pemkot beberapa waktu lalu.

Bagi para pembatik lokal, keberadaan printing bermotif khas Kota Probolinggo tidak menjadi masalah asalkan memang dibuat oleh UKM lokal sendiri. Menurut mereka, hal tersebut sudah nyeleneh dari komitmen pemkot yang ingin memberdayakan ekonomi lokal dan mengurangi pengangguran melalui UKM batik.

Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Koperindag) pernah menyampaikan kepada pembatik bakal ada pelatihan printing. Namun sampai saat ini rencana tersebut masih belum dilaksanakan.

"Dulu tujuan pelatihan printing supaya bisa membuat seragam untuk kalangan pegawai dan sekolah. Karena sekolah kapasitas order besar, kalau menggunakan batik tulis hubungannya dengan waktu yang tidak memungkinkan," tutur Agus, pembatik asal Kelurahan Jati.

Namun nyatanya, belakangan ada batik printing yang masuk dan bukan buatan Kota Probolinggo. "Kami menyayangkan produk luar masuk ke Kota Probolinggo. Kenapa kami (pembatik) tidak cepat-cepat diajari printing. Sekarang produksi kami macet tenaga kerja mulai dikurangi karena sudah tidak ada order," imbuhnya.

Empat orang pembatik lokal kini mulai mengurangi pekerja. Mita Collection misalnya sudah merumahkan 28 pegawainya. Wasis harus menghentikan sementara 15 pegawai sedangkan Ida juga menghentikan 10 pegawai.

"Lina (pembatik) yang merekrut pegawai dari anak jalanan dan pengamen akhirnya berhenti semua. Apa yang mau dikerjakan? Katanya mau pesan seragam tapi ternyata sudah beralih ke printing," keluh Ida.

Para pembatik seolah menagih komitmen pemkot yang berharap dengan adanya batik bisa mengurangi pengangguran di Kota Probolinggo. "Produknya itu dari luar maka perputaran uang bukan di sini (Kota Probolinggo). Pemkot pernah komit ingin ada produk khas. Kami tidak iri, tetapi alangkah baiknya ada kerjasama, bukan seperti ini. Persaingan bisnis atau pasar bebas memang tidak bisa dimungkiri tetapi bagaimana komitmen tentang UKM?" tanya Agus lagi.

Yang membuat para pembatik semakin kesal adalah komplain terhadap batik printing selalu kepada mereka. "Ada yang bilang ke saya kok batiknya warnanya seperti itu, kualitasnya kok berbeda. Ya saya bilang kalau itu bukan bikinan pembatik sini. Saya berharap pemkot bisa kembali pada komitmennya," sambung Ida. (fa/nyo)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=173947

Tidak ada komentar:

Posting Komentar