Senin, 09 Agustus 2010

Keluh Kesah Petani Tembakau dan Garam Probolinggo di Musim yang Buruk

[ Senin, 09 Agustus 2010 ]
Andalkan Prinsip Usaha, Ushalli, dan Utang

Hujan turun di tengah kemarau beberapa pekan terakhir dirasa sebagai musim yang buruk bagi sebagian petani tembakau dan petani garam di Kabupaten Probolinggo. Usaha mereka gagal.

ABDUR ROHIM M., Probolinggo

Adalah Baidawi, 40, warga Dusun Opo-Opo Lor, Desa Opo-Opo, Kecamatan Krejengan, salah satu petani tembakau yang merasakan akibat buruknya musim saat ini. Tanaman tembakaunya dipastikan gagal panen.

Baidawi sehari-harinya adalah kepala sekolah MI Ihyaus Sunnah, di Krejengan. Tak sulit mencari kediamannya. Dia tinggal persis di sebelah utara sekolah yang dipimpinnya.

Kamis (5/8) lalu saat ditemui Radar Bromo, Baidawi baru saja kelar mengajar. Saat ditanya nasib tanaman tembakaunya yang dipastikan gagal panen, Baidawi hanya bisa menjawab pasrah. "Ya mau bagaimana lagi, Mas," ujarnya.

Tak semua petani tembakau di Kabupaten Probolinggo mengalami gagal panen. Tapi, di antara petani tembakau yang gagal panen, Baidawi tergolong yang kerugiannya besar.

Dia punya sekitar dua hektare ladang, terbagi di tiga lokasi terpisah. Semuanya ditanami tembakau. Saat ini memang hanya tanaman tembakau di satu lokasi miliknya, seluas sekitar 700 meter persegi, yang rusak. Tentu saja kerugiannya besar. "Besar kerugiannya," kata Baidawi.

Ia menjelaskan, dengan areal seluas 700 meter persegi bisa ditanami sebanyak 13.500 tembakau. Jika normal, hasil yang bisa didapat diperkirakan sekitar 1,2 ton. Namun dengan kondisi semacam ini, Baidawi pesimis bisa mendapat keuntungan. Bahkan Baidawi yakin tidak akan ada perubahan pada tembakaunya.

Baidawi mencoba memberi pupuk pada ladang tembakaunya yang rusak karena hujan. Namun, ia melihat tak ada perubahan pada tembakau tersebut. Sebenarnya saat itu Baidawi iseng saja memberi pupuk. "Untung saja tidak sakit atau stres, Mas. Ya sadar diri lah," tuturnya.

Untuk mengatasi rasa pusing akibat gagal panen, Baidawi mengaku punya trik. Setengah bercanda Baidawi mengatakan, dirinya berpegang pada prinsip 3U. Ditanya kepanjangannya, Baidawi malah tertawa. "3U itu Usaha, Ushalli (salat), dan Utang," ujarnya sembari tertawa.

Setelah berbincang, Baidawi mengajak Radar Bromo pergi melihat kondisi sawah tembakaunya. Di situlah Baidawi kemudian menunjukkan tembakaunya yang layu. Bahkan kata Baidawi, tembakaunya tidak bisa lagi berkembang.

Padahal di sebelah sawah miliknya, terdapat tembakau yang sedang tumbuh dengan baik. "Itu bersamaan tanamnya. Tapi karena punya tempat pembuangan air yang baik, tumbuhnya bagus. Sementara sawah saya air menggenang," tutur Baidawi.

Sekitar sepuluh hari lalu, di desa setempat terjadi hujan. Sehari setelah hujan itu, Baidawi langsung berusaha menyelamatkan tanamannya. Bahkan dengan menggunakan alat penyedot air. Namun upayanya sia-sia. Sebab air yang disedot terlalu banyak.

Air tetap menggenang. "Mesin tak mampu. Aliran got tidak cukup membuang air. Ya terpaksa tembakau tak bisa diselamatkan," ujar Baidawi.

Selain Baidawi, ada pula petani garam yang merasakan kegagalan panen karena musim yang buruk ini. Salah satunya adalah Mansur, 30, warga yang kini tinggal di kawasan pesisir Desa Asembagus, Kecamatan Kraksaan.

Untuk sampai ke rumah Mansur, jalannya tak mudah. Jalan tak beraspal, jauh, juga becek berat bila hujan.

Mansur sebenarnya warga Sumenen. Di Asembagus itu dia tinggal di rumah seorang pemilik tambak garam bernama Iskandar. Itupun karena Iskandar berbaik hati menyuruh Mansur menempati rumahnya. "Jadi di sini numpang," ujar Mansur.

Seandainya tak tinggal di situ, Mansur harus menempati gudang untuk garam. Mansur mengajak serta istri dan kedua anaknya yang masih kecil. "Namanya saja gudang, Mas. Kondisinya tidak pantas untuk ditinggali. Untung Pak Iskandar baik hati," kata Mansur.

Mansur datang ke Probolinggo sejak sekitar 2 bulan lalu. Dia bekerja sama dengan 3 orang petani garam lainnya. Yakni Abdullah, 38, dan Misnari, 42. Keduanya warga Desa Asembagus.

Dikatakan kerja sama karena sistem pengelolaannya bersama. "Sedangkan penghasilannya pun dibagi tiga. Bagi hasil, Mas," tutur Mansur.

Hanya, saat ini garam hasil usahanya tak berhasil karena hujan yang turun beberapa hari lalu. Menurut Mansur, jika garam terkena air hujan, maka pekerjaan sebelumnya dianggap percuma. Sebab garam memang tak bisa terkena hujan.

"Pasti gagal jadi garam. Apalagi petani yang bersiap panen. Lantas kena hujan, langsung lemas, Mas," tutur Mansur sambil menahan emosi. (yud)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=174046

Tidak ada komentar:

Posting Komentar