Senin, 21 Juni 2010

Sumur Unik Milik H Ali Wafa, warga Banyuanyar Kabupaten Probolinggo

[ Senin, 21 Juni 2010 ]
Jadi Jujugan Orang karena Bisa Mengeluarkan Angin

Ini memang (hanya) tentang sebuah sumur. Tapi, sumur milik H Ali Wafa, 60, warga Desa Tarokan Kidul Kecamatan Banyuanyar Kabupaten Probolinggo ini tak sama dengan sumur-sumur lainnya. Sumur ini konon memiliki keunikan sehingga sering dikunjungi orang.

ABDUR ROHIM MAWARDI, Probolinggo

Sekilas tidak tampak ada yang istimewa pada sumur milik Ali Wafa itu. Sumur itu kebetulan di dekat rumah Misguna, yang tak lain adalah adik Ali Wafa. Sebelah barat sumur itu ada sebuah musala.

"Ya Mas, ini sumurnya," ujar Misguna saat Sabtu (29/5) lalu Radar Bromo datang melihat sumur unik yang belakangan kerap jadi pembicaraan orang tersebut.

Menurut Misguna, sumur itu banyak dikunjungi orang. Ya karena keunikannya. "Dari dalam sumur ada angin keluar, Mas," tutur Misguna soal keunikan sumur tersebut.

Yang unik, rumah Ali Wafa sendiri justru berada cukup jauh dari sumurnya. Sekitar seratus meter dari sumur tersebut. "Rumahnya memang tidak kumpul," ujar Misguna.

Saat ditemui di kediamannya, Ali Wafa bercerita bahwa sumur tersebut mulai dibangun pada 1 Januari 1987. Sumur digali dengan melibatkan empat orang pekerja. Yakni Ali Wafa sendiri, Manaf, Satrawi, dan Sutris. Tapi menurut Ali, penggalian sumur baru membuahkan hasil pada 12 Mei 1992. "Air tiba-tiba keluar pada tanggal itu," ujar Ali.

Tak disangka, sumur itu kemudian memiliki keunikan. Ali menjelaskan, sumur tersebut selalu mengeluarkan dan menghirup angin pada saat-saat tertentu. Menurut Ali, biasanya setiap pukul 06.00-18.00, sumur tersebut mengeluarkan angin cukup kencang. Puncaknya terjadi pukul 12.00-13.00. Bahkan pada saat bertiup sangat kencang, Ali menyebut angin dari sumur itu sampai bisa menerbangkan sebuah buku.

Untuk mengetahuinya kata Ali, caranya cukup mudah. Pegang saja sebuah buku. Tempatkan buku tersebut di atas sumur. Kemudian lepaskan buku itu seperti hendak dibuang ke dalam sumur. Mestinya sumur tersebut jatuh ke sumur. Namun yang terjadi sebaliknya. Buku tersebut malah terbang dibawa angin dari arah sumur.

Sebaliknya kata Ali, pada pukul 18.00-06.00, sumur malah menghirup angin secara kencang. Puncaknya terjadi pukul 24.00-01.00. Bahkan menurut Ali, sebuah topi bisa terbang akibat dihirup sumur tersebut. "Kalau cuma topi, tidak perlu ditolong. Kecuali orang dihirup ke dalam sumur," kelakar Ali.

Sejauh ini, belum pernah terjadi musibah akibat sumur tersebut. Bahkan air sumur tersebut malah dijadikan alternatif pengobatan. Menurut Ali, tidak hanya warga sekitar yang merasakan manfaat air tersebut. Banyak pula masyarakat dari luar kota yang datang untuk mengambil air dari sumur tersebut. "Biasanya mereka bawa tempat air sendiri, Mas," ujar Ali.

Ali mengaku termotivasi membuat sumur tersebut karena dulu di desanya, tidak ada sumur sama sekali. Selain itu lanjut Ali, ada keinginan kuat untuk menggali sumur tersebut. "Pokoknya sumur harus jadi," tegas Ali.

Sebagai upaya membuat sumur, Ali melakukan tirakat. Tak tanggung-tanggung. Selama 31 hari, ia melakukan puasa mutih. Yakni puasa tidak makan dan tidak minum pada siang hari. Jelang selesai, Ali mendapat isyarat mimpi. Ali diperintahkan menggali sumur di tempat jatuhnya air dari atap rumah. "Tempat jatuhnya air hujan itu lho, Mas," ujarnya.

Saat membuat sumur tersebut, Ali masih tinggal di rumah yang kini ditempati Misguna. Akhirnya dengan modal nekat, ia mengajak tiga orang temannya tersebut. "Waktu itu tahunya yang penting gali saja," ujar Ali.

Ali merinci, sumur itu kedalamannya sampai sekitar 80 meter. Ketika penggalian, Ali selalu mencatat pengalamannya. "Di sini, Mas," ujar Ali sambil menunjuk kepalanya.

Menurut Ali, ada beberapa lapis tanah yang digali. Yakni 30 meter tanah biasa. Batu mulus 7 meter, batu merah 1 meter, batu pecah-pecah 27 meter. "Sejauh itu penggalian masih bisa diatasi. Masih mampu waktu itu, Mas," ujar Ali.

Namun, untuk penggalian selanjutnya, Ali dkk harus berhadapan dengan batu keras seperti baja. Tebalnya menurut Ali sekira 3 meter. Namun batu itu juga berhasil digali. Sementara 12 meter terakhir berupa batu-batu hitam. "Batu terakhir bisa digali dengan tangan. Seperti metik buah," ujar Ali.

Meski sudah lama berlalu Ali mengatakan, masih cukup ingat setiap detail pengalamannya itu. Ali mengaku, penggalian itu menjadi pengalaman berharga yang tak bisa dilupakannya. "Puas bisa berhasil, Mas," ujarnya dengan mata menerawang. (yud)

Sumber : http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=165584

Tidak ada komentar:

Posting Komentar