Senin, 21 Juni 2010, 00:12:49 WIB
Jakarta, RMOL. Dipraperadilankan 8 Tahun Yang Lalu
Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta didesak untuk segera mengumumkan hasil proses banding praperadilan kasus korupsi dalam proyek listrik Paiton I.
DESAKAN itu disampaikan Asosiasi Penasehat Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (APHI) yang merupakan salah satu bagian dari Komite Advokasi Melawan Penyelewengan dan Korupsi (KAMPAK) yang menggugat Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus itu. APHI juga mengaku menerima salinan putusannya.
Saat dikonfimrasi soal kelanjutan kasus ini, KPK, Kejagung dan PT DKI tak memberikan infomrasi memuaskan. Mereka mengaku tidak mengetahui perkembangan terakhir dari proses hukumnya.
Misalnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) M Amari mengaku tidak mengetahui kasus tersebut, tapi dia berjanji akan membentuk tim khusus untuk menuntaskan kasus Paiton I.
“Saya tidak hafal, tapi nanti kita invetaris dulu kasus-kasusnya. Lalu bikin tim khusus untuk membuka kasus yang lama,” katanya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, belum lama ini.
Hanya saja Amari tidak menjelaskan, kapan tim khusus penanganan kasus Paiton I itu dibentuk dan mulai bekerja.
Kepala Hubungan Masyarakat KPK, Johan Budi SP juga mengaku tidak mengetahui secara pasti terkait pelaporan kasus dugaan korupsi di PLTU Paiton I ke lembaganya.
“Saya akan cek dulu. Apakah pernah dilaporkan ke KPK atau tidak,” katanya.
Sekretaris Perusahaan PLN, Ida Bagus Mardawa memberikan info serupa. Dia mengaku belum mendapatkan laporan kasus Paiton I. “Sampai saat ini belum menemukan adanya laporan penyimpangan dari kasus Paiton” terangnya.
Oleh karena itu, dia mengharapkan kepada semua pihak yang mengetahui laporan kasus tersebut untuk menyampaikan kepadanya. “Kalau ada laporan resmi kasus tersebut, kirim ke saya, nanti kita tindak lanjuti,” pintanya.
Kepala Hubungan Masyarakat PT DKI Jakarta, Andi Samsan Nganro berjanji akan mengecek dokumen-dokumen praperadilnya. “Saya cek terlebih dahulu” ucapnya.
Wakil Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Juntho menyesalkan kinerja Kejagung yang lambat menyelesaikan kasus korupsi pengadaan listrik swasta Paiton 1.
“Memang saya lihat tidak ada keseriusan dalam insitusi tersebut untuk menangani korupsi. Terutama kasus-kasus lama yang hingga kini belum tuntas juga,” sesalnya.
Emerson berharap, dalam waktu dekat sudah ada perkembangan yang lebih baik t. “Kalau tidak, maka jaksa agung harus diganti dengan yang baru, agar ada penyegaran dan punya komitmen kuat dalam menangani semua kasus korupsi,” ucapnya.
Dilaporkan Ke KPK, Ditangani Kejagung, Disidangkan PT DKI Jakarta
Kasus dugaan korupsi pengadaan listrik swasta Paiton 1 di Probolinggo bermula dari mark-up terhadap capital cost sebesar 48 persen dari seluruh nilai proyek yang sebesar Rp 7,015 triliun.
Sebenarnya, Paiton I telah diaudit BPKP dan due diligence SNC-Lavalin. Kedua lembaga tersebut jelas-jelas menyatakan ada mark up dan rekayasa besar-besaran pada sisi proses penyiapan listrik swasta dan proses investasinya.
Dalam Laporannya, BPKP membedah secara gamblang proses Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) yang terjadi, mulai dari perencanaan, proses mendapatkan Surat Ijin Prinsip, pembiayaan, pelaksanaan, produksi, distribusi, konsumsi, pembayaran dan berbagai previlege yang didapat dengan merugikan keuangan negara.
Padahal harga listrik swasta dunia pada saat itu di kisaran 4 sen dolar AS per kWh. Sedangkan dalam kontrak yang diperbaharui, PLN harus membayar harga sebesar 4,93 sen dolar AS per kWh. Namun dalam perhitungan yang ditemukan, harga sebenarnya dalam kontrak tersebut bisa mencapai 6,5 sen dolar AS per kWh.
Kasus ini ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). Dalam kasus tersebut bekas Direktur Utama PLN Zuhal dan bekas Dirut PLN Djiteng Marsudi sudah diperiksa.
Menurut hasil penyelidikan Kejagung, proyek Paiton I dinilai melanggar keputusan presiden mengenai prosedur pengadaan listrik di lingkungan departemen yang harus melalui prosedur lelang. Indikasi kolusi terlihat dalam proses negosiasi melalui bukti Surat Menteri Pertambangan dan Energi tertanggal 13 Februari 1993.
Dalam surat itu dinyatakan persetujuan, kesepakatan, dan nilai prematur yang tak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Kesepakatan itu di antaranya menyangkut soal harga jual listrik. Sementara indikasi suap lainnya terlihat dari dana pengembangan sekitar 15 juta dolar AS oleh PT Batu Hitam Perkasa -pemilik 15 persen saham di Paiton I.
Kasus ini juga pernah dilaporkan ke KPK oleh Asosiasi Penasehat Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (APHI) pada 7 September 2004.
Tidak hanya itu dalam penanganan kasus korupsi PLTU Paiton I, Kejagung juga sempat dipraperadilankan Komite Advokasi Melawan Penyelewengan dan Korupsi (KAMPAK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). KAMPAK sewot karena Kejagung telah menghentikan penyidikan kasus korupsi proyek listrik Paiton I senilai Rp 7 triliun.
Putusan PN Jaksel memerintahkan Kejagung terus menyidik kasus korupsi dalam proyek listrik Paiton I. Penghentian penyidikan kasus itu dinilai tidak sesuai dengan undang-undang korupsi.
“Kasus itu ada indikasi korupsi dan mark up. Pengadilan memerintahkan Kejaksaan Agung tetap meneruskan penyidikan kasus ini,” kata hakim Tusani Selasa, di PN Jaksel, Jakarta, 3 September 2002.
Juru bicara Kejagung pada saat itu, Barman Zahir mengatakan, demi kepentingan penyidikan, kejaksaan sengaja tak menyebutkan nama saksi atau tersangka. “Sebetulnya sudah ada saksi yang diperiksa, tersangkanya pun sudah ada,” ujarnya.
“Kita Belum Terima Salinan Putusannya”
Hotma Timbul, Ketua APHI
Sampai saat ini Asosiasi Penasehat Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (APHI) belum menerima salinan putusan gugatan praperadilan dari Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, terkait mandeknya penanganan kasus Paiton I yang dilakukan Kejagung.
“Sampai saat ini belum ada putusannya. Kita belum terima salinannya,” kata Ketua APHI Hotma Timbul kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Diungkapkan, sekitar tahun 2004 APHI melakukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dan dikabulkan.
“Kita ajukan praperadilan karena menurut kita penanganannya berlarut-larut, lalu majelis hakim sepakat dengan kita dan memerintahkan untuk meneruskan penyidikannya. Saat itu jaksa mengajukan banding, dan sampai sekarang kita belum tahu putusannya. Nanti kita cek ke sana,” ujarnya.
Anggota KAMPAK, Lambok Gultom juga mengaku belum menerima putusan banding dari praperadilan kasus tersebut dari PT DKI Jakarta.
“Kalau Nggak Maksimal, Anggarannya Dikurangi”
Nasir Djamil, Anggota Komisi III DPR
DPR mengancam akan mengurangi anggaran kejaksaan, bila tidak segera menuntaskan kasus dugaan korupsi pengadaan listrik swasta Paiton 1 di Probolinggo mengingat, potensi kerugian negaranya sangat besar.
“Paling maksimal kami melakukan penekanan terhadap anggaran. Kalau memang kinerja kejaksaan nggak maksimal, ya anggarannya harus dikurangi,” kata anggota Komisi III DPR Nasir Djamil, kemarin.
Menurutnya, data dari ICW terkait 40 kasus korupsi yang belum diselesaikan kejaksaan merupakan masukan yang bagus sebagai bentuk kontrol sosial dari masyarakat .
Di Komisi III DPR, politisi PKS ini mengaku sudah mendesak kepada pimpinannya untuk melakukan audit kinerja terhadap kejaksaan, terutama terkait kasus-kasus korupsi yang belum tuntas penyelesaiannya.
“Audit sangat diperlukan untuk mengetahui kenapa beberapa kasus sampai saat ini tidak dituntaskan, kendalanya, kesulitannya, sehingga kami tahu duduk persoalannya seperti apa,” ujarnya.
Anggota Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana tak kalah sengitnya dengan ketidakjelasan penanganan kasus Paiton itu. Dia meminta Kejagung segera menuntaskannya. “Kalau sudah ada audit BPKP, Kejagung ya harus segera menindaklanjutinya,” ucapnya.[RM]
Sumber : http://www.rakyatmerdeka.co.id/news/2010/06/21/96543/KPK-Dan-Kejagung-Lupa-Kasus-Paiton-I-Probolinggo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar