Rabu, 23 Juni 2010

Sebut Dakwaan Tak Lengkap

[ Rabu, 23 Juni 2010 ]

Di luar keputusan mengalihkan status dua terdakwa menjadi tahanan kota, sidang lanjutan kasus perdin di Pengadilan Negeri (PN) Probolinggo kemarin mengagendakan pembacaan eksepsi atas dakwaan JPU. Kubu terdakwa menyebut dakwaan JPU tak lengkap.

Kali pertama yang berkesempatan membacakan eksepsi adalah penasihat hukum (PH) terdakwa Indah Wilujeng Liliawati, yakni Rudi Andrianto dan Johan. Eksepsi PH Indah lebih singkat dan sedikit dibanding PH terdakwa Nanang Koentjahjono.

PH berpendapat bahwa dakwaan JPU tidak sesuai dengan pasal 143 ayat 2.b dan ayat 3 KUHAP. Bahwa JPU dalam membuat surat dakwaan harus cermat, jelas dan lengkap. Sedangkan di surat dakwaan tidak disebutkan status dari terdakwa apakah sebagai pelaku utama atau hanya ikut serta saja.

Fungsi CV Indonesia Makmur (IM) yang diminta mengajukan penawaran dalam pelaksanaan perdin anggota komisi III DPRD Kota Probolinggo tidak disebutkan berupa biro wisata atau biro travel. Di dalam dokumen kontrak juga tidak disebutkan mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak.

"Sama sekali tidak disebutkan hasil audit keuangan dan akuntan independen mengenai masalah keuangan dari pelaksanaan perdin tersebut. Juga tidak disebutkan peraturan perundang-undangan yang bertentang dengan perbuatan terdakwa yang mengakibatkan kerugian negara (pemkot Probolinggo)," kata Johan saat membacakan eksepsi.

Untuk itu, PH beranggapan surat dakwaan JPU sama sekali tidak jelas, tidak lengkap dan tidak sempurna dan tidak memenuhi pasal 143 ayat 2b dan ayat 3 KUHAP. Mereka berharap majelis menerima eksepsi terdakwa Indang dan membatalkan, setidaknya menolak atau tidak menerima surat dakwaan dari JPU.

Seperti diketahui, mantan suami istri Nanang dan Indah adalah rekanan DPRD Kota Probolinggo untuk agenda perdin pada 2007 silam. Nanang dan Indah saat itu menjadi rekanan perdin dengan bendera CV Indonesia Makmur (IM).

Namun, perdin itu bermasalah, serupa dengan perdin DPRD pada tahun yang sama dengan rekanan PT Gilang Wisata Perkasa. Nanang dan Indah selanjutnya dijadikan tersangka ketiga dan keempat kasus perdin (setelah direktur PT Gilang Miendwiati dan Sekretaris DPRD Abdul Hadi Sawie).

Dan kini kasus Nanang-Indah sudah masuk pengadilan. Dalam dakwaan JPU terinci, CV IM menangani perdin Komisi III DPRD pada 4-8 November 2007 dengan tujuan ke Jakarta.

JPU menerangkan biaya perdin tersebut keseluruhan Rp 174 juta. Sedangkan anggaran yang bisa dipertanggungjawabkan Rp 73.702.000. Sehingga negara dalam hal ini pemkot dirugikan Rp 100.298.000.

Dalam dakwaan primer terdakwa Indah dan Nanang diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 (1) ke 1 kitab undang-undang hukum pidana.

Sedangkan dakwaan subsider kedua terdakwa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau kerugian negara.

Mereka diancam pidana dalam pasal 3 ayat (1) jo pasal 18 UU 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 (1) ke 1 kitab undang-undang hukum pidana.

Selanjutnya, dalam sidang kemarin PH terdakwa Nanang, yakni Mahmud dan Dodik Imam Hariyanto juga punya pembelaan sendiri untuk kliennya. Mereka sempat membacakan kutipan sambutan Ketua Mahkamah Agung pada Rakernas MA di Denpasar tahun 2005 lalu.

Menurutnya, pencantuman pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP merupakan surat dakwaan yang tidak sah dan melanggar azas lex specialis derogat lex generalis, harus dinyatakan batal demi hukum. Surat dakwaan juga tidak mencantumkan pedoman pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. Sehingga menjadi kabur dan tidak disebutkan mengenai perbuatan mana yang melanggar hukum.

"Salah dan keliru bila seolah-olah yang paling murah adalah pemenang lelang yakni IM. Tidak mungkin berupaya dapat pekerjaan dan membuat kompetitor lain, padahal direkturnya adalah orang yang bekerja freelance," terang Dodik.

Tentang kerugian negara disebutkan ada dualisme kewenangan menghitung kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum. Tindakan penyidik kejari Kota Probolinggo yang memutuskan untuk menghitung dan menentukan kerugian negara dalam tindak pidana korupsi adalah melampaui batas wewenang. Sebab, tidak memiliki metode dan prosedur penghitungan yang diterapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sama seperti PH Indah, atas penjabaran itulah majelis hakim diminta berkenan menerima eksepsi dari terdakwa Nanang. Atau setidaknya majelis menyatakan tidak dapat menerima surat dakwaan JPU karena tata cara pemeriksaan yang dilakukan (penyidikan dan penuntutan) tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang.

"Dakwaan itu tidak jelas. Hasil pemeriksaan BPK, untuk perdin komisi III juga tidak ditemukan kesalahan dan kerugian negara," tambah Mahmud saat ditemui usai sidang siang kemarin.

Selesai eksepsi, sidang ditutup dan akan dilanjutkan lagi pada 29 Juni dengan agenda tanggapan JPU. (fa/yud)

Sumber : http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=165975

Tidak ada komentar:

Posting Komentar