Rabu, 09 Juni 2010

Pledoi Sawie, Minta Bebas

[ Rabu, 09 Juni 2010 ]

PROBOLINGGO - Sidang kasus dugaan korupsi dana perjalanan dinas (perdin) DPRD Kota Probolinggo dengan terdakwa Abdul Hadi Sawie kemarin (8/6) digelar kembali. Terdakwa yang menjabat sekretaris DPRD itu melalui penasihat hukumnya, menyampaikan pledoi atau nota pembelaan. Dalam pledoinya, Sawie minta dirinya dibebaskan dari segala tuntutan JPU (jaksa penuntut umum).

Sidang itu kemarin baru dilangsungkan di Pengadilan Negeri Kota Probolinggo sekitar pukul 12.00. JPU maupun penasihat hukum terdakwa sama tidak hadir lengkap. JPU yang hadir hanya Soegeng Prakoso dan Surya Yunita. Sedangkan penasihat hukum terdakwa yang hadir cuma Kartidjo dan Buyung Ageng Islami. Penasihat hukum lainnya, Eries Jonivianto, sedang berada di Jakarta.

Pada pledoi yang dibacakan dalam sidang, kata pengantarnya terdengar cukup berbunga-bunga. Penasihat hukum menyatakan tidak pernah merasa diperlakukan oleh majelis hakim sekedar sebagai "pelengkap penderita" atau "pajangan hukum" belaka, melainkan benar-benar sebagai sesama penegak hukum.

Perbedaan pendapat antara mereka dan JPU bukanlah sesuatu yang mengherankan, melainkan sesuatu yang biasa. Di mata penasehat hukum, JPU menganggap dakwaannya terbukti secara sah dan meyakinkan. Dan oleh karena itu menuntut agar terdakwa dinyatakan bersalah serta dipidana. Bagi mereka, itu bukan yang mengherankan, melainkan sesuatu yang biasa karena adanya suatu tuntutan pekerjaan.

"Meskipun JPU secara tertulis tetap menuntut agar terdakwa dinyatakan bersalah dan dipidana, namun kami yakin bahwa hati kecil dan hati nurani JPU sebetulnya sama dengan hati kecil dan hati nurani kami. Yakni tidak yakin bahwa terdakwa bersalah," kata Buyung Ageng Islami.

Ringkasnya, dalam pembelaan itu terdakwa hanya mengetahui sebagai pengguna anggaran (PA). Semua surat pertanggungjawaban pelaksanaan perdin komisi dan panggar (panitia anggara) dibuat oleh rekanan yaitu PT Gilang Wisata Perkasa dan CV Indonesia Makmur. Panitia penerima barang dan jasa mengakui sendiri telah lalai dalam menjalankan tugasnya.

Dalam uraian terhadap dakwaan subsidair, disebutkan bahwa terkait adanya suatu cash back yang telah diterima oleh terdakwa maupun anggota komisi I, komisi II dan banggar, dinilai suatu fitnah belaka. JPU hanya mengacu pada keterangan sepihak dari Miendwiati.

Dalam menentukan kerugian negara, JPU dinilai tidak menghitung secara riil. Padahal, dalam menentukan kerugian negara tidak boleh kira-kira atau ditafsir. JPU tidak menggunakan BPK, instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk. Wajib dalam pembuktian menyertakan audit untuk fakta materil.

Diketahui, dalam kasus ini JPU mendakwa Sawie terlibat bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi terkait perdin DPRD kota 2007 lalu. Dalam sidang sebelumnya, JPU menuntut Sawie diganjar hukuman 1,5 tahun penjara dan membayar denda Rp 75 juta. Serta pidana tambahan membayar uang pengganti Rp 12 juta.

Sementara, pada kesimpulan pledoinya, kubu Sawie menyatakan isi surat dakwaan dan tuntutan JPU kabur atau obscure libel. Di dalamnya tidak dengan jelas dan tepat dilukiskan hal ikhwal perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa.

"Sehingga kami berkeyakinan seharusnyalah dakwaan dan tuntutan JPU terhadap terdakwa dinyatakan batal demi hukum. Dan terdakwa dinyatakan tidak dapat dipidana terhadap dakwaan dan tuntutan JPU," sambung Kartidjo.

Perbuatan terdakwa dalam perkara A quo merupakan murni kelalaian dalam menjalankan fungsi administratif jabatan. Itu dianggap bukan suatu penyalahgunaan wewenang karena tidak faktor kesengajaan/niat. Sehingga perbuatan terdakwa tidak dapat digolongkan sebagai perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam UU pemberantasan tindak pidana korupsi (tipikor).

Selanjutnya, penasihat hukum terdakwa dan terdakwa memohon agar diputus dengan amar putusan terdakwa secara sah dan menyakinkan tidak terbukti bersalah. Berikutnya minta majelis membebaskan terdakwa Sawie dari segala dakwaan dan tuntutan baik primer dan subsider dan memulihkan hak terdakwa.

Ketua majelis Sih Yuliarti menegaskan jika JPU ingin menanggapi pledoi terdakwa (replik) diberi waktu selama satu minggu. "Seminggu kemudian giliran penasehat hukum duplik. Kalau dalam seminggu tidak ada, dianggap tidak mengajukan. Kita ini dibatasi waktu. Sidang dilanjutkan Selasa (15/6) dengan agenda replik," tegas Sih kemudian menutup sidang. (fa/yud)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=163461

Tidak ada komentar:

Posting Komentar