Kamis, 20 Mei 2010

Probolinggo Plaza, Aset yang Tak Bisa Dikelola

Kamis, 20 Mei 2010 | 10:23 WIB

OLEH: IKHSAN MAHMUDI

Probolinggo Plaza di Jl. Panglima Sudirman itu sudah tidak megah lagi. Usianya sudah lewat 20 tahun. Kondisinya juga ada yang rusak. Bahkan bangunan lantai dua bekas bioskop mangkrak. Tapi niat Walikota Probolinggo untuk mengambil alih pertokoan itu kandas padahal berdiri di atas tanah aset Pemda.

Gara-garanya perjanjian yang dibuat walikota dahulu tidak memuat batas akhir perjanjian. Maka walikota Semarang jadi kepothokan.

”Sertifikat tanah Probolinggo Plaza dipegang Pemkot,” ujar Kabid Aset pada Dinas Pengelola Pendapatan Keuangan dan Aset (DPPKA), Rachmadeta Antariksa. ”Tapi Pemkot tidak bisa berbuat apa-apa karena cala di perjanjian,” ujarnya sambil tertawa.

Pertokoan itu bermula pada 1986, komplek Pasar Lama terbakar habis. Setahun kemudian, Walikota Probolinggo, Latief Anwar menggandeng PT Avila Prima milik Sutjianto Kusuma untuk membangun Probolinggo Plaza di atas puing-puing pasar.

Dalam perjanjian Nomor 39/1987, Pemda-PT Avila sepakat berpatungan dana pembangunan plaza dan terminal mobil penumpang umum (MPU) senilai total Rp 263 juta. Persentasenya, Pemda 83 juta dan PT Avila Rp 180 juta. PT Avila yang mengantongi surat izin pengelolaan (SIP) Plaza Probolinggo dari Walikota Probolinggo tanpa batas waktu. Para tenant (penghuni stan) bertransaksi langsung kepada PT Avila. Hingga dua dekade lebih, Pemda Probolinggo pun hanya sebatas mendapatkan retribusi.

Awal 2009 lalu, Pemkot Probolinggo bermaksud mengambil alih pengelolaan Probolinggo Plaza demi pengamanan aset.

Lobi dan musyawarah ternyata buntu, Pemkot pun menggugat PT Avila ke Pengadilan Negeri (PN) Kota Probolinggo pada16 Februari 2009. Setelah melalui 18 kali sidang, hakim mengeluarkan putusan pada 29 Juli 2009.

Hakim majelis yang diketuai Jihad Arkanuddin didampingi Erma Suharti dan Sugeng W. menyatakan, gugatan Pemkot Probolinggo tidak diterima (niet ontvankelijke verklaard).

Melalui penasihat hukumnya, Budi Santoso SH, Pemkot mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Jatim tapi belum ada keputusan hingga kini.

Bayar Kompensasi

Muncul desakan agar Pemkot menggunakan jalur mediasi kepada PT Avila. Usulan itu mengemuka dalam hearing (dengar-pendapat) antara eksekutif dengan Komisi A DPRD Kota Probolinggo di gedung DPRD, Rabu (19/5).

Hearing diikuti Bagian Hukum, Dinas Pengelola Pendapatan Keuangan dan Aset (DPPKA), Bagian Pemerintahan, dan Dinas Pekerjaan Umum. Tampak pula Budi Santoso, penasihat hukum Pemkot.

”Bisa dikatakan kita ini lelah menunggu. Melalui jalur hukum, Pemkot kalah di PN. Kelak di PT bisa kalah atau menang, masih dimungkinkan berlanjut ke kasasi di Mahkamah Agung. Lebih baik gunakan jalur mediasi dengan PT Avila,” ujar Ketua Komisi A DPRD, As’ad Anshari.

Apalagi DPRD pernah mendapatkan informasi, PT Avila bersedia melepaskan hak kelola dengan uang kompensasi Rp 550 juta. ”Soal besarnya kompensasi kan bisa dinego. Sisi lain nilai uang kompensasi itu tidak seberapa dibandingkan dengan nilai aset,” ujar Ir Agung Sasongko, anggota Komisi A.

Sementara itu Abdul Aziz, anggota komisi lainnya mengatakan, proses mediasi termasuk pembayaran uang kompensasi harus transparan. ”Biar tidak muncul kasak-kusuk, ’Lho,Pemkot kok mau mengeluarkan uang dalam jumlah besar, apa tidak lebih baik untuk membeli beras bagi warga miskin’,” ujar politisi PKB itu.

Budi Santoso mengatakan, putusan PN itu bukan berarti memenangkan tergugat (Sutjianto). Dikatakan gugatan Pemkot ditolak karena tidak mengajukan gugatan kepada penghuni pertokoan di Probolinggo Plaza.

”Bagi kami, Pemkot tidak ada urusan dengan penghuni plaza, buat apa mereka ikut digugat. Yang kami gugat hanyalah soal pengelolaan tanah pada bangunan tersebut,” ujarnya.

Budi menilai, perjanjian 39/1987 antara Pemda dengan PT Avila harus dibatalkan karena tidak ada batas waktu. Termasuk batas waktu pengelolaan Probolinggo Plaza yang dilakukan PT Avila.

Pertokoan berlantai dua itu berdiri di atas tanah seluas 3.561 meter persegi. Di bagian bawah berupa stan-stan pertokoan, sementara di lantai atas digunakan untuk Probolinggo Theater. Tetapi gedung bioskop di lantai atas itu sudah lama mangkrak.

Budi mengakui, jalur hukum atas kasus sengketa Probolinggo Plaza di PT Jatim masih panjang. Kalau pun di PT kelak ada yang menang dan kalah, prosesnya tentu masih panjang. Soalnya pihak yang kalah masih bisa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Apa pun jalan yang ditempuh Pemkot, Komisi A DPRD mendesak bisa selesai ”dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”. ”Soalnya, semakin berlarut-larut, penyelesaian kasus ini semakin rumit,” ujar Agung Sasongko.

Sumber: http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=fb7d58affcebbfedd96a2b5ac50e1bc3&jenis=1679091c5a880faf6fb5e6087eb1b2dc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar