Kamis, 20 Mei 2010

Dukung Jalan Negosiasi - Dukung Jalan Negosiasi

Kamis, 20 Mei 2010 ]

PROBOLINGGO - Proses hukum Plaza Probolinggo yang melibatkan Pemkot dan PT Avila Prima belum menunjukkan tanda ada kemajuan. Hasil banding yang diajukan oleh pemkot belum turun.

Atas kondisi itu komisi A DPRD mendukung pemkot segera bernegosiasi dengan pihak PT Avila Prima.

Permasalahan pengelolaan kawasan pertokoan di Jl Panglima Sudirman itu kembali dibuka oleh komisi A, kemarin (19/5). Dalam hearing bersama Budi Santoso (pengacara pihak pemkot), Kabag Hukum Agus Hartadi, Kabag Aset Rachmadeta, Kabid Perumahan dan Permukiman Dinas Pekerjaan Umum (PU) Amien Fredy, dan Kabag Pemerintahan Sofwan Tohari.

Ketua Komisi A Asad Anshari menegaskan, saat hearing bersama eksekutif pada 18 November lalu, eksekutif diminta segera menyelesaikan masalah ini dengan menunaikan permintaan PT Avila Prima. Tapi, hingga saat ini masih belum terlaksana. "Bagaimana perkembangan kasus ini?" tanyanya.

Kabag Hukum Agus Hartadi menjelaskan kasus ini sudah memasuki ranah hukum dan pemkot dalam posisi kurang beruntung. Di Pengadilan Negeri (PN) Kota Probolinggo amar putusan hakim menyatakan bahwa gugatan tidak diterima (niet ontvankelijke verklaard). Majelis hakim dalam kasus tersebut Jihad Arkanuddin, Erma Suharti dan Sugeng W.

Putusan itu bukan berarti gugatan telah dimenangkan tergugat yakni Sutjianto melainkan ditolak oleh pengadilan. Gugatan pemkot ditolak karena tidak mengajukan gugatan kepada penghuni pertokoan di Probolinggo Plaza. Lalu pemkot mengajukan banding pada 5 Agustus 2009 lalu.

"Sampai sekarang (kemarin) putusan banding masih belum turun. Kami belum menerima. Saat ditanyakan ke PN Kota Probolinggo, putusan dari Pengadilan Tinggi memang belum turun," ujarnya.

Kabid Aset Rachmadeta menambahkan, bahwa perjanjian bangunan di atas tanah aset itu tidak jelas. Kontrak antara pemda dan investor tidak jelas sampai sekarang. "Yang jelas, sertifikat ada pada kami," tegas Deta.

Seperti diberitakan sebelumnya, Pasar lama atau yang kini dikenal dengan Probolinggo Plaza pernah terbakar sekitar tahun 1986. Pasca kebakaran tersebut pemkot setempat membuat perjanjian dengan PT Avila Prima yang dimiliki oleh Sutjianto Kusuma. Waktu itu Wali Kota Probolinggo dijabat Latief Anwar.

Surat perjanjian nomor 39 tahun 1987 ini tentang pembangunan pertokoan (Probolinggo Plaza). Isi perjanjian terkait pembangunan plaza serta terminal colt. Pembangunan tersebut menghabiskan anggaran sebesar Rp 263 juta. Dana tersebut disokong oleh pemkot Rp 83 juta dan PT Avila Prima Rp 180 juta.

Beberapa tahun terakhir pemkot melihat kondisi pertokoan di plaza perlu adanya perbaikan. Apalagi bangunan tersebut sudah berusia lebih dari 21 tahun. Dikhawatirkan dapat membahayakan pengguna bangunan yang sudah tua. Ternyata langkah itu tidak mudah. Pemkot tidak bisa masuk ke bangunan seluas 3561 M2 yang sertifikatnya jelas kepemilikannya adalah pemkot.

PT Avila Prima hanya mengantongi surat izin penempatan (SIP). SIP tersebut tidak dilandasi dengan payung hukum yang jelas. Selain itu, perjanjian antara Wali Kota Latief Anwar dengan Sutjianto dianggap cacat hukum karena tidak tercantum batas waktu.

"Kami meminta perjanjian itu bajal karena tidak ada batas waktunya. Tidak sesuai dengan aturan main tata cara perjanjian. Saat mengajukan gugatan, kami belum sampai pada pokok perkara. Hanya eksepsi dan pemkot diharuskan menggugat penghuni (pertokoan). PT Avila menawarkan Rp 550 juta untuk menyerahkan pengelolaan plaza," ujar Budi Santoso.

Komisi A menilai saat ini pemkot sedang apes, terkait kasus plaza. Mengajukan kasasi, bila banding kalah, akan memakan waktu yang lama. "Peluang untuk damai kenapa tidak diambil. Dilempar wacana itu, PT Avila menawarkan ganti rugi Rp 550 juta, dinego dulu nanti kenanya berapa baru menghitung untuk ruginya (negosiasi)," tandas Asad.

Dukungan melakukan negosiasi terus diberikan oleh anggota komisi A. Itu diutarakan oleh Agung Sasongko, Tuhamsi Riyono, Sugiono dan Bachri. "Nego bisa-bisa saja, namun pemkot membutuhkan dukungan karena berhubungan dengan keuangan. Harus ada persetujuan dewan," sahut pengacara necis itu.

Agung menuturkan nego itu sangat nyucuk dengan nilai aset di plaza. PAD (pendapatan asli daerah) bisa dihitung. "Logikanya bisa menguatkan wacana (nego) ini. Penjajakan dulu, di-dealkan. Eman-eman kalau tidak mengeluarkan uang Rp 550 tapi aset itu hilang. Itu bisa menjadi duit besar (aset). Di nego seringan mungkin," ungkap Agung.

Asad menambahkan kalau komisi A sepakat mendukung negosiasi dan pemkot diminta action secepatnya. Namun, komisi A mendukung bukan berarti komisi lainnya juga ikut mendukung wacana tersebut. Karena pembahasan anggaran bakal melibatkan panitia anggaran (panggar) yang berasal dari berbagai fraksi di dewan.

Sementara itu, yang agak berbeda adalah Abdul Aziz, anggota dewan dari FKB itu ingin mengetahui materi gugatan yang diajukan ke pengadilan. "Kami ingin tahu seperti apa. Karena ini duit besar, kalau dialokasikan untuk bantuan orang miskin bisa banyak. Kami juga perlu mengantisipasi pernyataan dari masyarakat yang menganggap dewan ada kongkalikong," terang Aziz . (fa/nyo)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=159393

Tidak ada komentar:

Posting Komentar