Rabu, 26 Mei 2010

Kelompok Tani Sumber Waru, Pemenang Festival Bawang Merah

[ Rabu, 26 Mei 2010 ]
Tidak Tampilkan Produksi Terbaik, tapi Jadi yang Terbaik

Minggu (23/5) lalu menjadi hari membanggakan bagi kelompok tani Sumber Waru, Dringu. Hari itu mereka berhasil menjadi pemenang dalam festival bawang merah yang kali pertama digelar Pemkab Probolinggo di Pantai Bentar.

MUHAMMAD FAHMI, Probolinggo

Senyum mengembang masih terlihat di wajah beberapa pengurus kelompok tani Sumber Waru saat ditemui Radar Bromo di kantor mereka di dusun Cabean, Desa Pabean Dringu Senin (24/5) lalu. Festival Bawang Merah dan Kentang 2010 yang digelar perdana oleh pemkab sehari sebelumnya di Pantai Bentar masih menjadi topik bahasan menarik bagi mereka.

Tarsan, ketua kelompok tani Sumber Waru mengaku sebelumnya tak sampai punya firasat bawang merah varietas biru lancor yang dikembangkan kelompoknya bakal jadi pemenang festival. "Tentunya kami sangat bangga karena festival itu adalah penyelenggaraan pertama kalinya di Kabupaten Problinggo," katanya.

Dalam festival itu, kelompok tani Sumber Waru menampilkan hasil tani bawang merah varietas lokal Kabupaten Probolinggo yang sudah diakui kementerian. "Varietas ini (biru lancor) adalah kebanggaan petani Probolinggo," jelas Tarsan.

Varietas biru lancor ini menurut Tarsan memiliki beberapa kelebihan daripada varietas lainnya. Diantaranya adalah lebih tahan pada hama penyakit. Selain itu varietas biru lancor aroma dan rasanya juga lebih menyengat atau lebih pedas dibanding varietas lainnya.

Tarsan lalu menjabarkan arti nama varietas biru lancor. Menurutnya nama biru lancor mempunyai makna filosofis yang cukup dalam bagi para petani. Kata "biru" memang penanda warna. "Cuma orang Probolinggo ini kan seperti orang Madura. Warna hijau disebut biru," ujar Tarsan sembari tersenyum.

Jadi, kata "biru" itu sebenarnya berarti hijau. Sedangkan kata "lancor" sendiri berarti panjang dan tidak melengkung. Jadi, biru lancor menggambarkan daun varietas ini berwarna hijau dan berbentuk panjang, tidak melengkung, atau mengacung ke atas.

Diceritakan Tarsan, bawang merah varietas biru lancor yang diturut sertakannnya dalam festival kemarin bukanlah hasil terbaiknya selama ini. Ia pun sebenarnya tidak punya persiapan untuk mengikuti lomba tersebut.

Di musim hujan seperti sekarang, hasil tani untuk bawang merah kurang bagus. Sebab, tanah terlalu banyak kadar airnya. Kualitas bawang merah jauh lebih meningkat bila ditanam pada musim kemarau. Sebab, tanah tidak terlalu banyak mengandung air. "Sebenarnya festival tersebut diselenggarakan pada waktu yang kurang tepat. Karena saat ini musim hujan belum habis. Coba waktu penyelenggaraan itu adalah musim kemarau, hasilnya tentu akan bagus-bagus," jlentreh Tarsan.

Selain secara fisik hasilnya lebih optimal, secara kuantitas hasil panen bawang merah akan lebih maksimal bila dilakukan pada musim kemarau. Di musim hujan para petani biasanya hanya mampu memanen 8-10 ton per hektare. Tetapi kalau musim kemarau, para petani bisa mendapatkan panen sampai 12-15 ton per hektare.

Tahun ini sendiri merupakan salah satu tahun yang cukup buruk bagi para petani bawang merah. Sebab frekuensi hujan tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Biasanya memasuki Mei ini frekuensi hujan sudah berkurang.

Tetapi tahun ini justru masih besar-besarnya. Sampai beberapa minggu lalu banjir juga sempat melanda areal sawah para petani bawang. Tentu saja banjir itu merusak hasil panen yang telah dirintis para petani.

Kerugian yang dialami para petani bawang merah pun cukup banyak pula. Tarsan sendiri misalnya mengaku dari biaya produksi Rp 50 juta, hanya kembali Rp 4,5 juta saja. "Namanya musibah, kalau terendam banjir ya bayak yang rusah. Petani lainnya juga sama kok," katanya.

Karena itu Tarsan menjelaskan, para petani juga menjadi korban pemanasan global. "Kami berharap semua orang semakin sadar untuk menjaga lingkungan. Karena dampaknya akan luar biasa," ulas Tarsan.

Nah, dalam festival di Pantai Bentar itu, bawang merah yang ditampilkan Tarsan dan kelompoknya bukanlah hasil terbaik. Walau begitu, tetap saja kualitasnya terjaga. Juri pun cukup terpukau dengan hasil tanam petani Sumber Waru.

Bandot Prawoto, kasi budidaya dari dinas pertanian yang kebetulan pada festival bawang merah itu menjadi juri mengaku hasil produksi petani Sumber Waru layak diberi nilai yang terbaik dari 11 peserta lainnya.

Bandot sedikit menjelaskan mekanisme penilaian festival bawang merah tersebut. Menurutnya, juri melihat beberapa hal dalam melakukan penilaian. Diantaranya melihat varietas bawang tersebut.

Selanjutnya dinilai kesehatannya. Apakah telah terserang hama penyakit atau tidak. Hal ini bisa dilihat secara kasat mata. Selanjutnya, aroma juga cukup mempengaruhi penilaian.

Semakin menyengat dan pedas aroma bawang tersebut, maka semakin tinggi pula penilaian para juri. "Makanya sempat muncul guyonan di antara para juri saat itu. Kalau pesertanya semakin banyak, maka semakin sering jurinya menangis," kata Bandot sambil tersenyum.

Secara keseluruhan, jajaran kelompok tani Sumber Waru sangat menyambut baik hasil festival bawang tersebut. Mereka berharap pada tahun-tahun mendatang festival serupa juga rutin diadakan. "Petani merasa dihargai dengan adanya event-event tersebut," cetus Sayumat, sekretaris kelompok tani Sumber Waru.

Bahkan mereka berharap kelak tidak hanya festival bawang merah dan kentang saja yang intens diselenggarakan. Tetapi juga beberapa jenis tanaman yang lain. "Karena kebanyakan kelompok tani tidak hanya mengandalkan satu tanaman," beber Sayumat. (yud)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=160643

1 komentar:

  1. brp no. HP bila kontak kelompok tani tersebut untuk konsultasi bawang merah... trims

    BalasHapus