Sabtu, 03 Juli 2010

Tentang Bunga Amelia, Bocah asal Probolinggo yang Tewas Kesetrum

[ Sabtu, 03 Juli 2010 ]
Sempat Bertanya soal Dosa dan Kematian

Pasangan suami istri (pasutri) Salim Iklim dan Uut Rusmiati dirundung kesedihan. Putri semata wayangnya, Bunga Amelia, 6, tewas dengan cara tragis: tersengat listrik Kamis (1/7) kemarin. Segala tingkah lakunya kini hanya jadi kenangan.

MUHAMMAD FAHMI, Probolinggo

Para pentakziah kemarin berdatangan di kediaman Untung, di Kanigaran Gg Anggrek Kota Probolinggo. Untung adalah kakek Bunga Amelia. Rumah Untung sengaja dijadikan tempat menerima para pentakziah. Sebab, rumah itu sedikit lebih luas dibanding rumah pasutri Salim-Uut yang letaknya berdampingan.

Sekitar pukul 13.00 dua mantan guru Amel (sapaan Bunga Amelia) di PAUD, datang. Mereka disambut keluarga Untung, termasuk Uut. Saat itu mata Uut tampak masih sembab. Walau berduka, wanita itu masih bisa menceritakan kronologis kejadian maut yang merenggut nyawa putrinya pada Kamis lalu.

Menurut Uut, kejadian nahas tersebut berlangsung cukup cepat. "Saat itu sekitar pukul 11.30, Amel baru pulang dari bermain. Tubuhnya saat itu sedang berkeringat. Tangannya juga masih basah karena keringatnya," cerita Uut.

Karena merasa kepanasan, Amel yang semula leyeh-leyeh di ruang televisi bersama sang ibu, Sami (nenek) dan Siti Asiyah (buyut) masuk ke dalam kamar untuk mengambil kipas angin di kamar. Kamar itu letaknya bersebelahan dengan ruangan televisi.

Kebetulan saat itu kabel kipas angin di dalam kamar tersebut masih dalam keadaan mancep di stop kontak atau steker. Lalu Amel pun mencabut stop kontak tersebut. "Mungkin karena tangannya masih basah, ia kesetrum. Saat itu tangan kirinya menyentuh lubang stop kontak saat ia mencabut kabel kipas angin," terang Uut.

Amel pun saat itu langsung teriak. "Amel sempat teriak aduh dua kali. Tapi saat itu awalnya saya mengira ia bercanda. Karena ia memang suka bercanda, ia sering begitu pura-pura sakit," kenang Uut.

Tapi saat itu Sami sang nenek yang curiga langsung masuk ke kamar. Begitu mendapati Amel kesetrum, Sami pun langsung menolong. "Saya mau menyelamatkan saat itu. Tetapi saya juga kesetrum. Ini dua tangan saya juga biru-biru karena ikut kesetrum," sahut Sami sambil memperlihatkan luka lebam di dua tanganya.

Mendapati Sami dan Amel kesetrum, Uut pun langsung mematikan aliran listrik rumahnya yang berkekuatan 900 volt itu dari luar kamar. "Sambungan listrik yang ke kamar langsung saya matikan dari laur," kata Uut.

Namun saat itu kondisi Amel sudah terlihat biru-biru. Keluarga pun langsung membawa Amel ke rumah sakit. Sayang nyawa Amel tak bisa terselamatkan. Amel akhirnya menghembuskan napas terakhirnya.

Ayah Amel, Salim Iklim, langsung dijemput ketika masih bekerja di salah satu perusahaan garmen Kota Probolinggo. "Tetapi saat itu saudara yang njemput tidak berani ngomong kalau Amel meninggal. Saya cuma disuruh cepat pulang. Katanya ada urusan penting," kata Salim.

Karena itu pria kelahiran Sumurmati, Sumberasih itu pun langsung kaget begitu pulang mendapati rumahnya dipenuhi oleh warga yang melihat mayat Amel. "Saya langsung syok saat itu," kenang Salim. Sore hari itu juga Amel langsung dikebumikan.

Di mata keluarga Amel dikenal sebagai bocah hyperaktif yang tak kenal takut. "Amel itu seperti anak laki-laki. Bahkan ia pun lebih senang bermain dengan anak laki-laki dibanding dengan anak perempuan. Biasanya ia main neker (kelereng)," kata Untung, sang kakek.

Seingat Untung, sebelumnya Amel juga pernah tersengat listrik. "Tetapi saat itu ada orang di sekitarnya yang langsung menyelamatkan. Jadi ia tidak apa-apa. Meski pernah kesetrum, ia tetap tidak takut memegang kabel. Karena Amel itu anak pemberani," cerita Untung.

Cuma selama seminggu terakhir ini perilaku Amel dianggap Uut rada aneh. "Mungkin ini yang dinamakan firasat. Ada beberapa hal aneh yang dibicarakan Amel seminggu terakhir ini," terang Uut sambil menerawang.

Uut lantas menceritakan, Amel yang rajin salat di musala sempat menanyakan soal agama. "Ia tanya apakah dosa kalau tidak salat dan berani sama orang tua. Terus juga nanya soal kematian," kenangnya.

Tetapi saat itu Uut tidak menanggapinya dengan serius. "Yang masih saya ingat itu Amel pernah tanya kalau orang mati apakah mesti dikubur? Terus ia jawab sendiri ia takut kalau dikubur nanti dimakan ular dan kecoa," kata Uut menirukan ucapan Amel saat itu.

Kepergian Amel benar-benar menjadi pukulan bagi keluarganya. Pasalnya, Amel sempat mau didaftarkan pindah ke tempat belajar TK yang baru. "Paginya itu saya masih mendaftarkan Amel ke TK Tunas Bakti," cerita Untung.

Yang membuat Untung semakin sedih adalah cucunya itu belum sempat merasakan suasana belajar di tempat baru. "Kasihan Amel di sekolahnya yang lama ia sering disakiti gurunya," cerita Untung.

Menurut Untung, Amel kerap kali dipukul gurunya di TK yang lawas. "Pipinya itu pernah biru-biru bekas dicubit. Terus rambutnya juga sampai rontok karena sering dijambak gurunya itu. Gurunya itu sudah saya laporkan ke lurah," kenang Untung.

Namun Amel tidak pernah wadul kepada orang tuanya kalau sering dipukul gurunya. Keluarga baru tahu kalau Amel sering dijambak gurunya sampai rambutnya rontok usai mengetahui tepak Amel. "Rambutnya yang rontok dicabut gurunya itu disimpan Amel di tepaknya," kata Sami, sang nenek.

"Memang anak saya itu agak nakal. Ia pernah mecahkan etalase sekolah. Tetapi seharusnya kan guru tidak boleh berbuat kasar. Cukup bilang ke orang tua murid saja. Kalau diperlukan mengganti, kami akan ganti," keluh Uut.

Karena itu, keluarga akhirnya memilih untuk memindahkan Amel ke tempat belajar yang baru. Namun sayang belum sempat dipindah, Amel sudah keburu tiada. "Mungkin ini cobaan dari Tuhan," kata Untung.

"Semoga kejadian ini ada hikmahnya," timpal Uut. (yud)

Sumber: http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=167840

Tidak ada komentar:

Posting Komentar