Jumat, 04 Juni 2010

Pemerintah Evaluasi Pengusahaan 24 Ruas

JALAN TOL

Jumat, 4 Juni 2010

JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah akhirnya mengevaluasi pengusahaan 24 ruas tol dalam sembilan bulan ke depan. Ini berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06 Tahun 2010.

"Selama sembilan bulan ini, total 24 ruas tol tersebut akan dievaluasi, mana yang bisa go atau no go (lanjut atau tidak)," kata Kepala Badan Pengatur Jalan Tol Kementerian Pekerjaan Umum Nurdin Manurung di Jakarta, Kamis (3/6).

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06 Tahun 2010 merupakan tindak lanjut Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005. "Melalui Permen PU tertanggal 7 Mei 2010 ini, kepastian penyelenggaraan jalan tol ke depan lebih terjamin. Ini karena amanat Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 telah mengatur alokasi risiko secara jelas," tuturnya.

Terdapat tiga risiko, antara lain pengadaan tanah dilaksanakan oleh pemerintah sebelum proses pengadaan badan usaha. Kedua, pemerintah dapat memberikan dukungan berupa pengadaan tanah, sebagian konstruksi, perizinan, dan insentif perpajakan. Ketiga, dukungan pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal yang harus tercantum dalam anggaran pendapatan dan belanja negara serta daerah (APBN/APBD).

Menurut dia, dari 24 ruas tol ini, sebanyak 20 ruas tol sudah mengantongi perjanjian pengusahaan jalan tol (PPJT) sejak 2006. Namun, hingga sekarang macet dan tak ada kemajuan. "Jadi dalam hal ini, pemerintah dan swasta sama-sama default (gagal)," tuturnya.

Nurdin lantas memperkirakan, macetnya pembangunan 24 ruas tol karena sebagian besar atau 87 persen menggunakan pola bangun, operasional, dan transfer (BOT). Pada skema BOT ini, masalah pengadaan tanah, konstruksi, operasi, dan pemeliharaan semuanya menjadi tanggung jawab investor. "Untuk pola ini, terdapat 20 ruas sepanjang 736,62 kilometer dengan investasi Rp 63,4 triliun," ujarnya.

Sedangkan skema kedua, terkait pengadaan tanah dan konstruksi yang merupakan tanggung jawab pemerintah dan operasi-pemeliharaan oleh swasta (design built operate/DBO). Pola ini sekarang hanya satu ruas sepanjang 9,48 kilometer dengan investasi Rp 2,3 triliun. Selanjutnya skema ketiga gabungan antara pemerintah dan swasta, yakni pengadaan tanah dan konstruksi oleh pemerintah. Sedangkan sebagian konstruksi dan operasi pemeliharaan oleh swasta. "Skema ketiga ini kita namakan public private partnership (PPP) yang saat ini baru dua ruas sepanjang 177,12 kilometer dengan perkiraan investasi Rp 8,01 triliun," katanya.

Berdasarkan data BPJT, dari 24 ruas tol yang dievaluasi tersebut, secara umum terbagi tiga kelompok. Kelompok A, sudah menang tender dan sedang dalam persiapan untuk PPJT yang terdiri empat ruas toal sepanjang 212,65 km. Pada kelompok ini antara lain Cimanggis-Cibitung (25,39 km), Serpong-Cinere (10,14km), Solo-Mantingan-Ngawi (90,10 km), dan Ngawi-Kertosono (87,02 km).




Kelompok B, sebanyak delapan ruas tol sepanjang 314,85 km dan sudah mengantongi PPJT, namun belum mencapai pemenuhan pembiayaan. Bahkan hanya sebagian kecil yang sudah membebaskan tanah. Pada kelompok ini, antara lain Pejagan-Pemalang, Pemalang-Batang, Batang-Semarang, dan Pasuruan-Probolinggo. (Novi)

Sumber: http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=254525

Tidak ada komentar:

Posting Komentar