Jumat, 04 Juni 2010

Janda Ngaku Perawan Disidang

[ Jum'at, 04 Juni 2010 ]
Didatangi Massa, Polisi Bersiaga

PROBOLINGGO - Pengadilan Negeri (PN) Kota Probolinggo kemarin (3/6) menyidangkan lagi kasus Foni Ervi, 34. Wanita asal Bondowoso ini didakwa melakukan penipuan data dan akta otentik. Dia sudah janda, tapi dalam pernikahannya mengaku perwan. Nah, sidang itu kemarin didatangi puluhan massa.

Puluhan massa itu datang dengan diangkut dua mobil pikap. Mereka datang bak orang berdemonstrasi. Mereka bawa poster dengan berbagai macam kalimat. Di antaranya bertulis, janda and kerok (keriput), perawan ngaku janda agleder.

Tulisan-tulisan di atas kertas manila itu ditempelkan pada bak mobil yang mereka tumpangi. Poster-poster itu jelas ditujukan kepada terdakwa Foni Ervi yang kemarin disidang dengan agenda pemeriksaan saksi.

Kedatangan massa itu sempat membuat suasana tegang. Terlebih, aksi mereka tanpa izin polisi. Massa pun sampai masuk ke dalam ruang sidang. Polisi tak tinggal diam. Puluhan personel dengan tiga unit mobil patroli disiagakan.

Diberitakan Radar Bromo sebelumnya, Foni Ervi dimejahijaukan terkait pernikahannya dengan Handoko (Ang Sien Tjhoen), warga Kelurahan Sukabumi, Mayangan Kota Probolinggo. Sepeninggal Handoko, Foni dipolisikan karena dinilai telah memanipulasi statusnya. Foni sudah janda, tapi saat menikah dengan Handoko, mengaku masih perawan.

Kisah Foni berawal ketika dia datang ke Kota Probolinggo pada 2000 lalu dan bekerja di sebuah toko. Dia kemudian kenal dengan mendiang Handoko. Perkenalan itu berlanjut. Pada 6 Juli 2001, di hadapan pemuka agama Budha, Tjia Soo Sen di Yayasan Tri Dharma Probolinggo, Handoko dan Foni menikah.

Pasangan ini kemudian dikaruniai dua orang anak. Tapi, pada Desember 2009, Handoko meninggal dunia. Sepeninggal Handoko, Foni bermasalah dengan Hadiono, adik kandung Handoko. Sampai kemudian Hadiono mendapat informasi jika sebelum menikah dengan Handoko, Foni berstatus janda dan sudah punya anak. Padahal, dalam akta dan surat-surat keterangan lainnya, Foni berstatus perawan.

Setelah mendapat cukup bukti, Hadiono melaporkan Foni ke Polresta. Foni dilaporkan telah melakukan pemalsuan data dan akta otentik lainnya. Yakni dengan mengubah statusnya yang sudah janda menjadi perawan.

Dalam kasus ini, Radar Bromo sebelumnya sempat mendapat keterangan dari Zainal, ayah Foni Ervi. Menurut Zainal, anaknya memang sudah janda dengan anak satu saat menikah dengan Handoko. Pernikahan pertama Foni yang menghasilkan satu anak, tidak harmonis. Foni pun bercerai.

Saat Foni menikah lagi, Zainal menyatakan almarhum Handoko sudah tahu Foni janda dan punya anak satu. "Walau Handoko sudah mengetahui status janda, namun tekadnya untuk melangsungkan pernikahan tetap dilanjutkan," ujar Zainal saat itu.

Untuk memperlancar proses pernikahan itulah, kata Zainal, Handoko meminta kepada Foni agar mengaku masih perawan. Termasuk dalam data-data otentik yang dibutuhkan untuk pernikahan.

Tapi, proses hukum atas diri Foni tetap berlanjut. Pada 18 Februari lalu, Foni dijebloskan sel mapolresta. Dan kini kasusnya sampai ke persidangan. Kemarin, sidang kasus itu sampai pada babak pemeriksaan saksi.

Dalam sidang kemarin ada dua orang saksi yang dihadirkan. Yakni Hosnadi, mantan suami Foni dan Jamali, seorang mudin di kecamatan Curahdami, Bondowoso.

Hosnadi dalam sidang mengakui kalau Foni adalah mantan istrinya. Setelah bercerai, Hosnadi mengaku tidak tahu lagi keseharian Foni. "Saya tidak tahu dia ke mana dan menikah sama siapa," katanya.

Jalannya sidang kasus itu kemarin berbeda dengan sidang-sidang sebelumnya. Pembedanya adalah datangnya massa pendukung Hadiono. Mereka juga ikut masuk ke ruang sidang. Sedangkan dari keluarga Foni juga berdatangan. Tapi, jumlahnya tidak seberapa, termasuk dua anak Foni yang masih kecil-kecil.

Keberadaan kumpulan massa itu langsung jadi perhatian aparat kepolisian. Puluhan personel dari Polsek Mayangan dan Polresta Probolinggo merapat ke PN. Tampak juga saat itu Kabag Ops Kompol Bambang S., Kasat Intel AKP Setiyo Agus Tri Widodo, Kasat Samapta AKP Sagiman dan Kapolsek Mayangan AKP Noer Choiri.

"Ini antisipasi untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi, ini (kedatangan massa) tidak ada izinnya. Seharunya, kalau ada pengerahan massa harus izin dulu," ujar Kasat Intel, AKP Setiyo Agus Tri Widodo.

Aparat kepolsian sempat memanggil Hadiono. Polisi menanyakan apa masud dari kedatangan massa itu. Termasuk, polisi meminta pertanggung jawabannya bila sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. "Nanti kalau ada apa-apa, sampean yang harus bertanggung jawab," ujar Kabang Ops Kompol Bambang.

Mendengar itu, Hadiono pun menjawab siap. "Siap-siap. Saya pastikan tidak akan ada apa-apa. Tidak akan ada kegaduhan atau perbuatan anarkis lainnya," ujar Hadiono.

Sementara, selain memeriksa beberapa orang saksi, majelis hakim yang diketuai Nendi Rusnendi dengan anggota Rr Diah Poernomojekti dan Muslih Harsono kemarin juga mengeluarkan keputusan menggembirakan bagi terdakwa Foni. Majelis hakim mengabulkan permohonan penangguhan penahan yang diajukan oleh keluarga terdakwa.

Hal-hal yang menjadi pertimbangan keluarganya mengajukan penangguhan penahanan adalah karena terdakwa masih mempunyai anak yang masih kecil-kecil. Dan, anak-anaknya itu sekarang harus hidup dengan keluarga terdakwa di Bondowoso.

Pertimbangan lainnya, piha keluarga juga siap dan menjamin terdakwa akan selalu hadir setiap dibutuhkan. "Selain itu, karena atas dasar kemanusiaan. Terdakwa, mempunai anak yang masih kecil-kecil," jelas hakim Nendi Rusnendi saat ditemui usai sidang. (rud/yud)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=162355

Tidak ada komentar:

Posting Komentar