Senin, 31 Mei 2010

Soal Perjudian dalam Pemilihan Ketua RT

[ Senin, 31 Mei 2010 ]
Harus Ada Pengawas

PROBOLINGGO - Tengara bahwa ajang pemilihan ketua RT di beberapa kelurahan di Kota Probolinggo dijadikan ajang perjudian, juga dibenarkan kalangan dewan. Pemkot pun diminta mengkaji ulang pemilihan ketua RT secara langsung itu.

"Betul memang ada praktik judinya. Bahkan ada juga money politics," ujar Abdul Aziz, salah satu anggota DPRD kota yang masuk komisi A.

Menurut Aziz, sistem pemilihan secara langsung itu perlu persiapan matang. Tidak bisa diterapkan secara grusa-grusu sehingga malah memunculkan masalah. "Mestinya, kalau pemilihan langsung harus ada pengawasnya. Adanya pengawas itu, akan meminimalisir adanya prkatik-praktik money politics," ujarnya.

Diberitakan Radar Bromo kemarin, Ketua MUI Kecamatan Kedopok yang juga Rais Syuriah PCNU Kota Probolinggo KH Nizar Irsyad prihatin dengan penerapan pemilihan ketua RT secara langsung. Sebab, menurutnya yang terjadi justru acara pemilihan itu di beberapa kelurahan jadi ajang perjudian.

Taruhannya bahkan sampai puluhan juta. Dan pelaku-pelakunya tidak hanya orang Probolinggo sendiri. Tapi juga sampai dari luar daerah macam Situbondo dan Lumajang. Selain itu, kiai Nizar juga prihatin karena model pemilihan langsung itu rawan menimbulkan konflik sosial karena kecemburuan dan kesenjangan sosial di antara warga.

Sementara menurut Abdul Aziz, judi memang masalah mental. Dilarang sekeras apapun, kalau sudah mentalnya suka judi, sulit dibendung. "Jangankan itu, sepeda motor saja lewat bisa ditaruhi," ujarnya.

Tapi, ia yakin itu masih bisa dicegah. Dalam kasus pemilihan ketua RT ini, Aziz berharap pemerintah bisa segera turun tangan. "Terutama bagian pemerintahan. Demokrasi itu bagus, tapi harus ada aturannya. Kalau demokrasi tidak beraturan bukan demokrasi lagi, tapi demo-crazy," ujarnya.

Menurut Aziz, adanya pengawas itu suatu keharusan dalam melaksanakan pemilihan langsung. Karena itu, akan mencegah terjadinya kecurangan. Selain itu, juga harus ada standarisasi terhadap bakal calon ketua RT.

"Ya paling tidak calon ketua RT itu harus ada syarat-syarat tertentu. Misalnya, bisa baca tulis, memahami perda-perda, punya nalar terhadap kinerja pemerintahan. Jangan sampai, nanti ada ketua RT tidak bisa baca tulis. Yang bisa terpilih hanya karena banyak uangnya," jelasnya.

Selain Abdul Aziz, Ketua LSM Format Jatim Khofilillah juga menyoroti masalah ini. Khofi membenarkan, kalau ada di salah satu kelurahan yang calon ketua RT-nya sampai rela mengeluarkan duit jutaan rupiah. Itu, bukan untuk memenuhi permintaann panitia. Tapi, untuk membeli suara rakyat.

"Kenapa kok sampai dipilih secara langsung. Padahal hanya ketua RT. Itu kan bisa dipilih oleh lurah sendiri dan berkordinasi dengan tokoh-tokoh setempat. Dengan mekanisme langsung ini, tidak sedikit mereka (para calon) pakai uang (money politics)," ujarnya.

Menurut Khofi, besarnya uang yang diberikan kepada para pemilih itu pun tidak kecil. Dan, besarnya juga bervariasi dari Rp 20 ribu sampai Rp 25 ribu. "Mekanismenya perlu ditinjau ulang dan akan lebih baik kalau diubah," ujarnya.

Selain itu, sistem pemilihan langsung itu juga banyak menimbulkan konflik di masyarakat dan menjadi sarana berjudi. Karena, setiap calon merasa menang dan kalah dalam pertarungan itu adalah harga diri. "Kalau masalah demokratis ok, tapi dalam hal ini lebih banyak mudharatnya," jelasnya.

Ia juga berharap ada evaluasi dalam masalah ini. Tidak hanya oleh pemerintah, tapi juga aparat kepolisian. "Yang harus dievaluasi adalah dampaknya. Lebih banyak mana manfaat dan mudharatnya? Untuk polisi, bisa menindak tegas para penjudinya," ujarnya. (rud/yud)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=161562

Tidak ada komentar:

Posting Komentar