Kamis, 29 Juli 2010

Penyidikan P2SEM Kian Mengerucut

[ Kamis, 29 Juli 2010 ]
PROBOLINGGO - Penyidikan kasus P2SEM (Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat) di Kota Probolinggo semakin mengerucut. Bidikan penyidik kejaksaan terhadap calon tersangka kasus ini didukung saksi-saksi yang sudah diperiksa.

"Empat saksi sudah diperiksa, khusus untuk yang OPIK (Organisasi Pemuda Inovatif dan Kreatif). Keterangan saksi justru mendukung sangkaan penyidik. Ada tanda terima fiktif, alokasi dana yang tidak sesuai dengan yang dibuat. Intinya, keuangannya nggak bener," ujar Ketua Tim Penyidik P2SEM Soegeng Prakoso kepada Radar Bromo, Selasa (27/7) lalu.

Diketahui, berdasarkan hasil ekspose tim penyelidik beberapa waktu lalu, ada dua pokmas (kelompok masyarakat) penerima P2SEM di Kota Probolinggo yang naik status menjadi disidik. Mereka diduga melakukan kegiatan fiktif dan mark up anggaran. Kedua pokmas itu menerima kucuran dana masing-masing Rp 250 juta dari Bapemas Provinsi Jawa Timur melalui P2SEM pada 2008 silang.

Yang pertama adalah pokmas OPIK yang diketuai oleh RH. Pokmas ini melaksanakan kegiatan berupa pelatihan dan pelayanan teknis bagi kerajinan jahit konveksi di Kota Probolinggo. Sedangkan pokmas ARINI dipimpin SA, membuat pengembangan produk dan pasar bagi industri mikro makanan kecil di Kota Probolinggo.

Ada bukti awal yang menguatkan dua pokmas itu harus meningkat ke penyidikan. Kejari juga menegaskan telah membidik calon tersangkanya. Kejaksaan pun menyebutkan di pokmas OPIK dan ARINI ada orang yang dominan dalam proses pencairan dananya.

Dari dua pokmas yang disidik, kejari kini masih fokus pada OPIK dulu. Menurut Soegeng Prakoso yang juga Kasi Pidsus kejari, tiga dari empat saksi yang sudah diperiksa adalah pengurus inti dari OPIK.

OPIK mendapat kucuran dana P2SEM senilai Rp 250 juta. Anehnya, dari keterangan saksi, ketiganya tidak pernah menerima honor dari si calon tersangka. Keterangan itu berbeda dengan barang bukti berupa laporan keuangan yang dibuat oleh OPIK.

Di dalam laporan tersebut, para saksi menerima honor antara Rp 7 juta sampai Rp 8 juta, jumlah akumulasi selama tiga bulan pelaksanaan kegiatan. Di laporan keuangan tertera honor evaluasi atau honor bulanan, tandaterima diperoleh dari bendahara.

"Ketuanya (OPIK), RH, itu tidak tahu apa-apa. Dia hanya dijadikan ketua oleh RS, tetapi tidak tahu bagaimana pelaksanaannya. Modusnya memang begitu, bikin organisasi untuk mendapatkan dana dari P2SEM," ujar Soegeng yang masih menolak membeberkan identitas para saksi dan calon tersangkanya.

Bahkan para saksi ada yang tidak mengakui tanda terima uang itu sebagai tanda tangannya. "Ada tanda tangan tapi bukan mereka (saksi) yang tanda tangan. Ada juga yang tanda tangan, tapi tidak menerima," imbuh Soegeng.

Artinya, peranan pelaksanaan dan pengelolaan dana Rp 250 juta itu dipegang kendali oleh RS yang sebenarnya bukan pengurus OPIK. Ditanya berapa dana yang diselewengkan oleh calon tersangka, Soegeng masih akan melakukan penyidikan lebih lanjut.

Yang jelas, kata Soegeng, dana Rp 250 juta dari P2SEM tidak semuanya digunakan untuk kegiatan OPIK. Diperkirakan dari dana Rp 250 juta tersebut hanya dialokasikan ke OPIK sekitar Rp 50 juta.

"Waktu dicek memang ada barang dan kegiatannya. RS pernah kami periksa waktu penyelidikan tapi tidak mengaku. Saksi sudah mengakui kalau RS yang berperan di OPIK," tegasnya.

Mengapa baru saat ini ada pengakuan dan dukungan terhadap sangkaan penyidik. Padahal, proses penyelidikan kasus P2SEM ini sudah pernah dilakukan tahun lalu, dan kejari menyatakan belum menemukan adanya penyelewengan. "Mungkin dulu itu belum menyeluruh. Belum integral. Baru sekarang ada pernyataan dari saksi," jawab Soegeng.

Lalu bagaimana langkah penyidikan berikutnya terkait keberadaan calon tersangka? "Calon tersangka akan kami panggil kalau semua saksi sudah selesai diperiksa," terang Soegeng. (fa/yud)

Sumber: http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=172344

Tidak ada komentar:

Posting Komentar