Jumat, 23 Juli 2010

DPRD Soroti RSUD-Dinkes

Jumat, 23 Juli 2010 | 10:06 WIB

PROBOLINGGO - Kinerja RSUD Dr Moch. Saleh dan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Probolinggo kembali jadi sorotan. Kali ini dengar-pendapat (hearing) gabungan Komisi A dan Komisi C DPRD diwarnai “semprotan” bertubi-tubi terhadap RSUD dan Dinkes.

Masalah penanganan pasien miskin menjadi sorotan kedua komisi di DPRD Kota Probolinggo itu. “Saya mendesak bagaimana caranya, RSUD dan Dinkes harus bisa menangani semua pasien miskin,” ujar Ketua Komisi C, Nasution dalam hearing di gedung DPRD, Kamis (22/7) siang.

Dikatakan Nasution, selama ini Direktur RSUD, dr Budi Poerwohadi SpPD sering mengeluhkan kurangnya dana untuk menangani pasien miskin. “Dana sebenarnya tidak ada masalah. Usulkan berapa pun asalkan untuk penanganan pasien miskin, pasti kami setujui,” ujar Nasution. Hal senada diungkapkan Ketua Komisi A, As’ad Anshari. “Asal programnya jelas untuk pasien miskin, pasti dananya mengikuti,” ujarnya.

Kepala Dinkes, dr H Bambang Agus Soewignyo MMKes mengatakan, selama ini pasien miskin ditangani melalui Jamkesda (SK Walikota) dan Jamkesmas (SK Gubernur). “Warga miskin akan mendapatkan kartu Jamkesda atau Jamkesmas,” ujarnya.

Di luar pemegang kartu Jamkesda atau Jamkesmas itu, warga miskin pun dilayani gratis saat berobat asalkan bisa menunjukkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) atau Surat Pernyataan Miskin (SPM). SKTM ditandangani lurah dengan mengetahui camat. “Sedangkan SPM ditandatangani Asisten Pemerintahan,” ujar dr Bambang.

SPM biasanya untuk merujuk pasien ke rumah sakit milik Pemprov Jatim. “SKTM pun sebenarnya bisa untuk berobat ke rumah sakit provinsi. Nanti provinsi akan mengklaim dananya ke pemda,” ujarnya.

Sementara itu, Abdul Azis, anggota Komisi A mempertanyakan tenaga magang di RSUD. “Saya tidak ingin pasien di RSUD menjadi sasaran coba-coba tenaga magang, apalagi akreditasi lembaga pendidikan (tenaga magang) itu belum jelas,” ujar politisi PKB itu.

Terkait kinerja RSUD dan Dinkes yang lamban dalam menangani pasien, Nasution sempat marah-marah. “Ada dua pasien demam berdarah (DB), saya minta rumahnya dan sekitarnya di-fogging ternyata hingga tiga hari baru di-fogging,” ujarnya.

Dokter Bambang sempat menangggapi, jika ada warga terjangkit DB, Dinkes menyurvei lebih dulu. Setelah diketahui memang benar, barulah fogging digelar. Mendapat jawaban ini, Nasution langsung menyahuti, “Jangan seperti pinjam uang di bank, disurvei segala macam. Ini ada orang sakit DB sampai dua orang, harusnya langsung di-fogging.”

Lambannya RSUD menangani anak mantan anggota DPRD, Titin Andriani, sehingga mengakibatkan kematian, juga diungkap Nasution. “Anaknya Titin dua hari tidak diapa-apakan, akhirnya meninggal,” ujarnya.

Nasution pun sampai melontarkan kata-kata “menjurus” terhadap dr Budi dan dr Bambang. “Kalau Kepala Dinkes diberi masukan selalu melawan atau bereaksi. Kalau Pak Budi setel gendheng (berlagak bodoh, Red.),” ujarnya.

Bahkan tudingan dr Budi dalam hearing sebelumnya bahwa sejumlah anggota DPRD meminta katabelece untuk berobat, kembali diungkit Nasution. “Saya tidak pernah telepon dokter Budi. Saya tersinggung dikatakan DPRD minta katabelece,” ujar politisi PDIP itu. isa

Sumber: http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=173cdd6efafce2afa64d31dc0ba6cbf6&jenis=1679091c5a880faf6fb5e6087eb1b2dc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar