Sabtu, 04 September 2010

17,19% Hutan Dirambah Penduduk

Sabtu, 4 September 2010 | 11:59 WIB

PROBOLINGGO - Perambahan hutan negara oleh penduduk di wilayah Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Probolinggo memprihatinkan. Seluas 14.490,39 hektare (17,19%) dari total areal hutan 84.264,8 hektare (ha) jadi sengeketa penduduk-Perhutani. Kawasan hutan itu dirambah penduduk sejak 1960, namun perambahan meningkat tajam saat menjelang lahirnya era reformasi 1997.

Dari 14.490,39 ha lahan yang jadi sengketa warga-Perhutani, 2.259,45 ha di antaranya dijadikan permukiman oleh penduduk, 6.609,3 ha jadi ladang, dan 3.390,17 ha digarap liar. ’’Selain itu, saat ini 2.231,44 ha dalam sengketa antara Perhutani dan warga di jalur hukum,” ujar Wakil Administrator Perum Perhutani KPH Probolinggo, Aki Leander Lumme, Sabtu (4/9) pagi tadi.

Aki menjelaskan, wilayah hutan di bawah Perhutani Probolinggo terbentang di tiga wilayah, Probolinggo 45.987 ha, Situbondo 3.443,3 ha, dan Lumajang 34.834,5 ha. “Dari total wilayah hutan 84.264,8 hektare, 14.490,39 hektare di antaranya termasuk sedang bermasalah karena jadi area penggarapan liar, ladang, hingga dijadikan permukiman warga,” ujarnya.

Aki mengatakan, warga dan Perhutan sama-sama mengaku punya bukti kepemilikan lahan. ’’Warga mengaku punya bukti bahwa wilayah hutan itu milik mereka. Itu bukti versi mereka sendiri. Sementara hutan negara punya bukti lengkap peninggalan Belanda, berupa berita acara tata batas (BATB),” ujar Aki.

Perhutani dengan merujuk PP 30/2003 tentang Perhutani berhak mengelola hutan. Kewenangan itu diberikan untuk mengelola hutan negara di Jawa dan Madura. Aki menambahkan, aksi perambahan hutan sebenarnya sudah terjadi sejak 1960. Perambahan wilayah hutan negara itu semakin meluas sejak 1997.

Saat Orde Baru tumbang, pembabatan hutan di lereng Gunung Semeru di Senduro membabi buta. Warga membabati areal hutan tanpa mengambil kayu-kayu yang ditebangi. Mereka hanya bermaksud menggarap lahan hutan untuk cocok tanam dan permukiman.

Di Senduro, Lumajang, misalnya, banyak wilayah hutan yang berubah menjadi permukiman warga. Sementara di Probolinggo, sebagian hutan negara berubah menjadi area penggarapan liar seperti di wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bremi, Kraksaan, dan Sukapura. ’’Kami sudah bekerja sama dengan Kejari Kraksaan dan Kejari Lumajang untuk menyelesaikan kasus pendudukan ilegal hutan negara itu melalui jalur hukum,” ujar Aki.

Di antara kasus perambahan hutan yang kini masuk jalur hukum adalah kasus yang melibatkan mantan Kades Tlogasari, Kec Tiris, Kab Probolinggo. Mantan petinggi desa itu dilaporkan telah membabat hutan seluas sekitar 8 hektare untuk ditanami kopi, sengon, dan pisang di petak 58 C.

Sementara di Senduro, Lumajang, lahan 14.000 ha hutan negara yang dirambah warga akhirnya bisa dikembalikan ke Perhutani seluas 1.300 ha tanpa proses hukum. Setelah dipersuasi, warga bersedia mengembalikan SPPT (surat pemberitahuan pajak terutang, red). Kini, masih ada kasus perambahan hutan negara di Lumajang yang bakal diproses secara hukum. Kejari Lumajang sedang menangani kasus perambahan liar hutan negara seluas 3.655 ha di Lumajang. isa

Sumber: http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=e41415343bc2a455161dfe7d19386d0f&jenis=1679091c5a880faf6fb5e6087eb1b2dc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar