Sabtu, 26 Juni 2010

Melihat Cara Umat TITD Sumber Naga Kota Probolinggo Memilih Ketua

[ Sabtu, 26 Juni 2010 ]
Contreng Langsung, Bila Draw Ditanyakan ke Dewa

Umat Tri Dharma di Kota Probolinggo tak mau ketinggalan berdemokrasi. Simak saja bagaimana mereka memilih ketua Tempat Ibadat Tri Dharma (TITD) Sumber Naga. Mereka melakukan pemilihan tak ubahnya pemilihan kepala daerah. Ada contreng langsung segala.

FAMY DECTA MAULIDA, Probolinggo

KAMIS (24/6) malam GOR Tri Dharma di Jl WR Supratman Kota Probolinggo beralih fungsi. Gedung itu berubah jadi tempat pemungutan suara (TPS). Disitulah para umat TITD Sumber Naga memberikan hak suara untuk memilih ketua pengurus tempat ibadatnya.

Suasana pemilihan terasa kental. Begitu masuk pintu GOR, orang sudah disambut tiga kandidat ketua TITD. Ada foto Adi Sutanto Saputro alias Ngo Tjen Tjong, Listyo Sentoso (Lie Tje Sen) dan Hadi Rumekso (Lioe Han Jiang). Mereka pengurus klenteng atau TITD periode sebelumnya. Listyo Sentoso mantan ketua. Sedangkan Adi Sutanto ketua II.

Selain memilih ketua, pemungutan suara juga untuk memilih formatur. Dari 10 kandidat yang dipilih ada 6 orang. Kandidat formatur ada Listyo, Budi Harsono, Tjandra Sutejo, Go Tong Hwa, Suwarmin, Hadi Soewito, Erfan, Adi Sutanto, Stanley dan Anggun Wibowo.

Dinding GOR itu juga ditempel tata cara pemilihan dan mekanisme perolehan suara calon ketua periode 2010-2015. Dijelaskan dalam pengumuman itu bahwa calon ada tiga orang. Jika perolehan suara kandidat tidak mencapai 50 persen bakal ada putaran kedua untuk dua calon dengan suara tertinggi.

Kecuali jika ada kandidat yang berhasil mendapat suara 50 persen (dari jumlah yang hadir) plus 1, putaran kedua ditiadakan. Sedangkan calon yang dapat suara sedikit dinyatakan gugur. Apabila di putaran kedua hasilnya draw, solusinya melalui puak pwei. Puak pwei adalah sembahyang, menyerahkan keputusan kepada Dewa.

Demikian pula dengan pemilihan formatur, pemilih harus menyontreng enam nama dari sepuluh kandidat yang ada. Bila dari kandidat formatur yang dipilih menjadi ketua, maka diambil kandidat ke tujuh sesuai dengan perolehan suaranya.

Aturan dalam pemilihan ini sangat jelas. Mereka yang mendapatkan hak suara adalah umat TITD Sumber Naga yang sudah memiliki kartu pemilih. Total jumlah pemilih dalam pemilihan ketua klenteng lebih dari 500 orang. Ada dua surat suara yang harus dicontreng oleh pemilih. Surat suara untuk ketua dan formatur.

Contrengan harus di foto, nama atau nomor urut. Bila contrengan di luar yang ditentukan, maka dinyatakan tidak sah. Untuk surat suara formatur, jika ada pemilih yang memilih lebih dari enam, menjadi tidak sah.

Malam itu banyak umat TITD yang bergerombol. Mereka saling bertanya bagaimana mekanisme memberikan hak suaranya. "Ya wis sama ae kayak milih wali kota itu. Terus nanti kertase dimasukno kertas. Tinggal milih ae nama sing lu pilih. Ini nama-namae," tutur seorang pemilih memberitahukan ke temannya. Dua wanita berusia 60 tahunan itu lalu berbincang menggunakan bahasa Mandarin.

Bahkan ada umat yang tidak mengenal nama Indonesia kandidat. He he he... yang diketahui nama Tionghoa-nya. Beberapa di antara pemilih mengaku pemilihan ketua ini sangat bagus dan sangat demokratis bagi umat.

"Bagus sekali sistemnya seperti ini karena umat bisa memilih sendiri, ketua mana yang diinginkan. Kami ini jadinya punya kesempatan untuk memberikan pendapat," ujar Tanti, umat TITD yang berdomisili di Jl Brigjen Katamso.

Di dalam GOR, sudah tertata rapi kursi plastik yang disediakan untuk umat. Pemilih harus menunjukkan kartu pemilih ke meja panitia lalu mengambil nomor urut. Setelah menunggu pemilih dipanggil oleh panitia, diberi dua buah kartu suara dan menuju ke bilik. Terdapat empat buah bilik sederhana, ada papan pemisah, meja dan spidol untuk nyontreng.

Langkah terakhir pemilih memasukkan ke kotak suara yang disesuaikan dengan surat suara ketua atau formatur. Panitia juga menyediakan konsumsi untuk umat setelah memberikan hak suaranya malam itu.

Pemilihan mulai dibuka pukul 17.30 diawali dengan memberikan sosialisasi panitia kepada para pemilih. Pemilihan hanya berlangsung sampai pukul 20.00. Bila melewati jam tersebut, dilanjutkan dengan penghitungan suara. Masing-masing kandidat juga memiliki saksi saat penghitungan.

Ketua panitia pemilihan Budi Harsono, proses pemilihan langsung seperti ini sudah dilaksanakan sejak periode lalu. Tetapi pemilihan waktu itu hanya untuk memilih formatur saja. Kemudian formatur terpilih yang berhak memilih siapa yang menjadi ketua.

Bedanya, periode saat ini baik ketua dan formatur langsung dipilih sendiri oleh umat. "Sistem ini sudah diatur dalam AD/ART kami, bahwa dilaksanakan pemilihan langsung dengan tujuan demokrasi. Cuma bedanya kalau tahun lalu periode hanya tiga tahun, sekarang lima tahun. Hanya saja, waktu itu pemilihan langsung hanya untuk formatur," katanya.

Sekretaris panitia, Erfan menambahkan persiapan untuk menggelar pemilihan ini butuh waktu sekitar dua sampai tiga tahun. Apakah ada masa kampanye? "Sebenarnya ada. Tapi, kandidat tidak melakukan itu karena umat sudah mengetahui karakter masing-masing calonnya. Umat ini sudah punya pilihan sendiri," jawab Ervan.

Panitia juga membuka pendaftaran calon ketua sekitar satu bulan lalu. Beberapa persyaratan calon ketua antara lain pernah berorganisasi minimal tiga tahun, tidak cacat hukum, minimal berusia 30 tahun ke atas dan tidak menjabat sebagai ketua di organisasi agama lain.

"Dan yang mendaftar ke kami (panitia) hanya tiga orang ini saja. Melalui pemilihan ini semua kandidat tetap kompak, tidak ada persaingan karena kami mengutamakan kebersamaan. Tidak ada blok-blokan, karena ini semua untuk umat," imbuh Erfan.

Hingga pukul 19.30 para pemilih sudah sepi. Pengamatan Budi Harsono, antusiasme umat untuk menggunakan hak pilihnya bisa dibilang lumayan. "Kalau pemilu kan ada golputnya, ini juga iya. Sepertinya yang hadir sekitar 60 persen saja, karena umat juga banyak kesibukan. Kami berharap ketua yang terpilih nanti bisa punya semangat memajukan klenteng baik organisasi dan keagamaannya," harap Budi.

Malam itu, Radar Bromo sempat bertemu dengan dua dari tiga kandidat. "Ini kan pengabdian, kerja sosial untuk umat dan agama. Kami tidak pakai kampanye segala. Kan yang memilih umat dewe," ujar Adi yang juga bendahara DPC PDIP Kota Probolinggo itu.

Listyo juga bersikap bijak saat ditanya optimismenya untuk kembali menjabat sebagai ketua. "Serahkan semuanya. Apa kata Yang di Atas sudah. Kerja sosial kok dibuat target menang atau kalah," katanya.

Kedua kandidat ini mengaku sangat setuju dengan sistem pemilihan langsung ketua. Sebab, ini bisa menyerap aspirasi masyarakat dan menjunjung demokrasi. Bahkan kata Listyo, adanya pemilihan ini sampai muncul istilah pilkateng atau pemilihan ketua klenteng.

Hasil penghitungan suara hingga pukul 21.00 malam itu belum tuntas. Terpaksa harus dilakukan pemilihan putaran kedua. Adi Sutanto Saputro alias Ngo Tjen Tjong memperoleh 73 suara, Listyo Sentoso (Lie Tje Sen) hanya 64 suara dan Hadi Rumekso (Lioe Han Jiang) meraih 77 suara.

Putaran kedua diperkirakan bakal digelar sebulan lagi. Total umat yang menggunakan hak suara sebanyak 232 orang. Berbeda dengan ketua, untuk formatur sudah terpilih enam orang. Ini artinya, ketua periode lalu harus tersingkir dan Adi serta Hadi harus maju ke putaran kedua. (yud)

Sumber: http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=166702

Tidak ada komentar:

Posting Komentar