Selasa, 14 September 2010

[ Senin, 13 September 2010 ] Cerita Sukses Rizza Bordir Probolinggo di Masa Lebaran

[ Senin, 13 September 2010 ]
Berawal dari Kekaguman pada Tante

Lebaran ini menjadi sumber berkah bagi para pengusaha yang bergerak di bidang fashion. Itu pula yang dirasakan Afiva Toenisaa, wanita Probolinggo yang menggeluti kerajinan bordir sejak 1989 dengan bendera Rizza Bordir.

RIFQI RIVA AMALIA, Probolinggo

PELANGGAN datang silih berganti. Ada yang mengambil pesanan baju, ada pula yang mengambil pesanan mukena. Dan tak sedikit yang tertarik membeli setelah melihat etalase Rizza Bordir yang memajang manekin mengenakan kebaya dengan detil bordir yang cantik.

Salah satu karyawan Rizza Bordir dengan telaten menunjukkan koleksi yang bisa dipilih pelanggan. Meski tak sebanyak biasanya, sejumlah pelanggan tetap memilih dengan antusias. Afiva Toenisaa pemilik Rizza Bordir sesekali ikut menemui pelanggan bila karyawannya terlihat kewalahan.

Ketika Radar Bromo datang ke butik yang terletak di Jl Soekarno Hatta Kota Probolinggo sebelum lebaran lalu, Afiva yang akrab dipanggil dengan sebutan Bu Yunan menyambut dengan ramah. Afiva sebenarnya enggan kisahnya dikorankan. Namun, dengan tujuan untuk memberi motivasi dan inspirasi bagi yang lain, Afiva akhirnya setuju.

Ketertarikan Afiva Toenisaa pada bordir berawal dari kekagumannya pada tantenya yang sukses membawa produk bordirnya hingga ke mancanegara. Ia pun tak membuang kesempatan untuk belajar langsung dari ahlinya.

"Sejak kecil saya sangat mengagumi tante saya, Asfiyah yang dulunya memiliki Sari Indah. Dari beliau saya belajar bagaimana caranya membordir hingga membuat pola. Setelah menguasai ilmunya, lantas saya dipercaya untuk mengerjakan pesanan yang datang," kisahnya.

Rupanya Asfiyah puas dengan hasil kerja Afiva, sehingga Afiva diciprati order bordir secara rutin. Namun, Afiva tak puas hanya dengan memenuhi pesanan yang datang, ia mulai berpikir untuk menciptakan pola bordir sendiri.

Bila produk tantenya diciptakan untuk pasar luar negeri, Afiva mereka-reka produk yang cocok untuk pasar dalam negeri. Akhirnya terciptalah kebaya dengan detil bordir yang mencerminkan identitasnya. Setelah jadi, ia pun nekat menawarkan kretifitasnya ke Sarinah, salah satu pusat perbelanjaan terkemuka di Malang.

Tak dinyana, koleksinya laku di pasaran. Afiva pun mulai terpacu dan percaya diri untuk mengembangkan produk-produknya yang lain. Karena kemampuan membordirnya sudah berkembang, lantas ia digandeng pihak dinas tenaga kerja untuk memberikan pelatihan bagi 70 anak putus sekolah. Dari 70 anak yang ia latih tersebut Afiva mengajak beberapa anak untuk membantunya mengembangkan produk.

Sedikit- demi sedikit usaha yang Afiva rintis mulai berkembang. Afiva yang kebetulan bersuamikan seorang PNS memasarkan dagangannya melalui anggota dharma wanita. Kerj asama dengan Sarinah tetap berlanjut dan mulai merambah ke toko-toko lain.

"Kemudian melalui promosi mulut kemulut produk kami mulai dikenal. Disamping itu kami mulai rajin ikut pameran baik yang diselenggarakan di Indonesia maupun di negara tetangga seperti Malaysia, Siangapura dan Brunei. Alhamdulillah di negeri serumpun itu produk kami sangat diminati," tuturnya.

Alhasil produknya yang semula hanya beberapa jenis kini telah berkembang menjadi puluhan produk mulai dari kebaya, busana muslim, busana pengantin, mukena hingga taplak meja. Omsetnya pun mencapai puluhan juta rupiah.

"Produk kami berkembang menjadi produk yang eksklusif. Pasalnya selain tidak diproduksi secara masal, dibutuh waktu lama untuk membuat satu produk. Karena itu pada lebaran kali ini kami mempersiapkan orderan sejak 4 bulan sebelumnya," terangya.

Dengan pengerjaan satu baju selama 4 hari, pantas kiranya jika Afiva berusaha memenuhi order yang berjumlah ratusan potong sejak jauh-jauh hari. "Selain datang dari pelanggan lokal, pesanan datang dari Kalimantan, Bali hingga Batam. Sebagian besar dari mereka memesan baju dengan harga 300 ribu hingga 1 juta," terangnya.

Selain baju, produk lain yang penjualannya moncer di musim lebaran ini adalah mukena. "Sebenarnya kami bisa memenuhi orderan pada tingkat harga yang cukup terjangkau, yaitu di kisaran Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu. Namun kami melihat pelanggan yang datang sudah begitu menghargai brand image kami. Sehingga mereka cenderung memesan baju atau mukena yang harganya ratusan ribu rupiah," jelas pengusaha yang menjual mukena kreasinya mulai dari harga Rp 50 ribu hingga Rp 1 juta ini.

Afiva dengan Rizza Bordir-nya kini dibantu oleh 35 karyawannya yang dibagi dalam tiga divisi, bordir, jahit dan payet. "Untuk detil bordir, kami mengawasi secara langsung agar kualitas yang diinginkan pelanggan terpenuhi," jelas wanita berkerudung ini.

Untuk urusan disain dan pola baju atau bordir Afiva mengaku membebaskan karyawannya untuk menciptakan pola dan desain baru. Langkah ini ia tempuh agar inovasi produknya tetap berjalan. "Meski produk kami sudah berkembang banyak, kekhasan kami, yaitu kebaya bordir masih menjadi komoditi utama yang laris di pasaran," ujarnya. (yud)

Sumber: http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=179016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar