Selasa, 14 September 2010

Apel Hari Jadi, Berbahasa Madura

[ Senin, 13 September 2010 ]

PROBOLINGGO - Pemkot Probolinggo menggelar serangkaian acara untuk memperingati hari jadi kota ke-651 yang jatuh pada 4 September. Salah satunya adalah gelaran apel hari jadi yang disetting unik.

Karena September ini bersamaan dengan Ramadan, maka apel hari jadi diundur. Apel tersebut bakal digelar pada Senin, 20 September. Yang berbeda, gelaran apel itu nanti menggunakan pengantar bahasa Madura.

Senin (20/9) apel hari jadi bakal digelar di alun-alun Kota Probolinggo sekitar pukul 08.00. Diawali dengan tari-tarian khas pendalungan serta nyanyian dengan iringan korsik berbahasa Madura pula.

"Kami (pemerintah) ingin menunjukkan budaya pendalungan yang selama ini belum terangkat. Orang luar negeri saja mengkaji budaya pendalungan, kenapa kita tidak menunjukkan karakteristik pendalungan itu sendiri," tutur Kabag Humas dan Protokol Rey Suwigtyo.

Pemkot sudah menetapkan pakaian atau seragam apel hari jadi ke 651 tersebut. Diinstruksikan kepada karyawan dan karyawati untuk mengikuti pelaksanaan apel dengan berbagai ketentuan. Wali kota, wawali dan sekda memakai pakaian adat Madura.

Badan/dinas/RSUD/sekretariat dewan dan bagian mengenakan pakaian adat Madura. Kantor/KPU/kecamatan termasuk kelurahan mengenakan pakaian adat Pendalungan atau Jawa. Khusus peserta perwakilan dari Dinas Pendidikan (guru dan kepala sekolah) pakaian adat Jawa atau kerajaan Tempoe Doeloe.

Perwakilan etnis Tionghoa berpakaian adat Tionghoa dan perwakilan etnis Arab mengenakan pakaian adat Arab. Sedangkan unsur muspida, ketua Pengadilan Negeri (PN) beserta staf mengikuti apel mengenakan adat daerah Jawa Timur, Madura dan Jawa. Sementara pimpinan dan anggota DPRD mengenakan pakaian adat Madura atau Pendalungan.

"Termasuk komunikasi di apel nanti menggunakan bahasa Madura. Karena di Kota Probolinggo ini hampir 60-70 persen ini adalah pendalungan," ujar Tiyok. Ide apel berbahasa Madura ini setelah wali kota diundang ke Blitar, Jawa Timur menghadiri kegiatan Grebek Pancasila. Pelaksanaan apel tersebut kental dengan etnis dan budaya Jawa.

Wali Kota Buchori mencermati proses apel itu kemudian terbersit keinginan menggelar apel tetapi menggunakan bahasa Madura saat hari jadi kota ini. Pasalnya, dengan gaya bahasa daerah lokal tersebut tidak merusak tata cara dalam apel dan selanjutnya bakal jadi ikon kota mangga ini.

Protokoler, pembacaan sejarah Probolinggo, komandan apel, inspektur apel hingga sambutan apel nanti seluruhnya berbahasa Madura. "Tidak menuntut kemungkinan nanti doanya juga bahasa Madura," cetus Tiyok saat ditemui Radar Bromo, Selasa (7/9) lalu.

Untuk merealisasikan rencana tersebut, pemkot bahkan sampai studi banding ke Blitar, Sumenep, Sampang, Pamekasan dan Bangkalan. Kunjungan itu untuk menggali referensi mengenai bahasa.

"Sementara ini, kondisi nyata di Probolinggo kebanyakan penduduknya dari Pamekasan. Jadi, nanti condongnya ke Pamekasan. Selain itu ada bahasa sendiri-sendiri yang menunjukkan warga sini adalah warga Pendalungan. Kami ingin mengangat sisi budaya dari bahasanya," ungkapnya lagi. Setelah apel, keesokan harinya direncanakan ada sidang paripurna DPRD dalam rangka hari jadi. (fa/yud)

Sumber: http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=detail&rid=179020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar