Sabtu, 25 September 2010

Lihat Sunrise di Bromo, Dibangun Pananjakan II Seruni

Sabtu, 25 September 2010 | 08:33 WIB

PROBOLINGGO - Gunung Pananjakan di Desa Wonokitri, Kec. Tosari, Kab. Pasuruan selama ini menjadi tempat terfavorit bagi wisatawan untuk menikmati matahari terbit (sunrise).

Sebentar lagi Pananjakan di Wonokitri itu bakal mendapat “saingan” dengan dibukanya Pananjakan II di Dusun Seruni, Kec. Sukapura, Kab. Probolinggo.

Pananjakan II ini tidak banyak dikenal wisatawan karena sejak 7 tahun silam jalurnya tertutup tanah longsor. Sehingga wisatawan yang masuk ke Laut Pasir Gunung Bromo melalui pintu gerbang Probolinggo mendaki Pananjakan di Wonokitri untuk menyaksikan sunrise dan keindahan Bromo dari atas.

Kini Pemkab Probolinggo berusaha ”menjual” Penanjakan II di Dusun Seruni untuk wisatawan.

”Pananjakan II di Seruni meski belum banyak dikenal, tempatnya sangat cocok untuk menyaksikan sunrise,” ujar Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) Kab. Probolinggo, Drs Tutug Edi Utomo MM tadi malam.

Tidak sekadar menyaksikan matahari terbit dari ketinggian, Pemkab juga menyiapkan desa wisata di Ngadisari. ”Kalau yang di dalam kawasan Bromo itu wewenang Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, yang di luar kawasan biar Pemkab yang mengelola. Termasuk pengelolaan desa wisata,” ujar Bupati Drs H Hasan Aminuddin MSi.

Konsep desa wisata, kata bupati, sebenarnya sederhana. “Setelah wisatawan menikmati keindahan panorama Bromo, mereka diharapkan berlama-lama dengan cara mengenal keseharian Wong Tengger termasuk mau membeli hasil buminya,” ujarnya.

Ditanya kapan desa wisata Tengger diwujudkan, bupati mengatakan, sekarang sudah berjalan. “Diharapkan pada 2011 mendatang selesai bersamaan dengan Visit East Java 2011,” ujarnya.

Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Jero Wacik saat mengunjungi Bromo pada Yadnya Ngadisari mengatakan, melalui APBN, pemerintah pusat membantu pengadaan teropong yang bakal dipasang di Pananjakan II (Dusun Seruni). ”Kalau gazebonya biar Pemkab Probolinggo yang membangun,” ujar bupati.

Selama ini untuk menyaksikan sunrise, wisatawan harus bersusah payah naik jip di pagi buta, mendaki lereng hingga sampai di puncak Pananjakan di Tosari.

Di akhir pekan, wisatawan harus berdesakan di puncak Pananjakan tepatnya di bawah sejumlah tower BTS (based tranciever stasiun) milik provider perusahaan selular.

Jip-jip pengangkut wisatawan sampai menyemut sepanjang lereng Pananjakan. “Di akhir pekan, tidak semua jip bisa mendekati lokasi tower, karena tempat parkir sudah penuh sepanjang 2 kilometer,” ujar Lastoko, sopir jip dari Desa Ngadisari.

Para wisatawan pun terpaksa berjalan sekitar 1-2 km dari tempat jip-jip diparkir hingga ke puncak Pananjakan. Sebagian wisatawan yang tidak kuat berjalan kaki di jalan menanjak terpaksa naik ojek.

Ojek motor pun panen di km 1-2 menjelang puncak Pananjakan. “Mosok, ojek 2 kilometer tarifnya Rp 10 ribu, mahal sekali,” ujar Hasan, wisatawan dari Surabaya.

Kepala Desa (Kades) Ngadisari, Supoyo yang juga pembina jip wisata mengakui, ledakan jumlah wisatawan di saat akhir pekan. “Yang jelas setiap akhir pekan, semua jip, sekitar 150 unit turun ke Laut Pasir, bahkan banyak wisatawan yang tidak kebagian,” ujarnya.

Sementara itu tarif jip, melalui sistem pembeliam voucher dipatok Rp 160 ribu (sampai kaki tangga Bromo) dan Rp 275 ribu (sampai Pananjakan) pergi pulang (PP).

Kelak dengan dibukanya Pananjakan II di Seruni, diharapkan kemacetan dan berjejalnya wisatawan yang mencapai kisaran 1.000 orang setiap akhir pekan di Pananjakan di Wonokitri bakal terurai. isa

Sumber: http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=9c9fe0714a7134b56e391fd1a5e4e3bb&jenis=c81e728d9d4c2f636f067f89cc14862c

Tidak ada komentar:

Posting Komentar