Selasa, 07 September 2010

Keluh Kesah Petani Bawang Merah di Probolinggo saat Cuaca Tak Menentu

[ Selasa, 07 September 2010 ]
Cari Utangan untuk Kebutuhan Lebaran

Tahun ini menjadi masa sulit bagi sebagian petani bawang merah di Probolinggo. Cuaca tak menentu membuat hasil tanamnya tak menentu. Terlebih di saat menghadapi lebaran ini.

MUHAMMAD FAHMI, Probolinggo

Jarum jam menunjukkan pukul 11.00. Di musim ini biasanya, di jam-jam itu panas matahari menyengat di Desa Tamansari, Dringu Kabupaten Probolinggo. Tapi kemarin sinar matahari terhalang mendung. Paginya bahkan hujan mengguyur.

Melihat mendung yang masih menggumpal, Ajat, 46, seorang petani bawang merah di Tamansari nampak cemas. "Semoga tidak hujan lagi. Tadi (kemarin) pagi dan semalam sudah hujan," ujarnya.

Sat ditemui Radar Bromo kemarin, Ajat sibuk meracik obat-obata disinfektan untuk menyirami bawang merahnya. "Kalau hujan-hujan gini, tanaman (bawang) harus diobati sering-sering mas," katanya.

Menurut Ajat, sedianya pada beberapa tahun lalu, masa tanam bulan-bulan ini sedang bagus-bagusnya. Tetapi tahun ini berbeda 180 derajat. Beberapa bulan terakhir hasil panen bawangnya juga kurang maksimal.

Ajat mengaku heran. Cuaca tahun ini berbeda dengan rutinitas tahun-tahun sebelumnya. Seharusnya, menurut Ajat tahun ini sudah memasuki musim kemarau dan sudah tidak turun hujan lagi.

Faktanya hujan tetap turun beberapa hari terakhir. Bahkan frekuensi hujannya juga lumayan lebat. "Sekarang ini sudah tidak bisa diprediksi lagi cuacanya. Saya sendiri juga kurang tahu apa sebabnya," bebernya.

Hujan dan panas yang datang silih berganti setiap harinya dijelaskan Ajat membuat pertumbuhan tanaman bawang merahnya kurang maksimal. Selain itu tanamannya juga rentan terkena aneka macam penyakit.

"Daun bawang itu akan menguning dan layu. Karena habis terkena hujan, terus kena panas, jadi rusak. Selain itu hujan dan panas ini juga membuat ulat-ulat dan hama lain berkembang biak dengan cepat dan siap merusak tanaman," jelentreh Ajat.

Untuk mengantisipasinya, para petani menggunakan pestisida. Di musim yang tak menentu seperti sekarang ini, tentu saja frekuensi obat-obatan itu juga ditambah. Apalagi kelambu yang biasanya digunakan sebagai salah satu alat untuk memerangi hama juga mudah rusak di musim tak menentu ini. "Benang kelambunya banyak yang rantas, karena tak kuat usai kena air terus kena panas," jelasnya.

Obat-obatan hama itu sendiri harganya juga tak murah. "Total harga racikan obat untuk sekali racik itu mencapai Rp 200 ribu. Itu untuk beberapa kali menyemprot," beber Ajat.

Ajat berharap bawang merahnya yang sudah berumur 25 hari bisa dipanen pada waktunya. Sekitar 60 hari, dengan begitu hasilnya akan maksimal. Tetapi kalau kondisi panas hujan terus berlangsung, Ajat bisa memanen lebih dini.

"Beberapa bulan lalu, saya terpaksa panen dini. Itu karena hujan beberapa bulan yang lalu yang deras membuat beberapa sawah banjir. Jangan tanyakan penghasilan menurun berapa, pokoknya rugi," terang Ajat.

Dikatakan Ajat, musim hujan panas ini sulit menghasilkan bawang merah super yang sekuintalnya dijual Rp 800 ribu. "Tetapi kalau kualitas biasa, ya sekitar Rp 600-700 ribu," ungkapnya.

Kegelisahan yang dirasakan Ajat juga dirasakan oleh Sahar, 38 salah satu pekerja perawat tanaman bawang milik salah satu petani besar di Tamansari. Sahar menceritakan, kalau hasil tanamannya menurun secara otomatis pendapatannya juga menurun.

"Masih turunnya hujan di musim kemarau ini memang membaut tanaman bawang merah tidak bisa berkembang dengan baik. Tetapi bos saya tetap tidak rugi, karena mempunyai lahan sawah yang luas," jelasnya.

Di sisi lain, meski penghasilan turun, namun kebutuhan para petani jelang lebaran terus meningkat. "Saya ini mempunyai anak 4 yang masih kecil-kecil," kata Ajat.

Tentu saja ritual memberikan baju baru masih jadi tradisi. Selain itu Ajat juga masih memikirkan soal kebutuhan lainnya seperti kue-kue dan mengecat rumah. "Anak saya meski kecil-kecil itu puasa. Jadi sebagai hadiah, biar tahun depan tambah semangat saya belikan baju baru untuk mereka," terangnya.

Lalu darimana Ajat bisa mendapatkan sejumlah uang untuk memenuhi kebutuhannya yang membengkak jelang lebaran? "Biasanya kalau sudah gini ya ngebon (utang) dulu. Nanti baru dibayar ketika hasil tani sudah baik kembali," terangnya.

Utang bukan hal yang baru bagi petani. Hal tersebut biasanya juga dilakukan para petani bila memasuki musim tahun ajaran baru di saat belum masa panen.

Keresahan para petani ini sedianya juga dirasakan oleh Bupati Probolinggo Hasan Aminuddin. "Tidak hanya bawang saja, tetapi rata-rata semua petani mulai dari tembakau, jagung sampai padi pun banyak yang mengeluh dengan situasi cuaca yang tak menentu seperti sekarang ini. Saya sangat mengetahui perasaan petani, karena saya juga seorang petani," jelasnya.

Hasan berharap para petani tabah menghadapi cobaan musim yang tak menentu seperti sekarang ini. "Saya secara pribadi juga prihatin, karena masa panen banyak yang tertunda. Tetapi hadapilah cobaan ini dengan ikhlas," harap Hasan. (yud)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=showpage&rkat=4

3 komentar:

  1. pak Ajat........
    sambil menunggu bawang merah di panen kita masih bisa tumpangsari dengan cengkeh kok.

    BalasHapus
  2. mana bisa bawang merah tumpang sari samacengkeh kalau di daerah probolinggo

    BalasHapus
  3. "Daun bawang itu akan menguning dan layu. Karena habis terkena hujan, terus__ pakai producknya pt sinon yaitu sinoparol extratop dan npk sinon insyaallah tanaman bapak tahan dari penyakit kalau penyemprotan mulai awal amplikasi

    BalasHapus