Kamis, 30 September 2010

Income Tertinggi dari Rawat Inap

[ Kamis, 30 September 2010 ]
RSUD Hearing dengan Komisi B

PROBOLINGGO - Setelah disoroti komisi C DPRD Kota Probolinggo soal sejumlah keluhan, kemarin manajemen RSUD Dr Mohammad Saleh berhadapan dengan komisi B DPRD setempat.

Kali ini yang menjadi bahasan dalam hearing bukan lagi keluhan tetapi pengelolaan manajemen keuangan rumah sakit.

"Kiranya melalui hearing ini kami bisa lebih mengetahui sistem pengelolaan keuangan di RSUD. Dan bagaimana selanjutnya RSUD bisa menjadi lebih baik," ucap Ketua Komisi B Sri Wahyuningsih.

Dibeberkan Wakil Direktur RSUD dr Ernowo anggaran belanja langsung RSUD TA (tahun anggaran) 2010 senilai Rp 18.489.690.000 dari total yang diusulkan Rp 17.021.620.000. Nilai tersebut belum termasuk DAK (dana alokasi khusus) dan cukai. Dari DAK RSUD mendapat Rp 3.080.000.000 (termasuk 10 persen dana pendampingan pemkot) dan cukai Rp 2.180.000.000. Jumlah keseluruhan Rp 5.260.000.000.

Sementara usulan dalam PAK (perubahan anggaran keuangan) biaya langsung sebesar Rp 29.624.400.167. Sedang yang terealisasi hanya Rp 25.663.380.138. "Usulan dari rumah sakit meningkat mengingat pendapatan kami meningkat," tutur dr Ernowo saat hearing bersama komisi B, siang kemarin.

Pendapatan RSUD saat PAK Rp 22.727.120.000 dan target sudah tercapai bulan Agustus lalu. Sumber pendapatan rumah sakit antara lain berasal dari administrasi karcis, tindakan operasi, rawat jalan, rawat inap, obat-obatan, askes, laboratorium, radiologi, ambulans, parkir, dan jaminan kesehatan. Income tertinggi setiap tahunnya didapat dari rawat inap Rp 5.247.000.000, obat-obatan Rp 5.060.000.000 dan tindakan operasi Rp 1.650.000.000.

Dokter Ernowo yang mewakili manajemen rumah sakit juga menjelaskan bahwa sejak tahun 2010, rumah sakit tidak lagi swadana tetapi menjadi SKPD (satuan kerja perangkat daerah). "Ke depannya diharapkan RSUD bisa menjadi BLUD (badan layanan umum daerah), kalau sudah BLUD pengelolaan keuangan bisa sendiri," ucapnya.

Ditegaskan juga oleh Ernowo bahwa DAK dan cukai tidak masuk pendapatan RSUD tetapi ke PAD pemkot. DAK digunakan untuk alat-alat kedokteran sedangkan cukai khusus untuk peralatan operasional yang berhubungan dengan rokok.

Diperjelas Kabag Perencanaan dan Pembangunan di RSUD dr Taufik bahwa penggunaan anggaran dari DAK dan cukai sudah ada peruntukkannya dan RSUD tidak boleh mengubah. Misalnya saja dari DAK 2010 sudah dibelanjakan kebutuhan operasional di kelas 3 dan pembelian tempat tidur.

"Kami sudah belanjakan untuk peralatan kesehatan anak dan perlengkapan lainnya. Dana sekitar Rp 2 M (dari cukai) untuk peralatan-peralatan berkaitan penyakit akibat dampak rokok," terang suami anggota DPRD komisi Farina Churun Inin yang saat itu ikut hearing.

Hearing di ruang rapat paripurna itu juga mengundang Kepala Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset (DPPKA) Imam Suwoko. Menurutnya, TA 2010 ini RSUD menjadi SKPD, sama dengan SKPD di lingkungan pemkot lainnya.

"Telah disediakan up (uang persediaan) untuk RSUD sebesar Rp 1,5 M untuk belanja urgent misalnya jasa medis, makanan dan minuman pasien atau obat-obatan. Dengan up itu RSUD diberi keleluasaan," kata Imam.

Sempat terjadi beda pendapat dalam hearing, DPPKA menyatakan dengan up Rp 1,5 M RSUD bisa segera mencairkan dana untuk belanja urgent. Tapi, menurut Ernowo proses yang terlalu rumit menjadi masalah dalam pencairan dana.

"RSUD kan punya mekanisme lain yang berbeda dengan SKPD lainnya. Kendala kami di plafon anggaran, apabila ada kebutuhan ternyata plafon anggaran habis ya menunggu pengajuan lagi," ujar Ernowo.

Imam Suwoko pun menanggapi bahwa sebenarnya prosesnya cepat dan bisa dicairkan. "Swadana atau tidak, SPJ (surat pertanggungjawaban) harus tetap ada. SPJ ini sifatnya wajib dan tidak bisa ditawar," tegas Kepala DPPKA.

Rumitnya pencairan dana pada saat kasus jasa medik (jm) yang tertunda memunculkan kecurigaan anggota komisi B. Namun diharapkan dengan kondisi keuangan rumah sakit tidak akan terjadi hal yang sudah terekspose di media.

"Kami ini merasa miris dan sangat prihatin. Bagaimana bisa rumah sakit kehabisan obat atau tidak bisa beli sarung tangan dan masker. Mudah-mudahan tidak ada kesan seperti itu lagi. Mari di evaluasi bersama dan dilakukan ke depan agar lebih baik," terang anggota komisi B Murniati Rahayu.

Persoalan itu akhirnya ditanggapi Ernowo bahwa masalah itu terjadi karena RSUD mendapat dana tidak sesuai dengan usulan. (fa/nyo)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=182138

Tidak ada komentar:

Posting Komentar