Minggu, 29 Agustus 2010

DPRD Didesak Proses Perda Syariah

Minggu, 29 Agustus 2010 | 10:13 WIB

PROBOLINGGO - Desakan agar DPRD Kota Probolinggo memproses lahirnya peraturan daerah (perda) muncul dalam forum sarasehan yang digelar Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Kota Probolinggo, Sabtu (28/8) sore. Forum yang dihadiri sejumlah pengurus Ormas Islam, takmir masjid, pengasuh pesantren, dan aktivis LSM itu menyepakati perlunya perda anti maksiat demi menekan angka kriminalitas di Kota Probolinggo.

“Untuk sementara kami mengusulkan kepada DPRD agar memproses perda anti maksiat di antaranya mencakup, kewajibab wanita muslimah untuk menggunakan pakaian muslimah (jilbab),” ujar Heri Wijayani, Humas MMI Kota Probolinggo yang juga moderator sasehan.

Selain itu juga perda tentang kewajiban bagi setiap muslim untuk mendirikan dan menjalan salat lima waktu. Juga kewajiban panda baca dan tulis Alquran. “Terakhir perda tentang pengelolaan zakat,” ujar Heri.

Ketua Komisi A DPRD, As’ad Anshari yang menjadi narasumber bersama Ketua MMI, H Ali Makki, mengatakan, ajaran Islam memang harus ditegakkan. “Kemaksiatan di Kota Probolinggo harus dihapuskan atau kalau tidak bisa dikurangi secara signifikan,” ujar politisi PKNU itu.

As’ad mengakui, memang atas usulan masyarakat, perda anti maksiat berpeluang untuk digulirkan di DPRD. “Tetapi harus disiapkan secara matang, sebab jangan sampai perda yang sudah susah-susah dibuat, juga susah pula penerapannya kelak,” ujarnya.
Dikatakan payung hukum untuk menggulirkan perda anti maksiat memang dijamin UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah (pasal 139). Intinya, masyarakat berhak memberikan masukan kepada DPRD atas lahirnya perda.
“Perda bisa dibuat melalui inisiatif DPRD. Jadi masukan dari masyarakat kemudian diproses di DPRD,” ujar As’ad. Selain itu biasanya perda banyak diusulkan dari pihak eksekutif.

Terkait peluang lahirnya perda anti maksiat, As’ad mengingatkan, jumlah umat Islam dari Kota Probolinggo memang masyoritas. “Dari sekitar 200 ribu jumlah penduduk, sekitar 91 persen beragama Islam. Permasalahannya, apakah 91 persen umat Islam itu punya kepedulian dengan lahirnya perda anti maksiat?” ujarnya.
Forum dukungan lahirnya perda anti maksiat, kata As’ad, sebaiknya juga melibatkan ormas Islam yang basis massanya besar. “Saya tidak melihat pengurus NU dan Muhammadiyah hadir dalam forum ini,” ujarnya.

Ketua Forum Umat Islam (FUI) Kota Probolinggo, Lukman Al Jabal mengusulkan, agar desakan lahirnya perda anti maksiat ditindaklanjuti melalui FUI. “Insya Allah, ormas-ormas Islam yang tidak hadir dalam forum ini juga akan mendukung,” ujarnya.

Heri Wijayani mencatat, perda anti maksiat bukan “barang baru” lagi di Indonesia. “Saya mencatat, sedikitnya 43 pemda di Indonesia sudah mempunyai perda anti maksiat. Sudah saatnya Kota Probolinggo juga memilikinya,” ujarnya.

Di Jatim misalnya, sejumlah daerah sudah menelurkan perda anti maksiat seperti Jember (Perda 14/2001 tentang Penanganan Pelacuran) dan Pamekasan (Surat Edaran Bupati No 460/2002 tentang Pemberlakukan Syariat Islam). isa

Sumber: http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=346f825d9d8ca67c200acb3e92e2bf7a&jenis=c81e728d9d4c2f636f067f89cc14862c

Tidak ada komentar:

Posting Komentar