Kamis, 10 Juni 2010

Buta dan Lumpuh Hanya karena Judi Dadu

SURABAYA (SI) – Ahmad Slamet hanya bisa tidur-tiduran. Kaki kanan dan tangan kanannya lumpuh. Tragisnya, tiga jari kaki kirinya juga hilang. Kedua matanya buta permanen dan tempurung kepalanya masih berlubang.

Lubang itu masih terlihat karena Slamet tidak punya cukup uang untuk operasi penutupan. Kondisi itulah yang membuat Slamet tetap terbaring di dalam mobil Isuzu Elf. Ditemui saat mengenakan t-shirt, celana pendek, dan dilapisi sarung,pria berusia 40 tahun itu datang ke Polda Jatim untuk meminta perlindungan. Dia mengalami cacat itu karena aksi kebrutalan polisi saat penggerebekan pelaku judi di Dusun Pijitan, Desa Palang Besi,Kecamatan Lumbung, Kabupaten Probolinggo.

“Padahal, saat penggerebekan saya langsung angkat tangan. Gak melarikan diri, kok malah dipukuli, diseret, sampai kepala belakang saya juga ditembak,” kata Slamet saat ditemui di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya kemarin. Penggerebekan pada 10 Desember 2009 masih terekam jelas di otaknya.

Kala itu sekitar pukul 22.00 WIB Slamet ikut sebagai pelaku judi dadu di sekitar pekarangan dusunnya.Bapak dua anak ini berada tepat di dekat bandar judi dadu, Sutono Anjar. Selang satu jam kemudian, ada empat personel Polresta Probolinggo datang untuk menangkap. “Saat itu kira-kira ada sekitar 13 orang yang main, tapi banyak juga yang lihat,”tuturnya.

Saat polisi melepaskan tembakan peringatan ke udara,sejumlah orang di lokasi kejadian semburat. “Saya dan bandar kena tangkap. Namun,saya terus-terusan dihajar hingga ditembak, sedangkan bandarnya hanya didekap,” katanya. Slamet pun tidak sadarkan diri saat timah panas meluncur di kepala bagian belakangnya. Sontak seketika itu polisi langsung membawanya ke RS Muhammad Saleh di Probolinggo.

“Ipar saya ini dibawa dengan motor begitu saja ke RS. Sampai polisi tidak tahu kalau kakinya menyeret di aspal sehingga tiga jari kaki kirinya hilang,” ucap Dedi Santoso, saudara ipar Slamet yang ikut melapor ke Polda Jatim. Karena keterbatasan perawatan di Rumah Sakit Probolinggo, Slamet kemudian dirujuk ke RS Saiful Anwar,Malang.

“Selama sebulan dia (Slamet) di rawat di Malang. Kemudian kembali ke Probolinggo dirawat selama 15 hari. Sekarang ini juga masih rawat jalan,”ungkap Dedi. Slamet mengaku perbuatannya itu memang melanggar hukum. Namun, dia menyayangkan, kenapa cara penangkapannya sebrutal itu. Karena itu, Dedi langsung melaporkan empat polisi yang melakukan aksi brutal ke P3D Polresta Probolinggo.

“Laporan saya sudah diterima. Namun, hingga panggilan ketiga kali, mereka (polisi) tiba-tiba membatalkan pemeriksaannya,”urainya. Didampingi kuasa hukumnya, Saiful Arif, Slamet lantas melaporkan kejadian ini sekaligus,Polresta Probolinggo ke Bid Propam Polda Jatim.“Namun, tadi (kemarin) laporan kami ditolak.Alasannya, sebelumnya sudah melaporkan ke Polresta Probolinggo,”tandasnya.

Menurut Saiful, Bid Propam Polda Jatim mengatakan jika kasus ini sudah disimpulkan Polresta Probolinggo tanpa keterangan dari saksi pelapor, saksi korban, dan saksi faktual (orang yang berada di lokasi kejadian).“Kalau seperti ini kan ada indikasi membekingi anggota yang bersalah,” tukasnya. Untuk kasus judinya, seluruh pelaku yang berhasil diamankan ke Mapolresta Probolinggo pun hanya ditahan semalam.

“Kami ingin menuntut keadilan,setidaknya polisi mau bertanggung jawab atas kondisi yang sekarang dialami korban,”ujar Saiful. Kini Slamet tidak bisa apa-apa lagi. Namun, dia dan keluarga harus menanggung biaya berobat. “Empat hari sekali harus beli obat yang harganya Rp300.000. Lha seperti ini polisi sudah tidak mau bertanggung jawab,” keluh Dedi yang meminta keadilan untuk wong cilik. (emi harris)

Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/330049/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar