Kamis, 13 Mei 2010

Komisi A Hearing soal Sensus

[ Kamis, 13 Mei 2010 ]
PROBOLINGGO - Komisi A DPRD kemarin (12/5) menggelar hearing dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Rapat itu membahas tentang mekanisme sensus yang dilaksanakan petugas.

Tidak hanya dua instansi tersebut yang hadir. Sekcam Mayangan Haryono dan Lurah Mangunharjo Roby juga ikut.

Ketua Komisi A, Asad Anshari dalam kesempatan itu menyatakan tertarik dengan pernyataan Kepala Dinas Kependudukan dan Capil dr Bambang Harijadi. Bahwa dinas tersebut hanya jadi penonton. "Padahal capil (dinas kependudukan dan capil) ada anggaran untuk coklit (pencocokan dan penelitian)," kata ketua komisi A Asad Anshari.

"Misalnya share antara Dispenduk dan BPS apa bisa. Kalau itu terjadi kan sangat indah. Datanya dari BPS, sedangkan action dari Dispenduk," lanjutnya.

Kepala BPS Burhanudin mengatakan sensus penduduk 2010 untuk mendata penduduk yang dilaksanakan 10 tahun sekali. Dari data yang bergerak bisa-bisa tidak sama antara kelurahan dan kabupaten/kota. Data penduduk secara nasional masih menggunakan BPS.

"Pimpinan daerah punya kebijakan masing-masing. Ada yang mau data dari BPS atau sharing. BPS tidak harus menggunakan data dari Dinas Kependudukan, termasuk kepala daerah. Perlu diketahui, data kependudukan berbeda dengan data kemiskinan. Metodologi berbeda semua," ungkap Burhanudin.

Data kemiskinan hanya ada 14 kriteria. Sedangkan sensus penduduk 48 pertanyaan yang harus dijawab. Terakhir, BPS telah mendata kemiskinan pada tahun 2008 lalu.

Pada 2011 mendatang dilaksanakan pendataan kemiskinan lagi secara nasional. Kalau jadi, kata Burhanudin, bulan Juni atau Juli Jawa Timur melaksanakan program update data kemiskinan. "Data kemiskinan itu independen," cetusnya.

Anggota komisi A Abdul Azis juga menanyakan soal warga yang tinggal beberapa bulan di rumah saudaranya, apakah akan disensus di tempat asalnya atau di Kota Probolinggo. Termasuk pendataan terhadap rumah ilegal yang dibangun oleh warga dan sensus di ponpes atau asrama.

Burhanudin menjawab, warga yang sensusnya ikut di Kota Probolinggo yang sudah tinggal selama enam bulan. Kalau hanya datang 1-2 bulan, pendataan dilakukan di tempat asalnya.

Soal pendataan kemiskinan di tingkat kota, BPS siap saja. "Senyampang pemkot menghendaki update, agendanya tidak bersamaan dengan update di provinsi dan nasional, kami siap melaksanakan tugas," serunya.

Dalam hearing tersebut dinyatakan jika BPS mendata sesuai de facto sedangkan Dinas Kependudukan dan Capil secara de jure. Petugas BPS akan berupaya menemukan warga yang akan didata bila kali pertama tidak sempat bertemu.

"Setelah sensus katanya nanti ada komparansi antara BPS dan Dispenduk. Kalau dua-duanya bertahan pada posisi (data) masing-masing, itu kan muspro?," tanya Asad.

"Kami (BPS) tidak memaksakan data untuk dipakai, kami hanya menyediakan, ini lho hasil dari pendataan BPS. Mau memakai silahkan tidak juga silahkan. BPS adalah penyedia data," sahut Burhanudin.

Sementara itu, dr Bambang Harijadi ikut angkat bicara. Dia tidak terima kalau data yang dimiliki oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil itu adalah data lama. Setiap hari data kependudukan dimutakhirkan. Maka data valid ada di Dispenduk.

"Saya pulang dari ini (hearing) akan ada surat pindah yang menumpuk. Kami coklit tiga tahun sekali. Setiap hari ada pemutakhiran data, baik itu yang meninggal dunia, lahir atau pindah domisili," tegas dr Bambang.

Sedangkan Asad berpendapatan seharusnya data BPS dan Dispenduk itu sama, sehingga tidak ada data de facto (BPS) dan data de jure (Dispenduk). (fa/yud)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=158110

Tidak ada komentar:

Posting Komentar