Senin, 25 Oktober 2010

Kencan yang gagal

Monday, October 25, 2010

Maksud hati ingin menyambut kehadiran saudara sesama biker dari Evergreen-Lumajang yang akan melaju di wilayah kami.

Maka minggu tanggal 17 Oktober kita berangkat agak siang, supaya waktunya tepat bisa bertemu di titik yang telah ditentukan.

Dimulai start jam 7.30, karena Hudha harus berganti tunggangan akibat masalah pada disc brake, kemudian meluncur dari Leces Permai melaju menujuk Pondok Wuluh, Kedungrejo, Besuk hingga Bantaran.

Sampai Legundi, masih tidak ada masalah, meski tanjakan sudah mulai menyapa. Karangnyar, Kedawung terus digowes padahal beban semakin berat.

Masuk Kuripan, jarak antar kami semakin menjauh, namun jalan aspal mulus membuat beban berat seakan tak dirasakan.

Namun menjelang akhir kecamatan Kuripan sudah mulai nampak ujung hutan sudah mulai beruntunan, dan mengingat jarak yang ditempuh masih jauh, maka diputuskan mencari tumpangan sampai masuk di hutan kecamatan Sumber.

Alhamdulillah sebuah pickup L300 yang masih baru rela mengangkut kami sampai melewati tanjakan pinus dengan gratis.

Rencana kita akan stand by di Pasar Tempuran, namun ternyata kendaaraan tumpangan sudah sampai ke tujuannya 2 KM sebelum tempat yang kami tuju.

Akhirnya kita gowes sambil sesekali TTB, mengambil jalan pintas diantara rerimbunan hutan pinus yang cukup rapat dan licin.

Butuh waktu hampir 1 jam untuk melalui jarak 2 KM ini, karena "nikmat"nya rute yang dilalui.

Sesampai di pasar Tempuran, waktu sudah hampir jam 10, kita mengisi perut terlebih dahulu, karena rute selanjutnya tak akan menemukan warung makan.

Tandas, nasi sepiring, dilanjutkan ke jalanan menurun tajam ke arah timur, dan seperti biasa, dimana ada turunan pastik diikuti saudara kembarnya yaitu tanjakan.

Sampai masuk ke desa Cepoko, istirahat sejenak sambil mencari plastic untuk proteksi perlengkapan elektronik yang dibawa diantaranya handphone, camerda digital & GPS, karena semakin menanjak mendung semakin gelap.

Setelah pertigaan pertama belok kiri ke arah timur menuju ke stasiun pemancar ulang TVRI yang berada di ketinggian 1200 mdpl.

Sempat bercengkerama dengan petugas penjaga, yang sudah puluhan tahun dinas di daerah terpencil yang tak bertetangga ini, sambil mencari informasi jalur alternatif yang layak untuk dijelajahi.

Akhirnya diperoleh petunjuk untuk mencoba rute Ramba'an - Jatisari, meski informasi dari petugas tersebut jalan tak layak dilewati, namun bagi kami ini sebuah tantangan.

Berpamitan dengan sang petugas yang sempat menyuguhi kami dengan air hangat sehangat sapaannya kepada kami, sungguh terasa nikmat ketika cuaca dingin dan gerimis mulai membasahi jalan.

Keluar dari area stasiun relay TVRI, masih ditemani aspal yang sudah tua tak sampai 500 meter, setelah itu jalan belok kiri, sesuai arahan yang kami terima.

Dan tantangan yang maha berat ada di depan mata. Tidak hanya cuaca gerimis yang mengguyur, jalanan yang turun terlalu tajam dan panjang, menjadi ciri khas jalan baru hasil karya anak negeri sendiri.

Tidak sama dengan jalanan tanjakan hasil karya penjajah Belanda yang mementingkan faktor kenyamanan dan keamanan bagi pengendara.

Sepertinya desain jalan ini, hanya menarik garis lurus saja, beda dengan jalanan karya jaman dahulu yang dibuat berkelok-kelok, agar diperoleh sudut yang aman meski mungkin jarak tempuh sedikit lebih jauh.

Yah.. apa boleh baut... mereka mampunya seperti ini....

Kembali ke jalur yang dilalui, ternyata amat licin membuat perjalanan agak melambat, bahkan lebih lambat daripada penduduk lokal yang kita temui sambil memanggul rumput serta kayu bakar.

Beberapa kali ada yang terjatuh, bahkan tulang kering memar maupun luka gores sampai di pertigaan dukuh Napulo yang terdapat masjid cukup besar namun belum selesai direnovasi.

Sempat sholat di masjid ini, namun menggunakan sarung pinjaman kependuduk sekitar, dan hebatnya.. sarung yang mereka pinjamkan masih baru dan terdapat cap/stiker merk ternama.

Terima kasih untuk pinjaman sarungnya.... semoga amal ibadah orang tersebut diterima Allah SWT.

Perempatan ini menghubungkan kebun teh desa Cepoko di selatan yang jalannya menanjak tajam, dari barat yang kami lalui menghubungkan ke kecamatan Sumber, arah timur menuju Rambaan yang nantinya bisa tembus ke Klakah/Gunung Tengu, dan ke arah utara, terdapat turunan tajam ke arah desa Jatisari.

Dan jalanan masih saja berhiaskan batu yang tertutupi tanah liat. Beruntung turun dari perempatan ini ternyata jalanan mengering, karena curah hujan hanya turun di puncak gunung.

Melalui track ini seakan tanpa hambatan namun ekstra hati-hati karena dibeberapa tempat terdapat lubang yang cukup besar dengan kecepatan maksimum bisa mencapai 50 KM/jam.

Memasuki desa Jatisari lembah tempat tinggal kami tampak di sisi kanan, terasa indah dilihat dari ketinggian.

Jalanan aspal mulai menemani meski awalnya banyak berlubang sampai akhirnya aspal halus mulus terus hingga pertigaan Karang Anyar, Kedawung, Legundi, Bantaran sampai akhirnya tiba dirumah pukul 15.00.

Alhamdulillah perjalanan ini meski sedikit luput dari tujuan, namun bisa menemukan track baru yang menguras ketahanan fisik terutama otot paha di saat tanjakan, dan melelahkan lengan dan punggung disaat turunan.

Sumber: http://gss-leces.blogspot.com/2010/10/kencan-yang-gagal.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar