Sabtu, 02 Oktober 2010

Tak Mampu Beli Masker, Keuangan RSUD Disorot

Kamis, 30 September 2010 | 10:42 WIB

PROBOLINGGO - Kinerja RSUD Dr Moch Saleh, Kota Probolinggo, terus dikritisi DPRD setempat bergolaknya karyawan karena uang jasa medis (JM) jatah mereka tidak cair menjelang Lebaran lalu. Setelah Komisi C menyoroti layanannya, giliran Komisi B mengupas manajemen keuangan RS pelat merah itu.

Sekadar diketahui, tahun ini terbelit kasus keuangan. JM yang menjadi hak karyawan sempat tertunda pembayarannya hingga terjadi gejolak menjelang Lebaran lalu. Selain jasa medis, RSUD sempat mengaku tidak bisa membeli obat dalam jumlah memadai.

Mosok sampai beli masker untuk perawat saja sampai tidak bisa, ini aneh,” ujar Murniati Rahayu, anggota Komisi B, dalam dengar pendapat (hearing) di kantor DPRD, Rabu (29/9) siang itu. Terkait anggaran RSUD yang tidak sesuai plafon, Umil S, anggota Komisi B lainnya menilai ada yang tidak beres di RSUD.

Wakil Direktur RSUD dr Ernowo membeberkan, tahun 2010 ini RSUD mengeluarkan belanja langsung sekitar Rp 17 miliar dari Rp 18 miliar yang diusulkan. Nilai belanja itu belum termasuk dana alokasi khusus (DAK) dan dana bagi hasil cukai tembakau (DBHCT) .

Dari DAK, RSUD dipasok dana sekitar Rp 3 miliar. Juga 10 persen dana pendampingan Pemkot dan DBHCT Rp 2,18 miliar. “Jumlah keseluruhan sekitar Rp 5,26 miliar,” ujar dr Ernowo.

DAK dan DBHCT tidak termasuk pendapatan RSUD karena langsung masuk PAD Pemkot. Selanjutnya DAK digunakan untuk pembelian alat-alat kesehatan. Sedangkan DHBCT sesuai aturannya digunakan untuk pembelian peralatan operasi yang berhubungan dengan penyakit akibat rokok.

Sementara melalui PAK (perubahan anggaran keuangan) biaya langsung disetujui Rp 29,62 miliar. Padahal yang sudah terealisasi hanya Rp 25,66 miliar. “Usulan dari RSUD meningkat mengingat pendapatan kami juga meningkat,” ujarnya.

Pendapatan RSUD saat PAK, kata Hernowo, Rp 22,72 miliar. “Dana sebesar itu sudah terealisasi Agustus 2010,” ujarnya. Sumber pendapatan RSUD didapat dari administrasi karcis (retribusi), tindakan operasi, rawat jalan, rawat inap, obat-obatan, Askes, laboratorium, radiologi, ambulans, parkir, dan jaminan kesehatan. “Income tertinggi didapat dari rawat inap Rp 5,24 miliar, obat-obatan Rp 5,05 miliar, dan tindakan operasi Rp 1,65 miliar,” ujarnya.

Diakui Ernowo, kesulitan keuangan terjadi sejak RSUD itu berubah status dari lembaga swadana menjadi satuan kerja perangkat daerah (SKPD). “Idealnya, RSUD menjadi BLUD (badan layanan umum daerah), yang bisa mengelola keuangan secara mandiri,” ujar Ernowo.

Ernowo berkilah, RSUD mendapatkan alokasi dana yang tidak sesuai dengan yang diusulkan. Namun, ungkapan Ernowo langsung dibantah Kepala DPPKA (Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah) Imam Suwoko. “Plafon anggaran sudah dibahas dan disetujui. Kalau sekarang dibahas lagi bukan pada tempatnya,” ujarnya. isa

Sumber: http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=67f48a010d7e008d897ab8eecfe5dc94&jenis=1679091c5a880faf6fb5e6087eb1b2dc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar