Jumat, 20 Agustus 2010

Ahmad Ali Sufyan Sepulang dari Pertemuan Pramuka Dunia di Kenya

[ Jum'at, 20 Agustus 2010 ]
Menyaksikan Langsung Jalannya Referendum

Ahmad Ali Sufyan, pelajar MA Model Hafshawati Ponpes Zaha Genggong Pajarakan Probolinggo Minggu (15/8) lalu baru pulang dari Kenya. Di negara itu selama 12 hari sebelumnya Ali Sufyan mengikuti pertemuan Pramuka sedunia. Berikut pengalamannya.

ABDUR ROHIM MAWARDI, Probolinggo

SUFYAN seperti sudah melekat dengan yang namanya Pramuka. Saat ditemui di sekolahnya pada Rabu (18/8) lalu, remaja 17 tahun itu juga masih mengenakan seragam Pramuka.

Hanya, bukan baret coklat yang melekat di kepalanya saat itu, melainkan kopyah putih bersih. "Ini memang ciri khas di sini. Jadi, tidak pakai baret. Ini kan pondok..." ujar Sufyan yang saat itu didampingi sejumlah guru.

Ya, Sufyan inilah yang baru pulang dari Kenya, mengikuti 13th World Scout Meet Kenya 2010. Ada sektiar 3 ribu peserta dari seluruh penjuru dunia mengikuti acara itu. Dari Indonesia ada dua orang, yakni Sufyan dan Bambang Hermansyah, 23, mahasiswa pascasarjana Universitas Indonesia.

Sufyan dan Bambang ke Kenya dengan didampingi Fahri Makassau asal Sulawesi Selatan. Fahri dan Bambang mengikuti kegiatan yang diadakan oleh World Organization Scout Movement (WOSM) selama 10 hari. WOSM menjalin kerjasama dengan Scout Bureau, organisasi pramuka seluruh Afrika. Sebagai pelaksana tuan rumah adalah The Kenya Scout Association.

Sufyan berangkat dari Probolinggo pada 24 Juli. Dia langsung menuju Cibubur. Selanjutnya Sufyan menginap selama 2 malam di Taman Bunga Lembaga Pendidikan Nasional Gerakan Pramuka Cibubur. Baru pada 26 Juli pukul 12.00, Sufyan berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta Jakarta.

Untuk ke Kenya, Sufyan berbekal uang saku Rp 5 juta. Itu bantuan dari Kwarcab Pramuka Kabupaten Probolinggo dan Nasional, plus uang pribadi. Yayasan Ponpes Zaha Genggong dan Pemkab Probolinggo membantu proses pembuatan paspor dan tiket pulang pergi pesawat.

Uang saku Rp 5 juta itu ketika ditukar dengan mata uang Kenya, silling, hanya jadi 5 ribu. Sepulang dari acara itu, uang sakunya tinggal Rp 1 juta. "Ya buat tabungan saja," kata santri asal Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo ini.

Dari Jakarta, rombongan Sufyan ke Kenya melalui Thailand. Pada 27 Juli sekitar pukul 07.00, pesawat yang ditumpangi rombongan Sufyan mendarat di Nairobi Airport, Kenya.

Rombongan itu kemudian langsung menuju lokasi Rowallan Scout Camp di Jamuhuri Park, Kibera Drive, Nairobi. Sufyan langsung berbaur dengan peserta lain. "Langsung menginap di tenda yang disiapkan panitia," tutur Sufyan.

Pada 28 Juli sore hari, kegiatan itu dibuka. Sekitar 3 ribu peserta dari 62 negara di dunia mengikutinya. Menurut Sufyan, ada juga peserta dari Malaysia dan Singapura yang ikut.

Setelah pembukaan, peserta dibagi menjadi 3 kelompok besar. Kelompok itu lantas ditempatkan di 3 provinsi. Yakni Provinsi Kaiyaba, Embu, dan Machakos. Kelompok Sufyan ditempatkan di Kaiyaba.

Lalu, kelompok-kelompok itu bergiliran mengunjungi Lord Robert Boden Powell grave, makam bapak pramuka dunia. Selanjutnya berkunjung ke daerah tempat tinggal suku primitif. "Saya lupa nama sukunya. Yang jelas ada gua besar. Namanya gua Mau-mau. Namanya unik," tutur Sufyan sambil sedikit tersenyum.

Banyak pengalaman menarik dirasakan Sufyan dari mengikuti kegiatan itu. Misalnya, ketika rombongannya diajak mengunjungi perkebunan dan pabrik kopi selama sehari penuh. Kemudian saat kegiatan lapangan terakhir, kelompok ini diajak menuju daerah yang masuk garis equator. "Mestinya di situ sangat panas. Tapi kami justru kena hujan di situ," kata Sufyan.

Di hari keenam, barulah semua kelompok kembali ke Rowallan Scout Camp. Lalu, seluruh peserta diajak bertemu dengan Presiden Kenya Emilio Mwai Kibaki, di Kota Nairobi. Persisnya di Uhuru Park. Dalam bahasa Swaheli, Uhuru berarti freedoom atau kebebasan. "Aturannya ketat, Mas. Tidak boleh ambil foto," kenang Sufyan.

Ternyata kata Sufyan, sebenarnya tujuan utama ke Uhuru Park bukan untuk bertemu Presiden secara khusus. Tapi untuk menyaksikan jalannya referendum. Presiden juga ikut di referendum tersebut. "Sangat ramai, apalagi semua dubes dari setiap negara hadir di referendum itu," tutur Sufyan.

Referendum ditempuh Kenya untuk menentukan penggunaan produk dan mata uang dollar Amerika Serikat. Presiden sendiri kata Sufyan memilih tak setuju. Ternyata pilihan itu unggul dibanding pilihan setuju. "Jadi uang dollar maupun produk Amerika tak laku di sana. Apalagi setelah referendum," kata Sufyan.

Ada dua bahasa nasional di Kenya. Yakni Bahasa Swaheli dan Bahasa Inggris. Untuk memudahkan, Sufyan menggunakan Bahasa Inggris untuk berkomunikasi dengan peserta lainnya. Menurut Sufyan, banyak warga Kenya menggunakan bahasa Inggris. Sehingga peserta tidak menemui kendala komunikasi berarti. "Orang Kenya ramah-ramah, cukup bersahabat," kata Sufyan.

Di hari ke-8 (4/8), peserta mengikuti kegiatan International Culture. Setiap negara harus menampilkan kesenian masing-masing. Sufyan dan Bambang memilih menampilkan Tari Sajojo, Sulawesi. "Ya berdua. Tapi tidak boleh ada malu di situ. Malah kita harus bangga, karena mewakili Indonesia di ajang internasional," sebut Sufyan.

Di hari ke-9 (5/8), ada International Food. Kali ini setiap negara menampilkan makanan khas. Sufyan dan Bambang memilih membuat kolak pisang. Sebab bahan bakunya mudah. "Pisang didapat dari panitia setiap hari, santannya diberi kedubes Indonesia, Budi Bowo Leksono," kata Sufyan.

Di hari ke-10 (6/8) ada kegiatan Global Development Village (GDV). Mestinya Sufyan mengikuti kegiatan yang membahas isu global warming dan perdamaian itu. Sayang, Sufyan apes. Di kegiatan bertema peace journey in Africa ini, jempol kaki kanan Sufyan terkena infeksi. Ia harus dilarikan ke rumah sakit.

Sufyan diantarkan petugas keamanan yang terdiri dari tentara nasional Kenya. Pukul 06.00 waktu setempat, Sufyan tiba di Nairobi Hospital. Meski demikian, Sufyan baru ditangani pukul 14.00. "Pelayanan rumah sakit Kenya rumit. Waktu penanganan seperti mau buat paspor," ujarnya.

Sufyan mengaku disuntik 5 kali. Suntikan keempat dilakukan di sekitar jempol. Sementara suntikan kelima, membuat dirinya sudah tak sadar. "Waktu bangun ternyata saya dioperasi. Jempol saya sudah diperban. Ternyata hanya diiris. Untungnya bukan diamputasi," kata Sufyan sambil tertawa.

Setelah kondisi membaik, Sufyan langsung kembali ke perkemahan. Di hari penutupan, Sufyan, Bambang, dan Fahri dijemput Kedubes RI untuk Kenya. "Di situ diajak menikmati bakar kambing guling," kenang Sufyan.

Yang paling berkesan bagi Sufyan adalah urusan makan. Sebenarnya panitia memberi jatah makan cukup baik. Bahkan dimanja. Namun Sufyan khawatir dengan menu panitia.

Selain pisang dari panitia, Sufyan lebih memilih membeli mie instan merek Indomie. Harganya 25 silling (sekitar Rp 25 ribu). Tapi, karena keterbatasan kondisi, mie itu bukan direbus, melainkan diremas dan ditaburi bumbu. "Lalu dimakan seperti cara makan anak kecil di desa saya," tutur Sufyan. (yud)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=175714

Tidak ada komentar:

Posting Komentar