Rabu, 06 Oktober 2010

Mati Suri, Leces Minta Disuntik Rp 440 M

Rabu, 6 Oktober 2010 | 11:06 WIB
Probolinggo – Pasca empat bulan menghentikan produksi akibat terjerat hutang dengan Perusahaan Gas Negara (PGN), PT Kertas Leces (PT KL) meminta disuntik dana Rp 440 miliar untuk ‘hidup’ kembali. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui usulan itu, rencananya awal 2011 nanti dana cair.

’’Akhir pekan lalu kami mendatangi Komisi VI DPR mengadukan kondisi Leces. Alhamdulillah, DPR masih menginginkan bisnis ini dipertahankan,” ujar Ketua Dewan Pengurus Serikat Pekerja PT Kertas Leces (DPP SPKL) Djody Soegiharto, Rabu (6/10) pagi tadi

Seperti diketahui, PT KL masuk kategori delapan BUMN yang merugi tiga tahun berturut-turut. Bahkan sejak Juni lalu tidak bisa produksi karena pasokan gas diputus akibat dari tunggakan utang sebesar Rp 41 miliar.

DPR menilai, BUMN ini layak untuk diselamatkan dari mati suri-nya karena PT KL satu-satunya pabrik kertas BUMN yang memproduksi kertas industri.

Seperti diketahui, ada tiga pabrik kertas di bawah BUMN yang masih bertahan hidup hingga kini, yakni PT Kertas Leces (Probolinggo), PT Kertas Kraft (Nanggroe Aceh Darussalam), dan PT Kertas Padalarang (Bandung, Jabar). Kraft hanya memproduksi kertas pembungkus semen dan Padalarang membuat kertas sekuriti (security paper).

“Sementara Kertas Leces memproduksi kertas industri, sekaligus kertas sekuriti,” ujar Djody. Sejumlah pabrik kertas BUMN lainnya seperti di Banyuwangi dan Goa, Sulsel, sudah lama tutup.
Disinggung penggunaan dana Rp 440 miliar, Djody mengaku, tidak bisa membeberkan.

Seperti diberitakan Surabaya Post, pabrik di Desa Leces, Kec Leces, Kab Probolinggo itu tidak berproduksi sejak Juni 2010 lalu karena pasokan gasnya diputus, padahal gas alam itu menjadi bahan bakar utama PT KL.

PGN bertindak keras setelah disemprit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) terkait tunggakan pembayaran gas PT KL sekitar Rp 41 miliar. PGN sempat menoleransi agar PT KL mau membayar separo tunggakan (sekitar Rp 20 miliar), barulah pasokan gas dipulihkan. Sisi lain, PT KL menginginkan agar pasokan gas normal dulu, barulah bersedia mencicil tunggakan utang.

PT KL menilai bahan bakar gas alam termasuk mahal sehingga membebani kinerja pabrik. Bahkan Oktober tahun lalu, mereka membangun boiler berbahan baku batubara yang ditargetkan selesai bulan ini. Sayangnya, boiler senilai Rp 175 miliar melalui penyertaan modal negara pada 2007 itu baru akan selesai akhir tahun nanti.

Sekretaris Perusaaan (Sekper) PT KL Prof Dr Ir H R Abdul Haris juga mengakui mahalnya bahan bakar gas. Sebagai perbandingan, diperlukan 160 dollar AS untuk memproduksi 1 ton kertas. Sementara dengan batubara hanya butuh 80 dollar AS.

Masalah lain yang membuat PT KL limbung adalah mahalnya bahan baku serat kayu (pulp). Harga pulp melambung hingga 830 dollar AS dari harga normal 350 dollar-400 dollar per metrik ton.

’’Ironisnya, PT KL terpaksa membeli pulp dari perusahaan kertas swasta yang sebenarnya pesaing bisnis PT KL,” ujarnya. Guna menyiasati mahalnya pulp, PT KL kini melirik bahan serat non-kayu (non-wood pulp) seperti batang padi (jerami), dan ampas tebu (bagasse). isa

Sumber: http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=fe70fa5cceb8a880d433b643f05c3385&jenis=c81e728d9d4c2f636f067f89cc14862c

Tidak ada komentar:

Posting Komentar