Sabtu, 23 Oktober 2010

Korban Elpiji 3 Kg Terbelit Biaya Rumah Sakit

Sabtu, 23 Oktober 2010 | 11:13 WIB
SP/Ikhsan Mahmudi JUMADI (30), korban ledakan elpiji ditunggu ibunya, Ny Lianah di RSUD. Sementara adiknya, Abdurrohim (27), dirawat di bed lain. Rumah mereka hancur kena ledakan elpiji 3 kg.

Ledakan elpiji Jumat (22/10) lalu menyisakan duka mendalam bagi Ny Lianah (60), warga Sumbertaman, Kota Probolinggo. Keluarga janda miskin itu kesulitan biaya kedua anaknya yang dirawat di RSUD.

OLEH IKHSAN MAHMUDI

PEREMPUAN tua itu tampak sibuk di antara dua dipan (bed) di Ruang Bougenvile, RSUD Dr Moch. Saleh, Kota Probolinggo. Di bed pertama tergeletak Jumadi (30), anak keduanya yang mengalami luka bakar di sekujur tubuh akibat ledakan elpiji.

Sementara di bed kedua, Abdurrohim (27), anak bungsunya duduk sambil mengerang-erang, “Panas, panas, panas ...”. Perempuan yang biasa dipanggil Nyonya Lilik itu terus mengibaskan kipas bambu untuk menyegarkan tubuh anaknya.

Ia dibantu anak ketiganya, Muzdalifah terus mengipasi kedua korban ledakan gas elpiji. “Anak saya empat orang, semuanya berada di rumah sakit, kecuali Sholehudin (anak sulung, Red.) jaga rumah,” ujar Ny Lilik.

Janda yang ditinggal mati suaminya, Hasyim itu tidak menyangka bakal menerima cobaan hidup demikian berat. Saat kejadian ledakan elpiji, Kamis siang, perempuan itu sedang menjalankan salat zuhur.

“Saya mendengar bunyi keras seperti geledek menyambar. Takut mengenai televisi, kabel antena saya copot,” ujarnya. Namun tidak seberapa lama ia mendengar jeritan histeris kedua anaknya.

Ia semakin kaget demi menyaksikan api membakar tubuh dan pakaian Jumadi. Sementara, si bungsu Abdurrohim yang berada di dapur tampak berusaha memadamkan api yang menjilat tubuhnya dengan menuangkan air dari ember plastik.

Sambil mengerang-erang menahan luka bakar sekujur tubuhnya, Jumadi mengatakan kepada ibunya, terjadi ledakan elpiji di rumah sekaligus toko. Begitu dahsyatnya ledakan, sampai-sampai rumah Ny Lilik temboknya retak-retak, genteng dan atap berjatuhan. Perabotan di rumah-toko berukuran sekitar 10 x 2 meter itu juga hancur berantakan.

Rumah-toko itu menyambung dengan rumah di sisi timurnya yang ditempati Sholehudin, anak sulung Ny. Lilik. Di rumah sederhana yang kini nyaris roboh itulah Ny Lilik tinggal bersama Jumadi dan Abdurrohim.

Jumadi dan istrinya, Eva Nurdiana (29) dan anak semata wayangnya juga tinggal di rumah yang sama. “Kebetulan saat terjadi ledakan, saya sedang kerja jadi pelayan toko di Jl Dr Soetomo, sementara anak saya yang berusia 22 bulan saya titipkan di kerabat,” ujar Eva.

Pengakuan Jumadi dan Abdurrohim kepada Muzdalifah akhirnya membuka kronologis ledakan mirip bom itu. “Meski kondisi kakak saya, Jumadi parah tetapi ia tidak sampai pingsan, demikian juga adik saya Rohim yang kondisinya lebih ringan. Keduanya masih bisa bercerita,” ujar Muzdalifah.

Siang itu di toko penyalur tabung elpiji yang dikelola Jumadi dan adiknya, Abdurrohim terjadi kebocoran tabung gas. Jumadi berusaha mencari tabung gas yang bocor di antara tumpukan tabung elpiji berukuran 12 Kg dan 3 Kg di tokonya.

“Adik saya Rohin menderita polip sehingga hidungnya tidak peka kalau ada gas bocor, ia malah menyalakan kompor elpiji di dapur, untuk membuat kopi,” ujar Muzdalifah. Akhirnya api dari arah dapur menyambar gas yang diduga telah memenuhi ruang toko dan ruang tengah.

Bagi Ny Lilik, Jumadi dan Abdurrohim merupakan tulang punggung keluarga. Sejak sekitar setahun lalu, Jumadi menyopiri pikap dengan kenek adiknya, Abdurrohim untuk memasok tabung-tabung elpiji ke sejumlah toko pengecer.

Kini, kedua tulang punggung keluarga janda itu telah tergolek lemah di dipan RSUD. “Kami urunan, dibantu kerabat, hingga mencari utangan untuk biaya rumah sakit,” ujar Muzdalifah.

Disinggung apakah sudah mendapat santunan dari pemerintah terkait ledakan elpiji, Muzdalifah menggelengkan kepala. “Saya tidak tahu apakah memang ada bantuan bagi korban ledakan elpiji. Yang jelas hingga kini, kami belum terima bantuan apa-apa baik dari Pemda atau pun dari Pertamina,” ujar perempuan berjilbab itu.

Yang jelas, hingga hari kedua dalam perawatan RSUD, keluarga tersebut sudah mengeluarkan Rata Penuhbiaya sekitar Rp 3 juta. “Tidak tahu nanti berapa biaya total selama perawatan di rumah sakit,” ujar Muzdalifah. *

Sumber: http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=c74d57ee356e0e6e6f6854bbc0402167&jenis=1679091c5a880faf6fb5e6087eb1b2dc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar