Rabu, 11 Agustus 2010

Petani Ramai-ramai Tanam Tembakau

Selasa, 10 Agustus 2010 | 11:31 WIB

PROBOLINGGO – Luas lahan tembakau pada awal musim tanam tahun 2010 ini naik 1.000 hektare (ha), dari 6.923 ha pada 2009 menjadi 7.923 ha. Petani banyak yagn tertarik menanam daun emas ini karena harganya terus naik dari tahun ke tahun. Di Probolinggo, tembakau yang ditanam umumnya jenis Paiton Voor Oogst (Paiton VO).

’’Mudah-mudahan dengan rencana pembelian oleh gudang-gudang tembakau sebesar 10.300 ton, semua tembakau petani bisa terserap pasar,” ujar Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan (Disbunhut) Kab. Probolinggo Ir Nanang Trijoko S, Selasa (10/8).

Nanang menambahkan, tahun lalu 9.000 ton tembakau petani dengan areal 6.923 hektare terserap pasar. ’’Pada MT (musim tanam) tahun ini, luas areal naik sekitar 14,4 persen (7.923 Ha) sementara target pembelian dari gudang tembakau 10.300 ton,” ujarnya.

Nanang juga menunjukkan grafik yang menggambarkan tren harga tembakau naik dari tahun ke tahun. Tahun 2004 harga tembakau Rp 8-10 ribu/Kg, 2005 menjadi Rp 10-12 ribu, dan pada 2006 Rp 12-16 ribu. Pada 2007 harga tembakau mencapai Rp 17-22 ribu/Kg, pada 2008 Rp 18-27 ribu, dan pada 2009 Rp 18-30 ribu. “Mudah-mudahan pada 2010 ini harga tembakau naik lebih tinggi lagi,” ujar Nanang.

Meski pada MT 2010 ini areal tembakau meluas menjadi 7.923 Ha, Pemkab Probolinggo pun menetapkan rambu-rambu. ’’Daerah yang kurang dan tidak potensial untuk ditanami tembakau diharapkan tidak ditanami. Sebaiknya ditanami komoditas lain seperti padi, jagung, atau kedelai,” ujarnya.

Ada tujuh kecamatan di Kab. Probolinggo yang potensial ditanami tembakau. Hal itu mengacu pada kultur budidaya tembakau sejak lama terkait faktor agroklimat. Ketujuh kecamatan itu adalah Paiton (1.268 Ha), Pakuniran (1.030 Ha), Kotaanyar (1.820 Ha), Besuk (1.507 Ha), Gading (1.598 Ha), Krejengan (1.385 Ha), dan Kec. Kraksaan (754 Ha).

Sayangnya musim kemarau disertai hujan atau yang oleh Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) disebut kemarau basah membuat bertanam tembakau tidak mudah. Banyak tembakau yang rusak akibat tanah terlalu banyak kadar air.

’’Saya ini petani kecil, hanya bisa menanam tembakau 7.000 meter persegi, eh ternyata rusak akibat hujan di musim kemarau,” ujar Baidawi (40), petani tembakau di Desa Opo-opo, Kec. Krejengan, Kab. Probolinggo. Baidawi mengaku, hamparan tanahnya ditanami sekitar 13.500 bibit tembakau. “Jika tanaman bagus, insya Allah bisa menghasilkan 1,2 ton tembakau. Tetapi kali ini gagal total,” ujarnya.

Banyaknya areal tembakau yang rusak akibat hujan ’’salah musim” mendongkrak harga bibit tembakau. Harga bibit tembakau pun naik hingga 100% lebih. ’’Awal hingga pertengahan Juni lalu bibit tembakau masih berkisar Rp 20-30 ribu per 1.000 batang, tetapi akhir-akhir ini melonjak menjadi Rp 50 ribu,” ujar H Taufik Djam’an, petani tembakau dari Kec. Besuk, Kab. Probolinggo.

Untuk lahan 1 hektare dibutuhkan sekitar 15.000 bibit tembakau. “Itu kalau bibit hidup semua. Kalau ada yang mati masih harus beli bibit tambahan,” ujarnya.

Taufik yang mengaku, menamam sekitar 2 hektare tembakau sejak akhir Juni lalu terpaksa merogoh sakunya lebih dalam karena harga bibit melonjak. “Sehingga untuk bibit saja perlu uang Rp 1,5 juta, belum biaya pengolahan tanah, perawatan, dan pemupukan,” ujarnya.

Hal senada diungkapkan Andi, warga Kec. Paiton, Kab. Probolinggo. “Merawat tembakau semasa masih muda seperti merawat bayi, susahnya bukan main. Seringkali bibit yang ditanam mati sehingga harus disulami (diganti) tanaman baru,” ujarnya. isa

Kenaikan Harga Tembakau

selama 2004–2009 (per Kg)

2004

Rp 8.000-10.000

2005

Rp 10.00-Rp 12.000

2006

Rp 12.000-Rp 16.000

2007

Rp 17.000-Rp 22.000

2008

Rp 18.000-Rp 27.000

2009

Rp 18.000-Rp 30.000


Sumber: http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=6c9ce1a88f1d92d860a90111aa89104c&jenis=1679091c5a880faf6fb5e6087eb1b2dc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar