Rabu, 10 November 2010

Konsep Revitalisasi PG Jatim Dipastikan Tidak Tutup 7 PG

Written by anton t. soemantri on Tuesday, 09 November 2010 16:39

SURABAYA – Warta Indonesia : Pertemuan koordinasi antara Gubernur Jatim, Soekarwo dengan manajemen PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X dan XI beberapa waktu, ditindak lanjuti dengan pembahasan teknis terkait penyusunan konsep nota kesepahaman.

"Dalam kesepakatan tentang revitalisasi pabrik gula (PG) di Jatim, nantinya berisi 3 hal penting. Yakni, budidaya (on farm), pabrik (off farm), dan pemasaran (marketing). Khusus untuk bahan baku pemprov akan membantu PG dalam penyediaan lahan dengan meminta para bupati/walikota yang di daerahnya ada PG agar memberikan dukungan. Karena permasalahan utama yang dihadapi adalah terbatasnya tebu sehingga terjadi idle capacity yang menyebabkan unit cost tidak bersaing," ungkap Adig Suwandi, Corporate Secretary PTPN XI yang ikut hadir dalam rapat kemarin di Surabaya, Selasa (9/11).

Menurut Adig, dalam pertemuan yang dipimpin Kepala Biro Perekonomian Pemprov Jatim, Budi Setiawan juga memastikan tidak akan menutup 7 PG di Jatim. Bahkan, secara khusus PTPN XI mengingatkan bahwa keberhasilan agribisnis pergulaan di masa lalu dan juga negara-negara produsen utama dunia telah berhasil mentransformasikan PG menjadi industri berbasis tebu (sugarcane based industry). Sehingga adanya rencana tata ruang dan wilayah yang memungkinkan tebu terselenggara dalam satu hamparan lahan berdasarkan kesamaan agroekosistem. Mengingat dalam UU 12/1992 petani bebas mengusahakan komoditas apa saja yang dinilai paling profitable.

"Namun dalam implementasinya harus dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama yang disertai jaminan pendapatan bagi peserta program tebu rakyat," ujarnya.

Selama ini, program jaminan dikenal dengan adanya harga patokan petani (floor price) atau dana talangan yang besarnya mengacu hasil survai biaya pokok produksi petani oleh Dewan Gula Indonesia (DGI) ditambah margin tertentu.

Sebagai contoh tahun 2010, jaminan tersebut sebesar Rp 6.350 per kg. Sedangkan harga gula tetap ditentukan mekanisme pasar dengan catatan bila harga terbentuk lebih rendah, para petani tetap menerima Rp 6.350. Namun bila lebih tinggi, kelebihannya dibagi secara proporsional antara petani dan investor berdasarkan formula tertentu, yakni 80% petani dan 20% investor.

Dalam konteks revitalisasi PG, berbagai permasalahan mendasar tentu harus dicarikan solusi konkret agar baik petani maupun PG tidak merugi.

Salah satunya adalah dengan meningkatkan produktivitas.

Ditambahkan Adig, PTPN XI juga mengingatkan momentum kenaikan hara gula dunia yang dipastikan bakal berdampak terhadap harga jual produk petani menjadi lebih baik, hendaknya dilihat sebagai peluang untuk perluasan areal tanaman.

"Apalagi, tebu merupakan salah satu tanaman yang toleran terhadap berbagai gejolak iklim, baik kemarau ekstrim maupun hujan berkepanjangan," pungkasnya.

Sementara itu, di Bursa Berjangka London, awal pekan ini gula untuk pengapalan Desember 2010 dan Maret 2011 ditransaksikan pada level USD 780,70 dan USD 778,30 per ton FOB (harga di negara asal belum termasuk biaya pengapalan dan premium). Artinya, harga saat itu merupakan yang tertinggi dalam 30 tahun terakhir. (ciq)

Sumber: http://warta-indonesia.com/index.php?option=com_content&view=section&layout=blog&id=3&Itemid=4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar