Selasa, 26 Oktober 2010

Harta Ludes, Pulang Kampung Bawa Trauma Psikis

Selasa, 26 Oktober 2010 | 10:18 WIB

OLEH IKHSAN MAHMUDI

Banjir bandang di Wasior, Papua Barat, 4-6 Oktober lalu masih menyisakan duka mendalam bagi para korban. Termasuk sejumlah pekerja asal Probolinggo.

Meski sudah sekitar tiga minggu berlalu, kedahsyatan banjir bandang di Kec. Wasior, Kab Telukpondama, Propinsi Papua Barat masih membayang-bayangi sebagian warga yang jadi korbannya. Termasuk 12 warga Kota dan Kab Probolinggo yang bekerja di Bumi Cendrawasih itu.

“Sampai sekarang saya masih sering pusing-pusing, susah tidur. Saya sering menelan obat sakit kepala atau pil tidur,” ujar Agus Sudarsono (51), warga RT 05/RW 02, Dusun Triwung, Desa Warujinggo, Kec Leces, Kab Probolinggo, Senin (25/10).

Ketika mencoba berobat, dokter yang memeriksanya mengatakan, Agus menderita trauma psikis. Pria paro baya itu diminta tidak terlalu memikirkan peristiwa yang mengakibatkan ratusan jiwa melayang dan meluluhlantahkan distrik Wasior.

Pensiunan pegawai PT Kertas Leces (Persero) itu termasuk dituakan di antara 12 warga Probolinggo yang mengadu nasib di Wasior. Soalnya ia yang mengajak mereka bekerja di Wasior. “Saya berangkat ke Wasior pada 24 Oktober 2009. Ini surat jalan dari Kades Warujinggo masih saya simpan,” ujar Agus. Di sana ia bekerja serabutan mulai tukang ojek, pekerja proyek, hingga berdagang ia lakoni.

Sejumlah pekerja asal Probolinggo yang Senin siang itu berkumpul di teras rumah Agus juga menceritakan, latar belakang sampai mereka terdampar di Papua. “Cari kerja di Probolinggo sulit. Di Wasior dengan kerja menjadi tukang ojek saya bisa mengumpulkan uang sekitar Rp 2 juta per bulan,” ujar Rudi Wahyudi (41), warga asal Jl Brantas, Kel Kademangan, Kec Kademangan, Kota Probolinggo.

“Kerja apa saja di Wasior bisa mendatangkan uang, yang penting halal,” ujar Abdullah, juga warga Kademangan. Sebagai tukang ojek, ia mengaku bisa menabung dan mengirimkan uang untuk keluarganya di Probolinggo.

Hal senada diungkapkan Murahman (50), warga asal Desa Tegalmojo, Kec. Tegalsiwalan, Kab. Probolinggo. “Kerja buruh tani di Probolinggo upahnya tidak cukup, terpaksa saya merantau ke Irian,” ujarnya.

Meski kerja serabutan, sebanyak 12 pekerja asal Probolinggo mengaku bisa menopang ekonomi keluarganya. “Saya bangga meski kerja sebagai tukang ojek di Wasior bisa membiayai kuliah anak saya di Fakultas Kedokteran, Unair. Sekarang anak saya sudah dokter muda,” ujar Agus Sudarsono.

Lilik, istri Agus sesekali dalam sebulan mengunjungi suaminya di Wasior. Tidak sekadar melepas rindu, Lilik membawa barang dagangan berupa bawang merah, bawang putih, beras, telur, hingga gula kelapa ke Wasior.

“Akibat banjir bandang, 1 ton bawang merah, 3 kuintal bawang putih, dan 3 kuintal gula kelapa yang baru tiba di Wasior amblas diterjang banjir,” ujar Lilik. Saat kejadian banjir, perempuan berjilbab itu berada di Probolinggo.

Sementara motor sang suami, yang sehari-hari untuk ngojek, amblas terbawa banjir. “Relakan saja dibawa banjir. Ada teman saya asal Jombang, suami-istri yang mempertahankan motornya, hanyut dan tewas diterjang banjir,” ujarnya.

“Dua motor saya dan uang sekitar Rp 1,7 juta juga amblas,” ujar Murahman. Ia sempat naik pohon besar dan “bertengger” sekitar 2 jam demi menyelamatkan diri dari kepungan banjir. (bersambung)

Sumber: http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=b62a3ad876173e9cdfa736b6ff74a8e6&jenis=1679091c5a880faf6fb5e6087eb1b2dc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar