Minggu, 27 Juni 2010

Pencemaran Lingkungan Hambat Orgasme

[ Minggu, 27 Juni 2010 ]
PROBOLINGGO- Pemkot Probolinggo siang kemarin (26/6) menggelar workshop menarik. Judulnya Perencanaan pembangunan berbasis masyarakat dan berwawasan lingkungan menuju kota berkelanjutan.

Acara yang mulai digelar sekitar pukul 11.00 di Puri Manggala Bhakti itu dibuka oleh Wakil Wali Kota Bandyk Soetrisno. Tak kurang dari 200 peserta ikut dalam acara itu.

Dalam sambutannya Bandyk memaparkan tentang beberapa hal yang berkaitan dengan perencanaan pembangunan. Salah satunya tentang peran serta masyarakat dalam mewujudkan suatu pembangunan.

"Penyelesaian suatu masalah belum tentu selalu datang dari atas. Tapi, juga bisa datang dari masyarakat paling bawah. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat sangat kami butuhkan," ujarnya

Menurut Bandyk, dengan adanya workshop tersebut diharapakan setiap elemen bisa memahami tentang adanya perencanaan pembangunan. Utamanya yang berkaitan denga tata ruang.

Ada tiga narasumber yang hadir dalam acara gelaran Pemkot Probolinggo itu. Di antaranya H Jarot Saiful Hidayat Wali Kota Blitar dan Suparto Wijoyo pakar lingkungan dari Unair Surabaya.

H Jarot Saiful mempunyai kesempatan pada sesi pertama. Dalam materinya, Jarot banyak bercerita tentang keberhasilan kotanya menerapkan perencanaan lingkungan berbasis masyarakat.

Menurutnya, pemerintah Blitar menganggap partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah adalah sebuah keniscayaan. Karena itu harus diberi ruang untuk berkembang secara alami dalam koridor kearifan lokal.

"Jadi, kualitas partisipasi dan keberdayaan masyarakat di Kota Blitar, tidak diukur hanya dari tingkat kehadiran dalam rapat. Juga tidak hanya ditentukan dari seberapa beraninya masyakat melontarkan kritik kepada pemerintah daerah. Tapi, dilihat dari akumulasi manfaat yang ditimbulkan oleh keterlibatan dalam setiap tahapan pembangunan daerah," ujarnya.

Sedangkan Suparto Wijoyo, lebih banyak membahas tentang suasana kota metropolitan yang mulai tidak bersahabat. Bahkan, lebih cenderung merusak terhadap penghuninya. "Seperti Jakarta dan Surabanya tingkat pencemarannya sangat tinggi. Dari percemaran udara sampai airnya," ujarnya.

Suparto benar-benar bisa membawakan materinya dengan asyik. Tak jarang dia melontarkan joke-joke, yang dapat membuat peserta semitar yang tadinya kelihatan ngantuk jadi segar karena tertawa.

Menurutnya, kehidupan di kota-kota besar membuat penghuninya semakin temperamental. Contohnya, demo massa sering terjadi di mana-mana. Tidak puas dengan demo massa yang sampai turun jalan, kini ada lagi demo video porno. "Kalau orang sini kan, tidak perlu siaran tunda (buat video), tapi siaran langsung," ujarnya, disambut tawa peserta.

Suparto mengatakan pencemaran lingkungan juga mengakibatkan kecerdasan orang kota menurun. Menurutnya, itu dikarenakan pencemaran lingkungan menyebabkan air susu ibu (ASI) banyak mengandung logam berat. "Kalau ASI normal hanya 5 mili per liter. Tapi, saya sudah melakukan penelitian pada yang terserang pencemaran hasilnya menjadi 500 mili per liter. ASI semacam ini, tidak baik untuk bapak-bapak apalagi untuk bayi," ujarnya, lagi-lagi disambut tawa peserta.

Selain itu, akibat pencemaran lingkungan juga bisa menyebabkan banyaknya warga yang mati karena serangan penyakit diare. Menurutnya, itu diakibatkan sanitasi yang tidak sehat. Hal itu juga bisa menyebabkan para perempuan kesulitan orgasme. "Problem ini, bukan masalah orgasmenya. Tapi, menjadi permasalahan kota," ujarnya.

Nah, disinilah kembali terjadi obrolan segar. Ketika Suparto menanyakan kepada seorang ibu bisa orgasme atau tidak. Ternyata sang ibu tersebut kembali bertanya kepada Suparto apa itu orgasme? "Haa...ini, repot sampean lihat saja ketika Cut Tary mangap," jawabnya.

Solusi dari masalah tersebut diperlukan tata ruang yang bagus dan penuh dengan perencanaan. Suparto mengatakan, selama ini kota disebut modern kalau ada mal, hipermarket dan lain sebagainya. Sementara pasar tradisional disingkirkan. Sehingga, antara hutan kota dan ruang terbuka hijau (RTH) lainnya tidak jelas.

Menutunya, itu dikarenakan tata ruang yang berubah menjadi tata uang. "Tata ruang sudah tidak jelas, mana RTH dan mana ruang edukasi. Banyak ruang banyak AC, banyak uang banyak ACC (persetujuan)," ujarnya. (rud/nyo)

Sumber: http://www.jawapos.com/radar/index.php?act=showpage&rkat=4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar