Jumat, 24 September 2010

Saksi Ahli Ringankan Terdakwa

[ Jum'at, 24 September 2010 ]

PROBOLINGGO - Kasus dugaan korupsi dana perjalanan dinas (perdin) DPRD Kota Probolinggo kemarin (23/9) kembali disidangkan di pengadilan negeri setempat. Sidang dengan terdakwa Direktur CV Indonesia Makmur (IM) Indah Wilujeng dan Nanang Koentjahjono itu memasuki tahap akhir pemeriksaan saksi. Yang dihadirkan kemarin adalah saksi ahli dari Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang.

Yang dihadirkan adalah seorang saksi ahli di bidang pengadaan barang dan jasa. Yakni Syaifu L. Unas, dosen Fakultas Teknik di Universitas Brawijaya (Unibraw). Saksi ini dihadirkan oleh kubu terdakwa Nanang Koentjahjono.

Karenanya dalam sidang yang dipimpin oleh Sih Yuliarti itu, saksi ahli banyak memberikan pernyataan yang meringankan terdakwa. Menurut saksi, dia berpendapat sesuai apa yang diatur Kepres 80 tahun 2003.

Penasihat hukum terdakwa Nanang mempertanyakan kaitan penawaran penyedia jasa hingga jenis kontrak. Syaiful menjelaskan, sesuai pasal 30 Kepres 80 tahun 2003, perjanjian kontrak antara CV Indonesia Makmur dan pihak DPRD adalah jenis kontrak lumpsum.

Dalam kontrak disebutkan jumlah anggaran dari APBD yang digunakan untuk perdin senilai Rp 90 juta, sesuai dengan SPK (surat perintah kerja). Pencairan dana bisa dilakukan setelah pelaksanaan kegiatan (perdin).

Apabila dalam kontrak tidak disebutkan harus ada rincian dalam pengajuan penawaran, maka daftar rincian itu tidak dapat menjadi dasar. "Rincian tidak dapat menjadi dasar," katanya. Untuk melengkapi prosedur pencairan dana, maka rekanan harus menyertakan rincian pertanggungjawaban kepada bendahara.

Menurutnya, lampiran bukti (pertanggungjawaban) tidak diatur dalam kepres tersebut. Saat evaluasi penerimaan terdapat daftar hadir, saksi ahli justru menegaskan jika daftar hadir sebenarnya tidak ada.

"Jika terdapat kelebihan anggaran dalam pelaksanaan, menurut saksi ahli itu menjadi hak rekanan atau bagaimana?," tanya salah satu penasihat hukum Nanang. Dosen yang punya sertifikat pengadaan barang jasa itu menuturkan jika yang mengetahui adanya selisih, untung atau rugi adalah penyedia jasa. "Perlu dilihat dari sisi mana kelebihan anggarannya itu," jawab dia.

Diketahui, CV Indonesia Makmur adalah rekanan DPRD Kota Probolinggo dalam perdin tahun 2007 silam. Tapi, dalam perdin yang ditangani CV ini dianggap ada masalah dalam keuangannya.

Dalam dakwaan sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) menyebutkan seluruh biaya perdin 4-8 November 2007 peserta dari DPRD dan satker Rp 174 juta. Sedangkan anggaran yang bisa dipertanggungjawabkan Rp 73.702.000. Sehingga negara dalam hal ini pemkot dirugikan Rp 100.298.000. Nanang dan Indah, mantan pasangan suami istri yang mengelola CV itu pun dijerat UU pemberantasan tipikor.

Nah, dalam sidang kemarin, Syaifu juga mendapat pertanyaan dari penasihat hukum Nanang tentang adanya rekanan yang saling kenal untuk ikut mengajukan penawaran. Yang ditanya apakah ada larangan untuk itu? Katanya tidak ada larangan itu kecuali ada pertentangan kepentingan dalam proses pengajuan penawaran.

Rekayasa dalam pengajuan penawaran bisa terjadi jika ada sanggahan dari kompetitor yang ikut mengajukan dokumen. "Rekayasa kalau terjadi KKN. Kalau tidak ada sanggahan, unsur rekayasanya dari mana?" ujar Syaifu balik bertanya ke penasihat hukum terdakwa.

Mengenai administrasi pencairan dana, saksi ahli berpendapat tidak perlu ada rincian secara detail karena tidak tercantum dalam kontrak. Bukti pertanggungjawaban pelaksanaan cukup dengan berita acara penyerahan pekerjaan.

Padahal, mekanisme pencairan dana harus disertai dengan SPJ (surat pertanggungjawaban) berupa kuitansi atau bukti pelaksanaan lainnya. Setelah SPJ lengkap atau sesuai dengan pelaksanaan maka diajukan ke keuangan untuk diproses lebih lanjut.

JPU Surya Yunita sempat menanyakan hal itu ke saksi ahli tersebut. CV IM harus menyertakan bukti bill hotel sebagai SPJ, tetapi dalam prosesnya, JPU mengindikasikan ada bill hotel dan stempel palsu yang sengaja dibuat sendiri oleh terdakwa. Sehingga terdakwa melebihkan pembiayaan dan berbeda dengan pelaksanaan perdin.

Yang mengejutkan, saksi ahli berpendapat untuk apa semua rincian berupa bill atau stempel karena tidak diatur dalam kontraknya. Soal rekanan yang ikut penawaran ternyata adalah CV fiktif yang dibuat oleh terdakwa, saksi ahli mengatakan tidak ada larangan (mengenai hal itu).

Sih Yuliarti kembali menekankan, saksi ahli menyatakan jika untuk pencairan dana cukup dengan berita acara saja. Pertanyaannya berita acara itu hanya satu lembar surat yang menyatakan sudah dilaksanakan atau semua bukti pertanggungjawaban?

"Karena ini dalam bidang jasa, maka yang dicek itu waktu pelaksanaan, tujuan dan jumlah pesertanya. Berita acara itu untuk surat pencairan dana. Contohnya kalau fisik cek satu-satu barangnya, tim pemeriksa tidak perlu mengecek detail kuitansi," jawab Syaifu.

Menurutnya, sepanjang semua kegiatan sudah terlaksana, tepat waktu dan peserta sesuai maka tidak ada masalah. Isi berita acara untuk menjelaskan jika kegiatan sudah dilaksanakan. "Kalau memang tidak sesuai (antara pelaksanaan dan kontrak) maka di berita acara itu ada catatannya," katanya.

Usai mendengarkan keterangan saksi ahli, terdakwa Indah dan Nanang tidak memberikan pendapat apapun. Majelis hakim pun akhirnya menyepakati agenda sidang dilanjutkan Rabu (29/9) dengan agenda pemeriksaan terdakwa. (fa/yud)

Sumber: http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=180770

Tidak ada komentar:

Posting Komentar